1.2

42 6 0
                                    

"Pangsit kuah, Pak."

Jehan mencondongkan badannya ke depan, melihat tempat makan yang Bella buka di atas meja makan.

Pria Itu kembali menjauhkan badannya, berdiri kembali dengan posisi yang tegak, dan melirik Bella.

"Daging apa?"

"Ayam."

"Campurannya apa aja?"

"Cuman ayam, kaldu ayam, penyedap, tapioka, sama daun bawang,"

Jehan melirik isi tempat makannya itu kembali, lalu mengangguk. "Gak pakai udang, 'kan?"

Belle menutup tempat itu dan mengambil tisu tak jauh darinya. Kepalanya menggeleng. "Enggak. Kalau pake juga saya gak bakal tawarin, Bapak. Bapak alergi."

Jehan mengangguk kembali. "Boleh deh. Kamu taruh situ aja. Saya panaskan, sebentar."

Bella mengangguk. Dia mengedarkan pandangannya di dalam apartemen Jehan dan menangkap jam dinding yang hampir jam delapan malam.

Lebih dari dua jam berada di area Jehan, membuat Bella sedikit lelah dan ingin segera melompat keatas kasurnya, sekarang.

Setengah jam sebelum jam enam, Bella ditelpon kembali oleh Jehan, bahwa meeting nya dimajukan.

Beruntung unit apartemen mereka di gedung yang sama. Hanya beda lantai saja. Kalau Bella di lantai sepuluh, sedangkan Jehan di lantai 16.

Gak pakai lama, Bella langsung membersihkan diri dan dapurnya yang seperti kapal pecah. Dan tiba di rumah Jehan lima menit sebelum meeting dimulai.

Meeting berjalan dengan lancar. Sebenarnya, kolega China yang Jehan dan beberapa pimpinan di kantor meeting kali ini, tak banyak menggunakan bahasa Mandarin. Mereka lebih menggunakan bahasa Inggris untuk berinteraksi bersama.

Apalagi, rekan kerja Jehan yang orang China itu, sudah sering di Indonesia karena projek tambang yang dia kerjakan. Jadi, jika ada yang bercelatuk dengan bahasa Indonesia tanpa sadar, terkadang dia mengerti.

Bella nyaris duduk diam saja selama meeting. Memperhatikan, dan membahas hal yang sama saja setiap meeting. Tentang perkembangan, dan semacamnya.

Dia tau, gak ada gunanya melawan Jehan. Seperti ini sudah berkali-kali terulang selama tiga bulan bekerja bersama Jehan. Dia seolah ditarik hanya untuk menemani Pria itu, Bukan menjadi Translator ataupun apalah.

Hingga akhirnya meeting selesai 20 menit yang lalu. Dan kini sudah waktunya Bella harus kembali dan sadar diri bahwa dia tak boleh lebih lama lagi di dalam ruangan ini.

Meskipun Jehan belum mengusirnya dari tadi.

Bella menarik ringan otot-otot di tubuhnya. Dia menoleh pada Jehan.

Kakinya dia lilit tiba-tiba. Gelombang air dalam perutnya tiba-tiba ingin keluar. Dia menatap Jehan sedikit membungkuk, menahan kencingnya.

"Saya ke toilet dulu, Pak."

Jehan menatap Bella yang berlalu dari hadapannya setelah mendapat anggukan darinya. Menyaksikan punggung Bella yang mulai menjauh darinya dan masuk ke kamar mandi dekat pintu kamarnya.

Jehan berjalan masuk ke area perlengkapan masaknya. Pria itu mengambil panci lumayan besar dan menuangkan dengan perlahan makanan yang Bella bawa, untuk di panasi.

Tangannya membuka kulkas, dan mengambil bahan tambahan untuk dia tambahi dalam masakan Bella tersebut.

Berbalik badan, tangannya dengan mudah membuka rak-rak tinggi yang ada. Mengeluarkan dua mangkok lumayan besar dan menaruhnya dekat panci.

Jarak KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang