Bab 13

4.1K 22 1
                                    

Kak Kamila memberikan isyarat padaku.

Aku menghela nafas jengah.

Dengan terpaksa aku menarik ujung bibirku. Membetuk sebuah senyuman sesempurna mungkin dengan mempertimbangkan kelengkungan garis bibir, sorot mata, dan pipi yang menyempit sebagaimana yang sudah diajarkan sebelumnya.

"Silahkan ikuti saya tuan,"kataku dengan nada yang membuaku seperti ingin muntah.

"Wah, kamu cantik ya."pria bangsat itu dengan tanpa rasa takut menggodaku. Tangannya bahkan menyelinap di bawah jilbabku dan menyentil putingku. Ingin rasanya aku langsung menampar kepalanya namun tatapan ganas dari Kak Kamila menghentikanku,

"Siapa namamu tadi cantik? Aku lupa."tanya pria itu dengan wajah genit seakan memang benar-benar hendak ditampar.

"Nama saya Anita."jawabku berusaha untuk menyembunyikan kejengkelanku karena ditanya pertanyaan yang sama secara berulang.

"Oh iya. maaf saya lupa."pria itu kembali mengulurkan tangannya untuk menggenggam buah dadaku."Perkenalkan saya Danu. Boleh panggil pak, boleh juga panggil om. Eh, om kayaknya lebih cocok deh."

Aku menahan mual mendengar gombalan basinya. Tapi karena statusku yang tak lebih dari seorang perempuan penghibur, aku pun hanya bisa tersenyum tipis mendengarnya.

"Ayo silahkan ikut saya om."kataku berusaha secepat mungkin menyelesaikan tugasku demi bisa lepas dari bajingan ini.

"Ok, tapi gandengan ya."Pak Danu masih saja berusaha menggodaku. Sepertinya dia bisa merasakan kekesalan yang kusembunyikan rapat-rapat.

"I..ii...iya."

Namun gandengan yang dimaksud pak Danu bukanlah dangan. Tangannya justru terulur langsung menggenggam pantatku dan meremesnya dengan sangat kuat hingga aku hampir saja kelepasan menjerit.

"Eumm...pakkk...."

"Sudah. Abaikan saja."Pak Danu masih mempertahankan senyum mesumnya.

Aku mengangguk dan berjalan memandu Pak Danu yang masih dengan seenaknya memainkan pantatku.

Kami berjalan menelusuri lorong hingga akhirnya tiba di sebuah kamar yang terkunci rapat. Aku kemudian mengeluarkan kunci yang sebelumnya sudah dititipkan oleh Kak Kamila dan membuka pintu tersebut.

"Aduh, lama banget nih om,"sapa sebuah suara begitu pintu di buka.

Aku meringis melihat sumber suara tersebut. Ia adalah seorang perempuan yang dipanggil Lisna. Tubuhnya cukup bahenol dan kendur karena usianya memang tak lagi belasan. Namun gurat kecantikan di wajahnya dan pesona tersendiri darinya membuatnya menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi dengan pakaian yang ia kenakan berupa dress super mini yang membuat celana dalam g-strinya dapat mengintip.

"Wah, memang gak salah rekomendasi resepsionisnya tadi."Pak Danu tersenyum genit memandang sosok perempua yang akan dia pakai jasanya utnuk memuaskan nafsu binatangnya.

"Hmm...om orang baru ya?"tanya Lisna yang kini sudah berjalan mendekati kami.

"Iya sayang."sahut Pak Danu yang ikut melangkah mendekat.

"Oh, om kok ganteng banget,"goda Lisna yang menjulurkan tangannya menyentuh dada Pak Danu yang kendur.

"hehehe. Bisa saja kamu."

Pak Danu langsung menyosorkan bibirnya bagai buaya. Lisna yang melihat itu langsung membalas serangan bibir itu dengan sebuah ciuman yang hangat. Langsung melumat bibir Pak Danu dalam dekapan bibirnya.

"Eh, om, kita main anjing-anjingan dulu yuk,"ajak Lisna tiba-tiba.

"Main anjing-anjingan?"Pak Danu megnangkat alisnya heran.

"Ih, om gak tahu ya keistimewaan tempat ini?"

Pak Danu menggeleng.

"Ok deh. Biar aku tunjukin ya."

Lisna kemudian menarik tangan Pak Danu ke atas kasur besar dengan ukuran King Size yang dilapisi dengan selimut dan seprei berwarna putih bersih. Ada pula sandaran kasur yang dilapisi dengan busa lembut berlapis kain merah yang mewah.

Lisna kini duduk bersanding di sampign Pak Danu yang masi saja memainkan tangannya untuk menglus paha Lisna.

Kini Lisna menatap lurus ke arahku. Sebuah tatapan dengan kilatan khusus.

"Kamu tahu tugasmu kan, anjing?"tanya Lisna yang langsung mengubah suaranya sedingin es dari yang semula gemulai.

Aku menegang sejenak. Sadar akan maksudnya.

"Tunggu apa lagi. Masa anjing berdiri pakai dua kaki."

Aku meringis sejenak. Sadar Lisna telah menggunakan otoritasnya.

Sebelumnya aku telah dijelaskan tugasku sebagai pemagang di sini. Kami semua, tidak akan dipakai kedua lubang kami tapi sebagai gantinya, kami harus menggunakan tubuh kami lainnya untuk digunakan tamu maupun para pelacur di sini.

Sebagai pemagang, kami harus memenuhi perintah apapun itu. Termasuk menerima berbagai penyiksaan dan penghinaan dari tamu dan para pelacur di sini. Semua dilakukan untuk memberikan pengalaman berbeda kepada pemagang.

Benar-benar omong kosong. Kenapa pula aku setuju diperlakukan serendah ini.

Termasuk dalam keadaan ini. Ketika Lisna ingin membuatku menjadi anjingnya, maka aku tidak punya pilihan lain selain menruut dan menjadi anjingnya.

"Hei, masih mikir lagi. Anjing mah nurut saja."ujar Lisna dengan nada yang semakin menghina.

Aku langsung berlutut dan mengambil posisi merangkak. Kepalaku terangkat hingga tegak lurus dengan punggung. Lidahku kujulurkan layaknya anjing sungguhan.

"Guk. Guk."ucapku berusaha menrikuan suara anjing.

"Hahaha. Begitu dong."

"Wih, beneran jadi anjing nih."tukas Pak Danu dengan pandangan takjub.

"Iya dong. Kamus uruh jadi apapun juga dia nurut."

"Memang hebat ya tempat ini."imbuh Pak Danu mengangguk-angguk.

"Iya. Jadi merekaini mahasiswa yang lagi magang di sini. Namun karena maish pemula jadi mereka Cuma boleh observasi saja."

"Observasi apa memangnya?"

"Ya, biar bisa jadi lonte yang baik dan benar dong, sayang."

"Oh iya ya."Pak Danu lagi-lagi tertawa terbahak-bahak.

"Nah, sekalian observasi, mereka juga diajarin nih bagaimana adab yang benar. Ya, caranya dengan membuat mereka jadi budak lonte di sini. Jadi hilang itu semua sifat sombong dan kemuliaan diri. Kan kalau mau belajar harus menghilankan sifat sombong."

"Oh iya. Bener itu."

"Yaaahhh....makanya buat sekarang aku ingin mendidik cewek ini supaya jadi anjing yang penurut."

"Hahahaha. Bagus. Nanti biar bisa jadi anjing binal."

Mereka berdua kembali tertawa bersahut-sahutan. Sebuah tawa yang dilakukan di atas penghinaan yang harus kutelan bulat-bulat.

"Eh, anjing. Mana gonggangan lu?"

"Guk...guk...guk..."Aku kembali menyalak. Tak lupa disertai dengan lidah yang terjulur sehingga menambah kesan kalau aku tak lebih dari seekor anjing yang hina.

"Oh iya. Aku boleh ikutan pakai gak?"tanya Pak Danu dengan semangat.

"Boleh dong. Kan ini termasuk bagian dari fasilitas tamu."

"Boleh pakai kontol?"

"Iya. Sana. Kontolin saja tu anjing binal."

"Sippp...."

Pak Danu segera bangkit dan melepaskan ikat pinggang di celana jeans yang dia kenakan. Segera saja Pak Danu meloloskan celana jeans tersebut dan memperlihatkan bagian kemaluannya yang masih tertutup dengan aman di balik boxer hitam. Namun boxer ketat tersebut sama sekali tidak menyembunyikan kejantanan di baliknya. Justru memperlihatkannya dengan gamblang berupa tonjolan yang keras.

Aku meneguk ludahku. Baru di balik boxer saja aku sudah bisa langsung menerka betapa besar kontol yang dimliki Pak Danu.

"Hehehehe. Kamu penasaran ya?"goda Pak Danu."Aku sekarang paham kenapa tempat ini hanya mau menerima kliennya yang memiliki kontol gede. Rupanya biar bisa dapat bonus untuk menikmati anjing binal. Berjilbab lagi."

"Iya dong."Lisna berdiri di belakang Pak Danu. Tangannya dengan pelan menyentuh bagian pinggang Pak Danu lalu dengan lembut jemari lentiknya mulai mengusap bagian yang menonjol di tengah boxer Pak Danu."Kita kan gak Cuma ingin memberikan kenikmatan buat klien melainkan juga pada semua pekerja di sini. Makanya kita kasih layanan spesial. Mahasiswi alim yang siap berubah jadi anjing binal."

"Hihihi. Sudah kayak manusia serigala ya. Siang jadi manusia, malam jadi serigala."

"Hehehehe. Iya. Tapi kalau di sini, siangnya jadi mahasiswi alim, malamnya jadi anjing binal."imbuh Lisna.

Kembali mereka berdua tertawa.

"Sudah, kasian itu anjingnya pasti mau kontolmu."

"Oh iya lupa."Pak Danu kini kembali menatapku."Ayo, jangan ragu lagi. Cepet lepas boxerku. Pakai mulut saja ya. Kan anjign gak punya tnagan."

"guk."Aku hanya bisa menggonggong patuh.

Aku lantas merangkak mendekatinya. Kuangkat kepalaku sehingga sejajar dengan pinggang Pak Danu. Kemudian gigiku dengan perlahan menggigit bagian karet boxernya. Berusaha sehati-hati mungkin agar gigiku tidak bersentuhan dengan kulit Pak Danu.

"Widih, jago juga anjingnya."puji Pak Danu.

"Ayo cepat langsung lepas boxernya."

Aku menarik turun boxer tersebut sehingga kontol Pak Danu yang sebelumnya tertekuk langsung terbebas. Layaknya per, kontol yang sebelunya tertahan dengan sesaknya boxr langsung terlepas dan kini langsung menghantam wajahku.

Aku hendak memalingkan wajahku. Tapi kontol yang begitu keras dan kokoh dengan cepat menengai wajahku. Aku bisa melihat sekarang di antara kedua mataku, satu kontol yang kokoh yang ujungnya masih terbungkus rapi dengan kulit karena belum disunat. Aku bisa urat-uratnya yang menegang tanda kontraksi maksimal. Juga bulu lebat di bagian pangkalnya yang membuat penampakan kontol tersebut semakin sangat.

Glek. Aku menelan ludahku. Bayangan di kepalaku memutar adegan dimana kontol tersebut mencabik-cabik bagian dalam memekku hingga membentur dinding rahimku.

"Kok diliatin doang. Sana jilat."

"Guk..."

Dengan ragu aku menjulurkan lidahku. Mulai mengusap bagian ujung kontol tersebut yang rasanya asin dan tercium bau pesing yang menyengat. Begitu lidahku menyentuh bagian kulit kontol tersebut, bisa kurasakan kontol tersebut semakin menegang disertai dengan getaran pertanda darah semakin cepat melewati pembuluh di bagian kontol.

"Uuuooohhhh..."Pak Danu sampai memejamkan matanya merasakan sensasi belaian lembut dari lida yang senatiasa melantunkan kalimat suci.

"Hahahaha. Bagaimana pak? Hebat kan lidahnya?"

"Memang gak salah aku ke sini. Kapan lagi kan bisa nikmatin lidahnya cewek alim."

Pak Danu tiba-tiba mencengkram kepalaku yang masih terbaut sempurna dengan jilbab lebar. Telapak tangannya yang besar dan lebar membuat kepalaku tak bisa bergerak kecuali sesuai dengan kehendak Pak Danu.

Pak Danu menggerakkan tangannya memaju mundurkan kepalaku. Tangannya yang sangat keras membuat kepalaku mengikuti gerakkan tangannya.

Tahu akan kehendak Pak Danu, aku mulai membuka mulutku lebar-lebar. Berusaha agar semua kontol Pak Danu yang memiliki diameter besar untuk sepenuhnya masuk ke dalam mulutku.

Mulutku terasa sangat sakit karena rahang yang terpaksa untuk dibuka selebar mungkin. Kontol Pak Danu yang besar memaksa mulutku untuk terbuka maksimal. Gigiku bun berusaha kutahan agar tidak melukai kontol Pak Danu. Lidahku yang tertekan dengan kontol Pak Danu pun bergerak perlahan. Berusaha memberikan sedikit sensasi tambahan kepada kontol Pak Danu.

Kepalaku yang maju mundur memberikan ilusi kalau kontol Pak Danu timbul tenggelam masuk ke dalam mulutku. Aku berusaha memejamkan mataku. Berusaha memfokuskan semua perhatianku untuk memberikan kenikmatan pada kontol di mulutku.

Kurasakan tubuh Pak Danu mengejan. Sedikit aku bisa merasakan cairan asin dan amis yang mengalir masuk ke dalam mulutku. Sepertinya pelumas dari kontol Pak Danu mulai keluar.

Begitu aku merasakannya di lidahku, seketika saja tubuhku ikut mengejan. Teringat dengan kenikmatan yang sebelumnya kurasakan dengan lidah yang sama ketika melayani kontol. Sensasi yang seharusnya menjijikan namun juga membangkitkan syahwat lewat imajinasi yang memanjakan birahi. Sebuah keanehan yang aku sendiri tidak bisa menjelaskannya karena harunya sebagai seorang yang masih memiliki akal sehat, hal tersebut merupakan hal yang sangat menjijikan.

Tapi harapanku untuk merasakan semburan peju yang memuaskan mulut dan kerongkonganku harus pupus. Pak Danu justru langsung menarik kontolnya di detik terakhir sebelum pejunya terlepas masuk ke dalam mulutku.

Aku kecewa tapi tak dapat berbuat banyak. Pak Danu segera melepaskan cengkraman tangan di kepalaku kemudian langsung menjauthkan tubuhnya di atas kasur dengan nafas yang tersenggal-senggal sekana menahan ledakan peju tersebut telah menghabiskan sebagian besar nafasnya.

"Huh hampir saja."ucap Pak Danu menghela nafas lega.

"Loh, kok gak muncrat di mulut saja. Gak nanggung tuh."

"Enggak lah. Kan aku maunya muncrat di memekmu."

"Ih sayang bisa saja."Lisna tersipu malu.

Aku metap kecewa ke arah kontol Pak Danu yang maish menegang keras dan basah kuyup oleh ludahku. Entah mengapa aku teramat sangat mendambakan lelehan peju dari kontol perkasanya. Merasakan keras dan uratnya yang menonjol saja sudah membuatku birahi apalagi bisa merasakan langsung carian asin yang keluar dari kontol tersebut.

"Sudah yuk, langsung main saja."ucap Pak Danu setelah jeda beberapa saat untuk memberikan waktu pada kontolnya untuk menyusut.

"Siap."

"Eh anjing, kamu sekarang berdiri di dekatku. Tangan di belakang punggung. Diam dan liat kami main."perintah Pak Danu dengan suara keras.

Rahasia AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang