Jangan terburu-buru mengantongi sabar. Matahari masih bersinar, tunggu saja barangkali akan datang sebuah kabar yang menenangkan debar.
.
.
.
.
.Rabu, 23 Agustus 2023.
S E M A K I N ke sini, waktu beranjak cepat, satu hari terasa singkat. Nama baik kedua klub sedang dipertaruhkan.
Kehadiran mobil putih desain sporty menarik perhatian murid-murid. Tebak-tebakan dimulai. Kira-kira mobil siapa, karena sebelumnya tidak pernah terlihat di parkiran sekolah.
"Siapa? Rey?" Nama itu yang pertama terlintas.
"Gue nggak suka, saat anak-anak orang kaya mulai pamerin kekayaan mereka." Seorang laki-laki berkomentar. Sudah ditekan, tetapi iri menjalar seperti api di atas jerami.
"Lihat, lalu aminkan aja di dalam hati. Siapa tahu, suatu saat nanti lo bisa ngerasain posisi itu," ujar temannya.
"Amin."
Pintu di sisi kemudi terbuka. Kaki jenjang berpijak ke lantai. Dia turun dengan santai. Mulus, tidak terlihat bulu-bulu halus. Punya pinggang kecil idaman gadis-gadis dan senyum tipis yang manis. Rok selalu di atas lutut, ukuran kemeja pas dengan tubuh. Baru juga kemarin, dapat hadiah mobil baru. Bukan untuk merayakan sesuatu. Kebiasaan orang tuanya, berikan kejutan tiba-tiba. Dia, Lena Levinena.
Turun dari pintu lain di sebelah kursi pengemudi, gadis berkulit putih susu. Sepasang mata almond dengan ujung runcing, memberi kesan tegas dan sinis. Langsing, lemak-lemak jahat tidak betah berada di tubuhnya. Selalu elegan dengan gaya ponytail andalan. Davinka Galatea.
Tangan kiri Lena ditempelkan ke pinggang. "Honey, gimana penampilan gue hari ini?" Dia meminta pendapat Davinka.
"Lebih jelek dari kemarin!"
"Masih pedas seperti biasa." Lena tersenyum memperlihatkan sedikit gusi. Mata tertarik menyipit.
Keluar dari pintu tengah, tiga gadis dengan kecantikan yang berbeda.
Yang paling muda. Tampak malu-malu. Tipe kulitnya tergolong kuning langsat. Ketika gerbang bibir terbuka, tampak gingsul. Beberapa orang menyarankan untuk mencabut gigi itu dengan pertimbangan tertentu, tetapi dia tidak mau. Memiliki alis rapi tanpa bantuan pisau cukur. Dalam gendongannya, meringkuk tenang makhluk lucu bernama Baskara. Yang termuda di klub untuk saat ini, Safia Iansa.
"Bagus, Bas. Yang anteng, ya. Karena hari ini lo debut." Lena menepuk-nepuk tubuh yang gembul itu.
Kemudian, yang sering disebut-sebut keturunan penjajah. Yang pendek cuma tubuh, nyali boleh diadu. Rambut tidak pernah dibiarkan panjang, karena telah merasa cocok dengan potongan bob. Poni tidak ketinggalan. Pipi chubby seperti semangka dan mata bulat. Sering dipanggil bocil karena bertubuh mungil. Iya, Kiyomi Amorein.
"Poni gue gimana?" Dia minta pendapat Safia.
Safia menaikkan satu jempol. "Rapi. Cantik banget." Tidak pelit memuji.
"Fia, kaos kakinya nggak sejajar." Mata Lena sangat teliti. Kalau sudah bicara tentang kebersihan dan kerapian, hal terkecil pun tidak akan terlewatkan oleh matanya.
"Oh, iya. Makasih, Kak."
Safia kerepotan karena sedang menggendong Baskara. Maka Lena turun tangan membantu perbaiki kedudukan kaos kaki.
Terakhir, ketua yang selalu tampil modis dan percaya diri, tidak bisa jauh-jauh dari cermin. Senang mengubah-ubah tatanan rambut. Di antara semua bunga, dialah bunga tercantik. Kulitnya terang tetapi bukan yang terang sekali. Baik senyum maupun tatapan mata, sama berbahaya. Banyak yang terjerat, lalu jatuh cinta. Dijuluki nona narsistik. Hari ini rambut dikucir dua menggunakan pita cantik berwarna kuning, dengan tambahan kepangan-kepangan kecil yang mempermanis tampilan. Sebut namanya! Janesa Janari!
KAMU SEDANG MEMBACA
Camaraderie
Teen FictionMurid berprestasi? Itu bukan kami! Sekolah nggak usah dibikin ribet. Yang penting naik kelas. Eh, tapi.... kenapa tiba-tiba alurnya berubah? "Kita lihat setelah satu bulan nanti, apakah Bapak masih bisa meremehkan saya selantang ini!"