Bab 8

4.2K 18 3
                                    


"Nah semua bisa mulai dicontoh ya. Pastiin sperma suami harus tumpah."

"Siap kak."sahu semua peserta seminar dengan semanagat.

Maka dimulailah aksi tak senonoh di sebuah acara yang seharunya menjadi tempat untuk menimba ilmu. Para lelakinya langsung dengan semangat melepaskan celana dan celana dalamnya hingga kontol mereka bisa dilihat siapapun. Sementara perempuannya dengan tanpa rasa malu apalagi rasa jijik mulai mencicipi kontol pasangan laki-lakinya.

Di saat kontol-kontol sudah mulai masuk ke mulut para perempuan, di sanalah Kak Nurul tiba-tiba menyingkap gamisku.

"Ih kak nurul apa-apaan sih."

"Sudah kamu nurut saja. Kubikin enak deh."

"Enak saja. Malu tahu!"seruku kesal.

"Lah buat apa malu."balas Kak Nurul."Kan yang lain juga begitu."

Aku sontak melihat sekeliling dan menyaksikan jika kebejatan telah terjadi di sekitarku. Kontol-kontol yang menegang, juga para perempuan yang penuh nafsu menjilati dan mengulum kontol tersebut.

"Udahlah kamu diam saja. Biar aku yang bikin kamu puas."

Aku yang tak punya pilihan akhirnya membiarkan Kak Nurul menyingkap gamisku hingga sepinggang kemudian mengikatnya agar tak terjatuh.

Hingga terlihatlah dildo panjang berwarna krem yang terpasang sempurna di atas chasity beltku.

Kak Nurul sontak berlutut di depanku. Dengan takzim ia mencium ujung dildo tersebut. Kemudian lidahnya terjulur. Mulai menyapu bagian permukaan dildo. Turun kemudian hingga bagian pangkalnya. Dan perlahan ia menyapu bagian kulit di sekitar kemaluanku. Mengirimkan rangsangan aneh yang membuatku seperti tersengat listrik.

"Kakkkkk....."Aku merintih pelan. Berusaha mendorong kepalanya menjauh.

Bukannya menjauh, Kak Nurul justru melahap bulat-bulat dildo yang terpasang. Sambil memaju-mundurkan kepalanya. Membuat dildo tersebut sekaan timbul tenggelam dari mulutnya.

Entahlah apa yang terjadi pada diriku. Seharusnya aku terangsang. Dildo itu bukan bagian dari diriku. Tapi entah mengapa....melihat wajah kenikmatan Kak Nurul....membayangkan lidah dan mulutnya menyentuh tubuhku.....semua itu membuatku dialiri perasaan aneh yang menyengat bagai listrik.

"Sudah cukup."seru Kak Andi dari panggung. Menghentikan aktifitas bejat kami semua.

"Yah, padahal hampir saja crot."keluh salah seorang peserta karena aksinya disela oleh Kak Andi.

"Hahahaha. Itulah para cewek harus belajar lagi cara memuaskan suami.Calon suami juga harus belajar bagaimana cara melepaskan nafsu."

"Anita, kamu gak papa?"tanya Kak Nurul melihatku lemas.

"Gak papa kak."kilahku

"Maaf ya kakak mainin dildo kamu."

Aku tak tahu harus menjawab saja. Aku tak ingin Kak Nurul tahu kalau aku diam-diam menikmati permainan yang dia lakukan.

"Baiklah, untuk sesi berikutnya panitia akan meminjamkan kalian alatnya."

Panitia kemudian berjalan berkliliing membagian cambuk dan juga tongkat kecil mirip pegangan pemukul rotan. Aku sepertinya paham arti materi menghukum istri.

"Nah perlu kalian sadari, istri itu juga mahluk biasa. Dia pasti salah. Untuk itu sudah tugas suami untuk meluruskan istri. Dan cara terbaik untuk meluruskannya adalah dengan hukuman. Hukuman yang berat. Tanamkan rasa takut pada istri kalian nanti sehingga dia tidak akan pernah bahkan berpikir untuk melawan."

Kak Nada kemudian mendekat. Dia merebahkan tubuhnya di pangkuan Kak Andi. Kak Andi lalu meraih tongkat pemukul dan mengusap-usap ujung tongkat itu ke pantat Kak Nada.

"Gunakan cara ini untuk menggertak. Sensasi lembut dari tongkat akan mulai merangsang ketakutan dari istri. Ingat gunakan secara perlahan tapi agak menekan."jelas Andi seperti seorang profesional.

Aku pun mulai melakukan seperti yang dicontohkan. Perlahan-lahan, rasa penlokanku yang begitu besar di awal hilang. Kini aku bahkan mulai menikmati menekan tongkat yang kupegang di pantat Kak Nurul.

"sekarang mulai pukul."

Andi kemudian memukul pantat Kak Nada dengan pukulan yang kelihatannya keras.

PLAKKK!!!!!

"Auggghhhhh!!!!"Kak Nada menjerti kesakitan menerima pukulan yang langsung menghantam kuat pantatnya.

"Oh ya, tolong perhatikan agar pukulan tidak menyasar ke bagian tulang apalagi tulang rawan dan tulang ekor. Usahakan ke bagian yang dilindungi oleh lemak."

"Baik kak."

PLAKK!!!!

Kembali Kak Andi menghantamkan tongkatnya ke pantat Kak Nurul.

"Mana ucapan terima kasihnya!"bentak Kak Andi dingin.

"Ah....iyaa...."

PLAKK!!!! Kembali sebuah pukulan mendarat di pantat Kak Nurul sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya.

"Terima kasih tuan."ucap Kak Nurul dengan nada mendesah.

"Ingat semua. Sebagai istri, semua perlakuan suami adalah kenikmatan yang harus disyukuri. Termasuk hukuman ini. Istri harus menganggapnya sebagai berkah karena mendapatkan tuntunan dari sang suami. Istri juga haruslah sadar kalau diri meraka itu salah dan tidak boleh melawan."

Semua orang mengangguk membenarkan kalimat dari Kak Andi. Entah apa yang salah dengan mereka semua. Bagaimana bisa kekerasan sejelas ini dibiarkan begitu saja. Bagaimana bisa kekerasan dalam rumah tangga malah dianggap sebagai anugrah.

"Baik semua, silahkan dicoba. Untuk para istri, silahkan memohon terlebih dulu."

Dengan bersemangat, para perempuan langsung bersimpuh di kaki para lelaki. Wajah mereka nampak melemas seakan mendambakan hal yang paling mereka inginkan. Kemudian keluarlah dair mulut-mulut mereka rayuan-rayuan demi bisa mendapatkan pukulan dari para lelaki.

"Anita...."panggil Kak Nurul dengan suara mendayu.

Aku kembali fokus ke arah Kak Nurul dan langsung terbelelak.

Kak Nurul langsung menjatuhkan dirinya di hadapnku dengan posisi bersujud. Ujung dahinya menyentih permukaan sepatuku.

"Tolong hukum perempuan hina ini,"bujuk Kak Nurul dengan nada memelas.

Aku menelan ludahku. Hendak menarik sepatuku.

"Tolong."Kak Nurul sigap menangkap ujung kakiku.

"Apa-apaan ini."

"Tolong hukum perempuan hina ini."Kak Nurul mengulangi pemrhonannya.

"Enggak!"tegasku langsung menarik kakiku.

"Tolong hukum perempuan hina ini."Kak Nurul masih dalam posisi bersujud. Mengiba untuk mendapatkan pukulanku.

Aku mengedarkanpandangan ke sekelilingku. Melihat pemandangan yang amat luar biasa.

Kulihat para lelaki dengan semangat mulai memukuli para wanita. Pantat dan payudara perempaun tersebut bagaikan samsak yang menjadi sasaran pukulan dari para lelaki. Posisinya pun beragam. Ada yang berlutut di depan bahkan ada pula yang merebahkan tubuhnya di pangkuan para lelaku.

"ahhhhh....ahhhhhhh...."

"Plakkkk...plakkkk.....plakkkkk...."

Suara desahan saling susul menyusu beriraram seakan hendak menciptakan harmoni. Harmoni yang menjadi perwujudan dari nafsu dan kegilaan yang mengabaikan sepenuhnya norma dan akal sehat. Bukannya memperturutkan kemanusiaan, orang-orang di sini justru berusaha mengabaikannya demi menuruti nafsu hewani mereka.

"Tolong hukum perempuan hina ini."pinta Kak Nurul lagi. Masih dengan posisi bersujud di hadapan kakiku.

Aku meremas tanganku. Ingin rasanya aku angkat kaki dari tempat senista ini. Tapi seakan ada rantai yang membelenggu kakiku. Rasa penasaran memantik dalam diriku. Membayangkan bagaimana rasanya memukul seorang perempuan seperti Kak Nurul.

Rahasia AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang