"Berdiri...."kataku dengan suara lirih.
"Baik Nyonya."sahut Kak Nurul patuh. Dia langsung mengambil posisi berdiri sehingga aku bisa melihat tubuhnya yang bugil dengan menyisahkan jilbab yang masih setia membungkus kepalanya. Pandangannya sendiri masih mendunduk tak berani beradu pandang dengan kedua mataku.
"Berbalik."perintahku lagi. Mulai membiasakan diri dengan kekuasaan yang kini kumiliki.
"Baik Nyonya."Kak Nurul langsung berbalik. Kini memperlihatkan punggungnya yang mulus serta kedua bongkah pantatnya yang besar dan menggoda.
Aku meremas genggamanku di pangkal tongkat. Perlahan kusentuhkan ujung tongkat tersebut ke bagian pantat Kak Nurul.
"Ahhhhh...."Kak Nurul seketika mendesah kenikmatan ketika kulit pantatnya bersentuhan dengan ujung tongkatku.
Aku semakin mempererat genggamanku. Kubulatkan tekad dalam hatiku. Saat ini, aku sudah terlanjur tercebur. Lebih baik aku basah sekalian.
Kuangkat tanganku yang memegang tongkat dengan mantap. Kemudian dengan sekuat tenaga kuayunkan tongkat tersebut hingga mendarat keras di permukaan pantat Kak Nurul
"PLAKK!"
"AHHHHH...."Tubuh Kak Nurul sampai tersentak ke depan. Tapi bukannya berteriak kesakitan ia justru mendesah kenikmatan.
"PLAKKK!!!"Tak memberi jeda, kuayunkan kembali tongka tersebut nutk memukul pantat mulus Kak Nurul.
"Ahhhhhhh...."Kak Nurul kembali mendesah. Kulihat kakinya menegang berusaha mempertahankan posisinya.
"Mana terima kasihnya!"bentakku kejam.
"Ahhhh...teri—"
"Plakkk!!!"Tanpa ampun aku langsung memukul kembali pantatnya.
"Ahhhhhh....maa—"
"Plakkk! Pllakkk!! Plakkk!!!"3 pukulan sekaligus secara cepat menghantam pantat Kak Nurul.
Kak Nurul yang mungkin sangat terkejut dengan pukulan beruntun tersebut sekeika goyah. Tubuhnya terjatuh tapi masih tertumpu pada kedua tangannya.
"Plakkk!!!"Tanpa memberi ampun aku langsung memukul pantatnya. Keras sekali sampai Kak Nurul sepenuhnya tersungkur ke bawah.
"uuuhhhh...terima kasih su—"
"Plakkk"
Aku tak memberikan kesempatan bagi Kak Nurul untuk menyelesaikan kalimatnya. Pukulan demi pukulan terus memotong kalimatnya.
Hatiku seperti tergelitik menyakiskan pemandangan di depanku. Tak pernah kusangka akan seasyik ini menghukum orang lain. Mendaratkan pukulan demi pukulan tanpa orang tersebut bisa melawan.
Tapi melihat situasi di depanku justru menimbulkan rasa penasaran yang lain.
Kenapa Kak Nurul bisa menerima semua pukulan tersebut. Bukan hanya menerima melainkan menikmati.
Semua pukulan tidak menambah apapun melainkan kenikmatan pada Kak Nurul. Dia tidak melawan melainkan menerima dengan penuh rasa syukur. Bahkan Kak Nurul begitu mendambakan hukuman dariku.
"Kamu mau coba merasakan?"tanya sebuah suara tiba-tiba.
Aku yang sebelumnya termangu setelah mendaratkan rentetan pukulan akhirnya mengangkat kepalaku dan melihat ke depan.
Di depan wajahku, aku melihat Kak Andi yang tersenyum ramah ke arahku.
"Eh. Kak Andi,"ujarku tergagap,
"Kamu Anita kan?"tanya Kak Andi dengan nada yang teramat sopan.
"I..ii...iya kak."jawabku tergagap.
"Gak usah gugup begitu."Kak Andi tersenyum menenangkan."Bagaimana rasanya ?"
"Ehmmm...aku..."
"Ayo duduk dulu."ajak Kak Andi seketika langsung menggenggam tanganku.
"Eh."Ada rasa aneh ketika Kak Andi memegang tanganku. Rasa seperti tersetrum. Baru kali ini ada lawan jenis yang bersentuhan denganku. Sebagai orang yang senantiasa hidup dilingkungan orang yang alim, tentu aku tak pernah bersentuhan dengan lawan jenis.
Meski begitu, entah kenapa aku justru menuruti Kak Andi. Seakan ada dorongan yang menuntunku untuk menaati kata-kata dari Kak Andi.
Kami berdua ahirnya duduk bersanding. Sementara Kak Nurul masih terkapar di bawah.
"Jilat kakiku,"perintah Kak Andi tiba-tiba.
"Baik Tuan."
Tanpa kusangka, secara cepat Kak Nurul langsung bangun dan berlutut di depan Kak Andi. Kak Andi mengulurkan kakinya yang masih dibalut sepatu kemudian dengan sopan dan penu khidmat Kak Nurul menundukkan kepalanya.
Dari mulut Kak Nurul terjulur lidahnya. Lidah tersebut kemudian menyentuh ujung sepatu Kak Andi. Kemudian lidah tersebut menari-nari di permukaan sepatu Kak Andi sekaligus menyapukan liur ke seluruh permukannya.
"Sepertinya kamu sudah mulai belajar bagaimana cara mendisipkan seorang perempuan."tanya Kak Andi santai. Mengabaikan sepenuhnya sosok perempuan bugil yang menjilati sepatunya.
"Eh...saya...."
"Gak usah merasa aneh begitu. Lihat saja seklilingmu."
Aku mengedarkan kembali pandanganku ke sekeliling. Ke orang-orang yang saling menikmati permainan pukulan ini. Beberapa bahkan secara terang-terangan sudah melakukan hubungan sex.
Mereka sama sekali tak malu mempertontonkan kelakuan nista mereka. Bahkan mereka terus mendesah kenikmatan seakan hendak mengungumkan kalau mereka begitu bahagia melakukan perbuatan durjana tersebut.
"Kok mereka seperti gak punya malu ya?"tanyaku dengan nada lirih namun cukup untuk terdngar di antara keriuhan suasana.
"Kamu merasa aneh?"tanya Kak Andi.
"Siapa yang gak aneh melihat ini semua."
"Memang untuk orang normal ini semua tidak masuk akal."
"Berarti memang kalian ini gila."
"Kamu boleh bilang begitu,"Kak Andi terkekeh geli."Tapi bukankah kamu sendiri menikmati semua kegilaan ini."
Aku terhenyak."Aku..."
"Gak perlu mengelak."Kak Andi langsung menggenggam tanganku dengan sangat erat. Kedua matanya terpaku menatapku.
"Kak...."
"Tenang saja."Kak Andi mengulurkan tangannya dan mengelus kepala belakangku yang masih tertutup jilbab."Diam dan nikmati semua ini."
"Lepasin kak!"Aku mencoba untuk melepaskan diri dari cengkraman Kak Andi tapi tangan Kak Andi semakin erat menggenggam.
"Slurrrppp!!"Kemudian secara tiba-tiba Kak Andi menyosor wajahku dan mendaratkan sebuah ciuman panas ke permukaan bibirku.
"Mmmpphhhhh!!!!"Nafasku tertahan. Bibirku tertutup rapat karena tersumpal oleh bibir Kak Andi.
"Ahhhh...bibirmu lembut banget."Kak Andi semakin menarikku dekat ke dalam dekapannya.
"Kakkkkk...."
"Nikmatilah, Anita."Kak Andi mulai menggerakkan tangannya mengerayangi tubuhku terutama dada dan pantatku.
"Aaaahhhhhh!!!"Aku tanpa sadar mendesah. Tak tahan merasakan rangsangan yang diberikan oleh Kak Andi.
"Apa kamu mau mencoba dihukum juga, Anita?"tanya Kak Andi melepaskan pelukannya.
"Aku...."
"Apa kamu mau?"tanya Kak Andi lagi dengan nada menggoda.
Entah mengapa aku malah mengangguk. Bagaimana bisa aku menyetujui hal seaneh tersebut. Hal yang sangat bertentangan dengan ajaran yang kuanut. Bahkan sangat bertentangan dengan logika dan norma manusia normal.
"Bagus."Kak Andi mengangguk senang."Sekarang berlutut di samping perempuan itu."
Aku dengan tubuh bergetar malah menjatuhkan diri hingga berlutut di depan Kak Andi. Berdampingan dengan Kak Nurul yang saat ini bersujud di bawah kaki Kak Andi.
"Suju!"Kak Andi tiba-tiba membentak dengan kasar. Jauh berbeda dengan nada yang sebelumnya dia tuturkan.
Dengan tubuh bergetar aku langsung menjatuhkan wajahku ke lantai.
Tiba-tiba aku merasakan beban dan tekanan yang berat menekan kepalaku hingga wajahku semakin terbenam ke lantai.
Aku mencoba untuk mengangkat kepalaku melawan tekanan yang kuterima tapi seketika Kak Andi kembali membentak.
"Jangna angkat!"bentaknya keras seiring wajahku langsung tertekan ke lantai. Sekilas aku bisa melihat kalau yang menekan kepalaku adalah kaki Kak Andi.
"Sekarang kalian berdua adalah budakku. Kalian harus mematuhi perintahku. Paham?"
"Iya tuan."jawab Kak Nurul patuh sedangkan aku masih membisu. Tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan masih tak paham mengapa aku menuruti perintahnya.
"Jawab budak!"Kak Andi tiba-tiba saja menendang kepakau. Membuatku langsung tersungkur dengan rasa sakit yang menyengat.
Aku mengangkat kepalaku. Bertatapan dengan kedua mata Kak Andi yang menyorot tajam. Seketika aku tertegun. Tak pernah aku melihat aura seberkuasa itu dipancarkan seseorang. Bahkan karena melihatnya membuatku langsung menundukkan pandanganku. Tak kuat bersitatap dengannya.
"Jawab!"ulang Kak Andi dengan nada yang lebih menggelegar.
"Baik tuan."ujarku dalam posisi wajah yang tersungkur mencium lantai."Maafkan saya tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Asrama
RomanceSeorang mahasiswi baru diterima untuk tinggal di sebuah asrama perempuan. Dia tak sadar ada rahasia gelap penuh nafsu dari penghuni asrama tersebut