5.1 - Hari Spesial

166 5 1
                                    

Jangan cuma fisik, hati juga perlu dilatih. Sebab, bahagia dan sedih
seperti musim, berganti-ganti.
.
.
.
.
.

Jumat, 4 Agustus 2023.

S E D A N G berlangsung 3 jam pertama.

Tebak, mata pelajaran yang tidak disukai Janesa selain Bahasa Indonesia? Bukan, Matematika. Favoritnya eksakta. Lantas?Mata pelajaran yang menitikberatkan pada fisik. Menguras tenaga. Panas-panasan. Keringatan. Petunjuk cukup jelas. Ya, PJOK.

Untuk seseorang yang malas berolahraga, dia beruntung punya tubuh yang ramping dan berbentuk. Mewarisi gen ibu, karena Jani pun sama meski tidak lagi muda.

Praktek olahraga selesai lebih cepat. Waktu tersisa banyak, dipakai murid lain untuk bermain voli. Laki-laki perempuan campur. Baru saja Nereya mematikan lawan lewat smash yang tajam dan kuat.

"Rey! Rey! Rey!"

"Semangat Rey!"

Padahal itu permainan beregu, tetapi nama Nereya saja yang disebut, seolah yang lain blur.

Penggemar Nereya Magenta menunggu di tepi lapangan dengan berbagai jenis minuman dingin buatan pabrik, atau minuman yang diracik sendiri dari rumah. Tidak lupa masing-masing memegang handuk kering, yang wanginya lembut sekali.

Seakan keluar dari lukisan. Gambaran tubuh Nereya terlihat mengagumkan. Garis bahu yang indah, punggung tegak, perut rata, kaki jenjang. Angin bertiup menerbangkan separuh rambut, yang disugar pelan ke belakang. Sorak heboh terdengar.

Setiap gerakan tidak luput dari pandangan penggemar. Termasuk gestur kecil, seperti menaikkan alis atau pun mengernyit.

"Aduhh! Anak orang kenapa gantengnya kebangetan?"

"Lihat! Lihat! Jalannya aja secakep itu!"

Jalannya memang khas sekali seperti model. Pandangan dibuang ke samping, satu tangan di saku celana, sembari kaki terayun cepat dan teratur.

"Sisain satu yang kayak Rey! Nggak usah ditambahin topping!"

"Sisain dua!"

"Tiga! Gue juga mau!"

"Dia cewek woy!"

"Pura-pura lupa dulu!"

Berisik. Begitulah bila penggemar Nereya berkumpul.

"REEEEEEEEYYYY!!!" Seorang gadis berteriak gaduh, saat Nereya lewat persis di depan mata.

"Cuek banget astaga!"

"Lihat, ya. Gue manggil sekali aja, dia langsung noleh." Soal ini Janesa sangat yakin.

"Rey!" panggil Janesa. Itu pun tidak mengeluarkan tenaga lebih. Dia menggoyang-goyang handuk kecil ke udara.

Benar saja, detik itu juga Nereya menoleh. Tersenyum sambil melambaikan tangan.

"Bikin tanda hati, dong!" seru Janesa.

"Rey gue yang cool, mana mau disuruh bikin gituan. Kekanakan banget!" Siswi lain mengolok permintaan Janesa.

Tunggu! Tunggu! Nereya pasti sudah tidak waras. Dua tangan diangkat, menyatu di atas kepala. Hati besar terbentuk. Astaga! Benar-benar dilakukan seraya tersenyum tanpa beban. Pokoknya apa saja yang diinginkan Janesa sekali pun bertentangan dengan citra seorang Nereya Magenta.

Janesa mengibas rambut. Kali ini half up hair bow. Setengah rambut dijadikan pita, sisanya terjuntai. "Easy peasy lemon squeeze!"

Terlalu banyak gaya, dia terpeleset pada bagian lantai yang basah. Momen inilah ditunggu-tunggu lawan.

CamaraderieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang