Bab 12

2.4K 19 2
                                    


Akhirnya setelah perjalanan panjang hampir 3 jam, truk berhenti. Bagian pintu box truk dibuka oleh beberapa orang yang sepertinya supir. Di sana aku mendapati jalanan yang panas berdebu. Cukup sepi karena dilewati hanya beberapa truk. Bagian pinggir jalan diisi dengan beberapa kafe sederhana. Ada juga beberapa truk yang terparkir tak jauh dari kafe-kafe tersebut.

"Kita sudah sampai?"tanyaku ragu.

"Iya. Di sini acaranya berlangsung."

"baik semua, ayo kita masuk."ajak Angeline memandu kami.

Dengan berombongan kami masuk ke salah satu kafe. Di lantai utama adalah meja resepsionis. Ada juga beberapa sofa dan meja. Tapi suasana nampak sepi dan kosong. Sepertinya memang tempat ini belum buka karena jam masih menunjukkan pukul 1 siang.

"Baik semuanya, berbaris di sini."perintah Angeline yang disambut dengan kami berdelapan yang berbaris dalam satu barisan memanjang.

"Nah, kalian semua sudah paham kan harus apa saja?"tanya Angeline.

"Sudah nyonya."

"Ok. Biar saya ulangi lagi penjelesannya. Kebetulan ada orang baru yang masih belum paham. Tapi sebelumnya, silahkan lepas dulu baju kalian."

Dengan serempak ketujuh perempuan di sampingku melepaskan gamis yang mereka pakai. Gamis itu telah sepenuhnya basah oleh keringat akibat perjalanan panas yang kami lalui. Tubuh mereka pun masih terlihat mengkilat oleh keringat.

"Anita."tegur Angeline.

"Eh iya..."jawabku tergagap.

"Lepas baju kamu."

Aku meneguk ludahku. Kalau aku yang dulu, pasti sudah langsung mendebat Angeline aas perintah gila yang dia sampaikan. Namun setelah melewati banyak hal yang jauh lebih gila membuatku dapat lebih menerima keadaan.

Aku pun menurunkan resleting pada gamisku hingga gamis tersebut jatuh di kakiku. Membuat tubuh mulusku yang basah oleh keringat dapat terlihat jelas. Hanya jilbab saja yang masih setia menutup seperti juga perempuan yang lain.

"Baik semua, kalian di sini untuk melakukan observasi soal bagaimana seorang perempuan harusnya bisa melayani laki-laki. Tentunya setelah dari sini kalian diharapkan untuk bisa meningkatkan keterampilan pelayanan kalian. Namun, sebagai pemula, kalian masih dilarang untuk terlibat langsung jadi untuk jaminannya, kalian akan selalu memakai chasity belt. Paham semua?"

"Paham nyonya."

"Nah, bisa kalian ambil dan pasang ini. Nanti kuncinya serahkan lagi ke saya."

Angelina menunjuk sebuah kotak di dekat meja resepsional. Begitu dibuka, rupanya berisi chasity belt dengan model yang seperti kupakai.

Ketujuh orang termasuk Kak Kamila kemudian berbondong-bondong mengambil chasity belt yang tersedia. Mereka lalu dengna cepat memasang chasity belt seakan hal tersebut bukanlah hal baru untuk dipakai. Setelah itu, mereka semua mengunci chasity belt dan menyerahkan kunci tersebut pada Angeline. Tentu saja karena aku sudah mengenakan chasity belt sejak tadi, jadi aku tidak memakainya

"Nah, untuk selanjutnya, kalian akan saya jelaskan beberapa aturan dan jadwal yang akan kalian lakukan selama ada di sini."

Kemudian Angeline segera menjelaskan jadwal kami. Tempat nista ini buka pada pukul 5 sore sampai jam 5 pagi. Selama waktu tersebut, itu jugalah yang menjadi jam kerja utama kami. Tapi bukan berarti kami tidak ada kerja. Sisa 12 jam lainnya adalah untuk bersih-bersih dan persiapan menyambut tamu.

Tugas kami sebenarnya cukup banyak. Malah mungkin sangat banyak jika dibandingkan dengan PSK yang ada di sini.

Pertama akan ada yang bertugas di meja resepsionis. Angeline bilang, meskipun di sekitaran kami adalah lingkungan kumuh dengan warung remang-remang yang berdiri di sekitar kami. Tempat ini adalah salah satu lokasi prostitusi ekslusif dengan harga yang tentunya sangat mahal. Sengaja memilih di tempat seperti ini untuk menghindari kecurigaan. Karena itu tamu yang datang kebanyakan adalah pejabat atau pengusaha kelas kakap. Untuk itu, butuh petugas resepsionis berstandar hotal ditambah kemampuan 'tambahan'.

Selain di reservasi, kami juga menjadi wanita 'pendamping' di beberapa bagian. Ada yang bertguas di ruang karaoke, ada juga yang akan menemani para klien berjudi ria di bagian kasino. Bahkan di sini juga ada ruang pijat dan spa yang harus didampingi juga oleh kami.

Tugas terakhir adalah melayani pada 'ladies' atau aku lebih suka menyebutnya sebagai pelacur atau lonte. Yah, meskipun setelah beberapa pengalaman yang kualami, aku masih ragu dapat menyebut mereka demikian tanpa merasa jijik pada diriku sendiri.

Sebagai pendamping, kami bertugas mempersiapkan kebutuhan para ladies di sini. Mulai dari pakaian sampai menyiapkan makanan. Kami juga harus mendampingi para ladies setiap kali bertugas. Angeline bilang kalau mereka memerlukan pengawas untuk memastikan tamu tidak 'aneh-aneh' selama waktu 'pelayanan'.

Angeline juga menyebutkan beberapa aturan yang harus kami patuhi selama dalam program ini. Akan ada denda besar jika kami melanggarnya.

Aturan pertama adalah, semua tamu boleh memakai seluruh tubuh kami. Mulai dari mulut, pantat, perut, hingga dada. Namun tentunya tamu dilarang untuk mencopot chasity belt yang kami pakai serta dilarang untuk meberikan luka permanen.

Aturan kedua adalah kami semua harus menaati para ladies di sini. Mulai dari memijatinya hingga menjilati vagina mereka. Para ladies juga diperbolehkan untuk menghukum kami selama dalam batas wajar.

Aturan ketiga, kami dilarang untuk menutupi tubuh kami dengan apapun kecuali dengan jilbab dan cadar yang kami pakai sejak awal. Harus menampakkan semua tubuh kami pada siapapun yang melihat. Kami boleh memakai pakaian ketika beribadah.

Selain ketiga aturan itu, ada juga aturan kecil dan remeh yang mempertegas ketiga aturan dan jadwal harian kami. Setelah menjelaskan semua aturan dan jadwal yang kami kerjakan, Angeline menyerahkan dokumen untuk kami tanda tangani.

Dengan terpaksa aku menandatangani dokumen tersebut.



Malam itu aku dan rombongan mulai bekerja. Sangat aneh rasanya kami bekerja apalagi dengan penampilan aneh yang kami kenakan. Berjilbab lebar lengkap dengan cadar tapi telanjang. Aku sam sekali tak mengerti isi kepala orang yang mula-mula mencetuskn ide program sinting ini.

Tapi di sinilah aku. Tak peduli segila apapun itu, aku haru memenuhi perintah yang diberikan. Padahal kalau dipikir, keputusanku sangat gila.

Aku sudah terang-terangan bugil di tempat umum. Boleh jadi ada yang mengambil gambar—meskipun aku belum bisa membuktikannya. Semua itu demi agar foto bugilku yang ada di tangan Bu Nayla tidak tersebar. Tapi jika dipikir lebih jauh, aku masih memegang foto bugilnya juga. Harusnya posisi kami sama-sama kuat. Lantas mengapa aku malah menuruti semua taruhan gilanya.

Ah, persetanlah. Aku sudah terlanjur menyeburkan diri dalam kegilaan ini. Jadi sekalian saja basah semua.

Tepat pada pukul 5 sore, aku mulai melihat mobil-mobil yang berdatangan. Bukan mobil biasa. Aku melihat berbagai merek terkenal seperti BMW, Tesla, hingga beberapa supercar seperti buggati, ferari dan jenis mobil lainnya. Sepertinya lokasi tempat ini cukup strategis dekat dengan ibu kota namun cukup pinggiran sehingga tidak menarik perhatian orang-orang. Aku cukup mengerti orang-orang berduit yang mengendarai mobil-mobil ini pasti tidak mau wajah mereka muncul dalam tabloid karena jajan PSK.

Sesuai dugaanku, para pelangganku mayoritas adalah orang-orang kaya dengan usia di kisaran 40 tahun ke atas. Mereka kebanyakan mengenakan jas dan juga kemeja kerja. Sebagian kecil yang berusia lebih tua terlihat hanya mengenakna kaus polo dan celana pendek. Sepertinya sebagian besar dari mereka baru pulang kerja dan langsung beranjak ke sini.

Aku saat ini bertugas di meja resepsionis di sebelah Kak Kamila. Semenjak tadi aku berusaha untuk menggerak-gerakkan tumitku yang pegal karena dipaksa menggunakan sepatu hak tinggi sebagai bagian dresscode yang harus kami kenakan selama bekerja di sini.

Tepat pukul 17.05, ada seorang pria paruh baya dengan kemeja yang terlihat acak-acakan mendekat. Kepalanya plontos dan cukup gemuk. Sekilas aku bisa melihat jam tangan yang nampaknya sangat mahal melingkar di tangannya.

"Selama datang di Club xxxx. Ada yang bisa saya bantu."ucap Kak Kamila sudah seperti seorang CS profesional dengan bahasa tubuh yang sangat sopan dan teratur dapat dilihat dari senyumnya dengan standar lebar dan tangan yang terkatup rapat di depan dada. Padahal sebelumnya kami belum mendapatkan pengarahan dan prosedur penerimaan tamu. Angeline menekankan kami harus belajar langsung dari pengalaman di sini.

"Oh, kamu pegawai magang di sini?"tanya pria tersebut.

Tak kusangka dengan sangat berani pria tersebut langsung mengulurkan tangan menyingkap jilbab yang dipakai Kak Kamila dan meremas toked miliknya.

"Ahhhhh...iii...iya...tuan...."

"Ohhh. Programnya sudah mulai ya."Pria itu mengangguk-angguk sembari masih meremas toked Kak Kamila."Siapa namamu?"

"Ss...saa..yaaa....Kamila...tu...ann..."

"Nama yang bagus."Pria itu mengalihkan pandangannya ke arahku.

Aku langsung bergidik melihat matanya yang seakan hendak menghalapku.

"Ini temanmu?"

"I...ii...iya...tuaannn...."

"Cakep juga."

Pria itu kembali menglurukan tangannya hendak menerkam tokedku.

Aku sebenanrya hendak mundur menghindari tangan tersebut. Tapi kemudian Kak Kamila langsung menggenggam tanganku dan memberi isyarat untuk diam.

Aku akhirnya mengehntikan gerakanku. Membiarkan tangan yang nista tersebut untuk menggenggam buah dadaku.

"Uhhhh..hhhhh..."Aku menggeram berusaha menahan sensasi birahi yang tiba-tiba bangkit ketika buah dadaku diremas agak kuat oleh pria tersebut.

"Siapa namamu, cantik?"

"Ahhhh....ahhhh......Saya, Ani...."

"Siapa?"Tanya pria itu tersenyum licik seraya memegang buah dadaku jauh lebih kuat dan keras.

"Anita...tuan...."

"Nama yang bagus. Seperti orangnya."

"Te...terima...kasih tuan."

"Memang gak salah ya kalian magang di sini. Semoga kalian di masa depan bisa jadi lonte yang baik dalam melayani tamu-tamu di sini."

"Ii..iiya....tuan..."

"Ok. Saya mau pesan ladies di sini."Pria tersebut akhirnya melepaskan tangannya dari buah dada kami.

Aku meringis kesakitan. Aku bahkan seperti masih bisa merasakan sengatan yang menjalar dari bekas cengkramannya.

"Atas nama siapa ?"

"Mmmmhhhh...yang rekomended siapa hari ini siapa?"

"Kami ada Lita. Dia yang paling senior di sini."Kak Kamila menyodorkan sebuah buku berisi foto-foto ladies di tempat ini.

Pria tadi nampak menekuni foto tersebut dengan wajah serius. Seperti layaknya orang yang akan membeli barang dengan uang yang ditabung dalam waktu lama.

"Ok. Saya ambil ini."

"Untuk pembayarannya mau pakai cash atau kartu."

"Cash saja."

"Totalnya jadi 2,3 juta ya, Tuan."

"Ok."Pria itu merogoh bagian belakang celananya yang rupanya terdapat amplok agak tebal. Dia mengeluarkan uang yang cukup banyak dan menyerahkannya pada Kak Kamila.

"Terima kasih tuan. Rekan saya akan mengantar Anda ke ruangan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rahasia AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang