18 - Suara Hati Shakira

192 24 9
                                    

Setelah selesai bekerja, Aldino berniat mengajak Shakira ke sebuah tempat. Awalnya Shakira menolak, sebab ada dua adik yang sedang menunggu kepulangannya untuk bisa makan malam. Namun, ternyata Aldino sebelumnya sudah datang ke rumah dan membelikan makanan untuk Jihan juga Reo. Aldino sempat memberitahu pada Jihan kalau kakaknya akan pulang sedikit lama dari biasanya.

Motornya pun kata Aldino akan dibawa pulang oleh Jean dan Kenzo. Shakira sudah tidak punya alasan lagi untuk menolak ajakan Aldino. Rambutnya yang semula ia kucir ke belakang, kini dibiarkan tergerai seperti biasanya.

Shakira berdiri di samping motor milik Aldino. Perasaannya ragu untuk menaiki motor mahal. Takut kalau hanya dengan duduk saja mampu membuat lecet pada motornya. Aldino menoleh, menatap bingung ke Shakira.

"Kenapa bengong? Ayo, naik," suruh Aldino.

"Ini serius aku naik motor ini? Ganti pakai motorku aja, ya?" tawar Shakira karena mengetahui seberapa mahalnya motor itu. Ia merasa trauma karena sudah pernah membuat motor Aldino lecet. Ya, walaupun sebenarnya sudah lecet duluan.

"Iya, dong Sayang. Kali ini pakai motorku, ya." Shakira menahan malu saat mendengar panggilan itu dari Aldino.

Shakira hanya mengangguk. Tidak memberi jawaban lagi. Sebelum naik ke atas motor, Aldino membantu menurunkan footsteps agar memudahkan Shakira. Tentu saja hal sekecil yang barusan dilakukan Aldino berdampak besar pada perasaannya.

Setelah berhasil duduk dengan aman di atas motor, Shakira membenahi pakaiannya dulu. Kedua tangannya ragu-ragu berpegang pada baju Aldino. Dibalik helm, Aldino tertawa kecil karena merasa gemas. Terlihat jelas bagaimana ekspresi malu Shakira lewat kaca spion.

Aldino menarik tangan Shakira, merubah posisi agar memeluk pinggang. Lantas menoleh ke belakang sambil tersenyum. "Pegangan yang bikin nyaman itu di sini," katanya sambil mengelus tangan Shakira yang melingkar dipinggangnya.

Aldino memberikan sebuah helm. Terlihat biasa saja, tapi jika dilihat dan dijejerkan dengan helm yang dipakai oleh Aldino, maka akan terlihat jelas bahwa itu adalah sebuah helm couple. "Bisa sendiri, kan? Atau perlu aku bantu pakaikan?"

Shakira melepaskan pelukan. Tangannya mengambil helm yang berada ditangan Aldino. "Makasih, aku bisa pakai sendiri kok." Setelah menerima helm tersebut, Shakira memakainya langsung. "Lihat, aku bisa pakai sendiri, kan?"

Dirasa sudah siap, Aldino menyalakan motor. Perlahan motor berwarna hitam melaju membelah jalan raya. Semilir angin malam terasa dingin dan menyejukkan menerpa kulit wajah mereka. Langit malam terlihat lebih cerah karena cahaya sang bilang benderang menerangi. Beribu-ribu bintang menjadi saksi sejoli yang sedang dimabuk asmara.

Jalanan tampak ramai itu seolah tak terlihat bagi mereka. Meskipun saling membisu, nyatanya tidak membuat suasana canggung dalam perjalanan menuju sebuh pantai. Seolah mereka saling berbicara dari hati ke hati.

Shakira terlampau merasa nyaman saat memeluk punggung Aldino. Sampai-sampai ia tidak sadar bahwa motor sudah berhenti dari lima menit yang lalu.

"Nyaman banget, ya? Sampai nggak sadar kalau kita udah sampai di tempat tujuan." Aldino tertawa kecil. Lesung pipit itu sungguh sangat terlihat manis di binar mata Shakira.

Dengan cepat, Shakira melepaskan pelukan. Perlahan ia turun dari motor sambil berpegangan pada kedua bahu Aldino. Lalu, melepaskan helm yang dipakai dan menyerahkannya ke Aldino.

Shakira menatap sekeliling. Hamparan pasir dan ombak kecil berada di depan matanya. Bulan tampak lebih besar dan bercahaya dari sini. Pantulan bulan terlihat berkilau pada air laut. Dengan tidak sadar, Shakira berlari kecil mendekat ke air laut.

Sungguh, Shakira sangat merindukan datang ke pantai. Ia mengingat kembali, sudah beberapa tahun kakinya tidak berpijak pada pasir. Mungkin terakhir sebelum sang ayah pergi entah ke mana.

Aldino berjalan mendekati Shakira. Hatinya ikut senang saat melihat senyum lebar terlukis indah pada wajah Shakira. Apalagi alasan senyum itu adalah dirinya sendiri.

"Kelihatannya senang banget." Aldino berdiri di belakang Shakira. Membiarkan cewek itu bersenang-senang memainkan air laut.

"Tentu aja! Aku udah lama banget nggak ke pantai. Terakhir itu sebelum ayah pergi." Setelah berucap, Shakira menghentikan kedua tangannya memainkan air. Ia berdiri tegap sambil nenatap ke bulan.

Aldino merasa ada yang berubah pada Shakira. Langkah kakinya mendekat, menjejerkan tubuhnya pada Shakira. Kemudian pandangannya mengikuti ke arah di mana Shakira tengah memandang.

"Kamu mau tahu sebuah cerita nggak, Al?" Shakira bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari bulan.

Aldino terdiam. Ia menoleh ke Shakira. Memandangi wajah cantik itu dari samping. Menunggu Shakira melanjutkan ucapannya.

"Dulu, ada gadis kecil yang selalu bangga pada ayahnya. Setiap sore hari, dia akan menunggu kepulangan sang ayah di depan rumah. Dia sering menangis hanya karena sang ayah pergi berangkat bekerja,"

Shakira tampak menghela napas panjang. Entah mengapa, ia merasa harus menceritakan tentang dirinya pada Aldino.

"Sayangnya, tepat di hari kelulusan dia waktu SMP,  sosok ayah yang begitu dia banggakan menghilang. Pergi entah ke mana. Padahal, dia menunggu kedatangan sang ayah di hari istimewa itu. Tapi, yang didapat adalah sebuah kabar menyakitkan."

Shakira menoleh ke samping. Tatapan mata yang tadinya berbinar bahagia, kini tergantikan dengan genangan air mata yang hanya sekali berkedip saja akan jatuh membasahi pipi.

"Kamu tahu kabar apa yang didapatkan gadis kecil itu?" Aldino menggelengkan kepalanya pelan.

"Sejumlah utang yang harus dibayarkan, Al!" teriak Shakira. Ia sudah kuat menahan bendungan air mata itu. Terlalu sakit jika mengingat masa lalu. Di mana seorang tiba-tiba datang menagih utang yang ayahnya tinggalkan.

Aldino langsung mendekap Shakira. Membiarkan air matanya membasahi baju. Tangisan Shakira terdengar memilukan. Seakan memang sudah ditahan dari lama dan dibiarkan meledak saat ini juga. Tangan kanan Aldino membelai kepala Shakira penuh lembut. Seakan cewek dalam pelukannya akan runtuh kalau dilepaskan.

"Aku capek, Al. Aku capek sama hidupku! Ibu kecelakaan dan terbaring lumpuh saat mau pinjam uang buat lunasin utang ayah. Lalu, setelah itu aku —"

Suara Shakira tertahan. Seolah tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata lagi. Hatinya terasa tercabik. Bibirnya bergetar hebat. Sungguh, Shakira merasa bahwa hari ini adalah hari di mana ia sudah sanggup menyimpan luka itu sendirian.

"Jangan dilanjut kalau itu bikin kamu sakit," bisik Aldino meminta agar Shakira tidak melanjutkan ceritanya.

Kini, Aldino mengetahui alasan dibalik Shakira bekerja di Cafe Radit, berjualan risol di sekolah, bahkan rela menjadi tutor untuk adiknya. Semua itu Shakira lakukan agar bisa terbebas dari utang yang melilit hidupnya. Terlebih, Aldino juga tahu bahwa Shakira harus menjadi tulang punggung untuk keluarganya.

Tanpa permisi, air mata Aldino ikut mengalir. Seakan merasakan bagaimana beratnya hidup yang dijalani oleh Shakira, seseorang yang berhasil mengisi penuh hatinya.

Hembusan angin dan suara ombak kecil itu menjadi teman malam mereka di pantai. Cahaya bulan yang sebelumnya terang benderang, kini meredupkan cahaya. Seakan ikut menangis mendengarkan curahan Shakira.

"Al, menurut kamu, bagaimana kalau semisalnya aku ikut menghilang dari dunia ini?"

🌙 To Be Continue 🌙

Wahhh, tidak terasa ternyata sudah menuju akhir cerita😞

Menurut kalian, sad ending aja nggak sih?🥺

13 Agustus 2024
© temanmeja

Shakira Anak Pertama [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang