Siapa pun lawanmu, seorang petarung tidak boleh kehilangan nyali
dan percaya diri.
.
.
.
.
.Tahun 2022.
M A S A putih abu-abu, baru saja dimulai.
Suara-suara tumpah di dalam gor daerah, yang sejak dua jam lalu dipadati penonton. Sebab, ini harinya. Setelah dua tahun vakum, dia kembali. Kehadiran petarung hebat itu menarik sejumlah brand ternama untuk berpartisipasi. Para pengagum ingin melihat dia berdiri lagi di atas gelanggang. Para pengagum tidak akan melewatkan aksi luar biasa dalam menjatuhkan lawan. Dijuluki Tak Terkalahkan, dia telah mencetak 58 kemenangan dari 58 pertarungan Muay Thai. Orang-orang terus meneriaki nama yang melegenda, padahal batang hidungnya saja belum kelihatan.
Animo penonton sangat tinggi, untuk sekadar friendly match antara dua sekolah. Mereka datang karena butuh tontonan menarik atau lebih serius ingin mempelajari sesuatu. Baik yang mendukung juga yang menganggap sebagai musuh. Orang awam maupun profesional. Semua berdesak-desakan di tribune.
Euforia ini karena satu orang: Daniella.
"Setiap lihat aksi Daniella, gue jadi pengen ikut kursus Muay Thai. Tapi, sampai sekarang belum daftar. Kemauan tinggi, praktek males." Siswi yang memakai topi hitam membuka topik pembicaraan. Daniella selalu memberikan kesan yang kuat di setiap pertandingan, maka tidak heran mereka yang menyaksikan tertarik untuk mencoba seni bela diri dari Thailand itu.
"Cewek nggak pantes ikut Muay Thai. Nanti kulit lo kayak kulit biawak." Ditanggapi oleh siswi berkacamata.
Siswi yang memakai topi tertawa kecil. "Nggak papa, sih. Prinsip gue, di rumah boleh di-treat macam Princess Aurora, tapi di luar langsung cosplay ninja Hattori."
"Kerenn. Kalau kita lulus, pasti lo langsung direkrut FBI buat bangunin polisi tidur." Siswi berkacamata mulai berkelakar.
"Lihat tuh! Adik kelas yang tiap hari lo omongin." Siswi bertopi hitam menyenggol lengan temannya. Gerak mata mereka kini searah jarum jam yang menunjukkan pukul 13.00.
Gadis berkacamata mengunci objek dalam tatapan. "Ganteng tapi cewek. Mau bilang cewek tapi ganteng. Bingung, ah." Dilema yang rumit.
Orang-orang tidak jenuh memuji visual serta proporsi tubuh Nereya dan Janesa. Apalagi ketika melangkah berdampingan, dua keindahan disatukan. Perpaduan yang menarik.
"Ssst!" Gadis bertopi hitam mendesis sebagai kode agar segera diam, karena langkah-langkah kaki itu hampir dekat.
Janesa berjalan lebih dulu. Cantik dan feminin. Cardigan rajut putih sebagai outer, sementara dalaman tanktop berenda warna putih juga, tampak serasi dengan rok kuning floral yang panjangnya sampai di lutut. Sandal hak putih bertali tidak ketinggalan. Cukup sering bermain-main dengan gaya rambut, hari ini dikucir dua, semakin manis dilihat karena ada tambahan kepangan kecil di kedua sisi. Mini bag cokelat disilang ke bahu, dia tidak bisa pergi tanpa tas.
Diikuti Nereya yang selalu serba hitam entah cuaca bagaimana pun. Kemeja berlengan pendek, bagian punggung tergambar jelas plat nomor mobil. Seleranya unik. Nereya lebih nyaman berlenggang dengan tangan kosong, cukup dompet dan ponsel di dalam saku.
Janesa tahu, mereka sedang menjadi pusat perhatian. Gadis lain akan gelisah, merasa tidak nyaman dipantau banyak mata, lalu berjalan sembari menundukkan kepala. Dia berbeda. Percaya diri tambah membumbung.
"WOI!" Teriakan siswi berkacamata, cukup lantang untuk sampai ke telinga.
"Kalian berdua pura-pura nggak denger?!" Kesal karena suara yang keluar tidak ditanggapi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Camaraderie
Teen FictionMurid berprestasi? Itu bukan kami! Sekolah nggak usah dibikin ribet. Yang penting naik kelas. Eh, tapi.... kenapa tiba-tiba alurnya berubah? "Kita lihat setelah satu bulan nanti, apakah Bapak masih bisa meremehkan saya selantang ini!"