ĈĤĂPŤÊŘ [ 9 ]

105 14 10
                                    

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Cahaya matahari pagi menyilaukan mata. Luna perlahan membuka kelopak matanya, pandangannya masih kabur. Seketika, ia merasakan sakit kepala yang menusuk. Di mana ini? Pikirannya melayang, mencoba mengingat kejadian terakhir. Ingatannya buram, hanya samar-samar ia ingat sedang berada di sumur permohonan itu. Sekarang, Luna terbaring di atas rerumputan hijau, dikelilingi oleh tanaman teh yang menjulang tinggi.


Luna memeriksa pakaiannya, kusut dan penuh dengan tanah. Goresan kecil di telapak tangannya yang terasa perih menandakan ia benar-benar melewati malam itu. Ia mencoba berdiri, namun tubuhnya terasa lemas. Pertanyaan yang langsung muncul di kepalanya ialah, mengapa ia bisa sampai di tempat ini dan siapa yang membawanya ke sini. Luna membiarkan dirinya terduduk sebentar. Ia menatap langit tanpa awan di atasnya. Tiba-tiba wanita sekitar umur 40 an datang menghampirinya. Wanita itu menggendong ambul yang merupakan anyaman untuk menarik hasil memetik teh.

"Nak, kamu kenala?" tanya wanita itu yang jongkok di dekat Luna.

"Tidak apa-apa, Bu," jawab Luna yang sebenarnya bingung ia harus menjawab apa. Luna tak mungkin menceritakan hal yang terjadi padanya semalam. Ia akan dianggap gila, walau sekarang rasanya hampir gila.

Wanita itu memberinya sebotol air mineral, Luna merasa sungkan untuk menerimanya. Tetapi saat wanita itu meletakkan langsung pada pangkuan Luna, wanita itu tahu kalau gadis di depannya ini merasa haus.

"Minumlah, aku masih punya yang lain," ucap wanita itu. Akhirnya Luna meminumnya.

"Terima kasih, Bu," kata Luna, ia mulai meringis karena luka di tangannya semakin terasa sakit.

"Sebaiknya kamu kembali ke rumahmu," kata wanita itu.

"Ahhh!!"

Sebuah teriakan terdengar tak jauh dari mereka,  para pekerja mulai berkumpul mengamati apa yang baru saja ditemukan salah satu petani teh tersebut. Wanita itu membantu Luna berdiri.

"Ada apa?" tanya wanita itu pada salah satu temannya.

"Ada mayat," kata wanita dengan topi anyaman berwarna coklat.

Wajah-wajah orang-orang yang melihat mayat terlihat pucat dan tertegun. Ada yang menutup mulut, ada pula yang langsung menjauh karena tidak kuat melihatnya. Luna ikut melihat mayat itu dan betapa terkejutnya ia saat melihat kondisi mayat itu yang penuh dengan luka, perutnya langsung merasa tak enak, ingin muntah. Namun, Luna menyadari satu hal, baju yang dikenakan mayat itu ialah baju yang sama dengan yang pernah Ruka kenakan.

Luna berteriak histeris, tak menghiraukan bau menyengat itu lagi. Ia memeriksa bahu mayat itu dan menemukan tanda lahir yang sama yang dimiliki oleh Ruka. Salah satu pekerja itu menepis tangan Luna untuk segera menghindar, karena dia baru saja menelepon pihak berwajib untuk segera mengurus hal ini. Luna menangis, meraung, meneriaki, nama sahabatnya itu. Wanita yang tadi menolongnya memeluknya dengan erat.

Make A WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang