ĈĤĂPŤÊŘ [ 12 ]

96 7 5
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Laura merenung di kursi rodanya. Sup yang dihidangkan selagi hangat kini telah dingin. Darman yang duduk di sampingnya sudah lelah menyuruh istrinya makan. Luna yang baru kembali membawa daging ayam mentah yang baru dibelinya di pasar pagi ini membuat Laura menoleh dengan cepat. Menarik plastik itu dan menyobeknya depan wajahnya hingga potongan ayam segar itu berserakan. Laura mengigit daging mentah itu. Luna refleks menariknya hingga Laura meraung keras.

"Kembalikan!" teriak Laura. Kini Laura sudah bisa berbicara seperti dulu. Itu membuat Luna dan Darman senang. Tetapi tingkah Laura beberapa hari membuat ayah dan anak itu kebingungan. Banyak kebiasaan yang tak pernah Luna lihat dilakukan oleh ibunya. Seperti menatap jendela yang terbuka di jam 3 dini hari, lebih suka makanan mentah, dan kebiasaanya mengarungi dinding kamarnya.

Mau tak mau Luna memberi potongan sayap ayam yang masih mentah itu pada Laura. Wanita itu mengunyah tanpa merasa mual. Luna yang tak tahan segera berlalu ke arah wastafel, sepertinya sarapan pagi hari ini akan ia muntahkan.

****

Saat malam tiba Luna berada di kamar Laura dua jam yang lalu. Melihat Laura yang mengunyah rambutnya dengan tenang. Tatapan matanya terlihat kosong. Luna dan Darman sudah melarangnya namun berakhir dengan tangan Darman hang digigit Laura hingga berbekas. Luna mendekati ibunya dengan pelan.

"Ibu," panggil Luna namun tak digubris Laura.

Dengan hati-hati ia memegang pundak ibunya. Namun Laura berbalik menepisnya. Padahal Ibunya saat awal-awal mulai berbicara dengan lancar terlihat baik-baik saja, senyum yang membaw a kehangatan di dalam dada. Tetapi melihatnya yang semakin ke sini semakin beritngkah aneh saja. Rasanya ada sesuatu yang lebih gelap di balik kesembuhannya.

"Kau yang meminta ini!" ketus Laura.

"Tolong."

Dua kalimat yang diucapkan Laura itu terdengar seperti suara orang yang berbeda. Saat Laura mengucapkan kata tolong suaranya begitu pelan dan terlihat sulit diucapkan. Namun, saat mengucap kalimat awal suaranya begitu lantang.

"Apa maksud Ibu?" Laura jongkok dan menggunakan lututnya sebagai penyangga.

"Sumur itu, sumur itu, sumur itu, sumur itu, AGHH!" Laura menarik rambut Luna dengan kasar, beberapa helai terjatuh ke lantai. Darman yang mendengar dari arah luar bergegas masuk ke dalam rumah untuk memisahkan Laura dari Luna. Tetapi bagaimana Laura bisa tahu tentang Luna dan sumur itu.

Luna memegangi rambutnya yang acak-acakan. Ia tak marah walau kulit kepalanya terasa sakit dan perih. Luna malah memperhatikan baju dan celana ayahnya. Baju kaos putih memiliki banyak noda tanah dan ujung celana Darman yang basah.

"Ayah habis dari mana?" tanya Luna pada Darman yang baru selesai menenangkan Laura.

"Ayah habis menangkap ayam dan memotongnya," jelas Darman yang melewati Luna begitu saja. Pria itu pergi ke kamar mandi.

Untuk apa ayahnya menangkap ayam dan memotongnya malam hari. Apakah dia akan memberi makan ibunya dengan hal itu. Luna memggeleng seteakh beberapa pertanyaan yang semakin aneh terbersir di kepalanya. Mau tak mau Luna meninggalkan Laura yang masih melotot ke arahnya.

Luna ingin sekali bercerita pada seseorang. Namun, Ruka yang selalu mendengar keluh-kesahnya kini tak ada lagi. Saat ia merasa sedih, Luna teringat akan nama Lana yang sering disebut ibunya.

"Apakah sumur itu bisa memberi tahu siapa Lana?" monolog Luna sambil mengambil vitamin di laci kecilnya. Vitamin yang akhir-akhir ini Luna minum. Luna baru teringat kenapa ia tak pernah menanyakan vitamin apa yang ia minum selama ini pada Darman karena ayahnya itulah yang memberi vitamin ini. Acap kali meminum obat ini Laura merasa lebih baik dan tidur lebih nyenyak.

Karena rindu akan Ruka, Luna memnciba menelepom nomor Ruka. Baru saja ponselnha ingin ia letakkan di atas kasur, ponsel itu berdering menyatakan ponsel Ruka terhubung. Padahal ponsel Ruka tak aktif sedari dia hilang waktu itu. Bahkan ponsel itu tak ditemukan oleh pihak keluarga maupun polisi yang mengecek jejak-jejak Ruka di perkebunan teh.

Panggilannya diangkat.

"Halo?" ucap Luna namun hanya terdengar seperti suara gemerisik. Mengingatkan Luna pada suara statis televisi. Lalu panggilan terputus, saat mencoba untuk menelepon kembali ponselnya sudah tak terhubung.

Luna yang frustrasi langsung merebahkan tubuhnya.

Entah apa lagi yang akan terjadi, Luna membatin lalu memejamkan matanya perlahan hingga hanya kegelapan ynagvia lihat dalam pelupuk matanya.

***

Sore hari saat jalanan setapak di kebun teh terlihat sunyi Luna berlari menuju sumur permohonan itu kembali. Ia memberanikan dirinya saat ini, karena tak ingin kejadian malam itu terulang oleh sebab itu Luna memilih waktu sore berkunjung ke tempat itu.

Kali ini Luna terkejut saat tiba di sana, ada beberapa sesajen berupa makanan di dekat sumur. Luna yakin kalau ada seseorang yang datang ke sini dan tanaman beracun yang masih tumbuh malam itu kini bersih tampak jejak. Luna melewati pagar menuju sumur. Langkah kakinya terasa lebih berat saat tiba di sini. Kaki kanannya bahkan harus ia seret. Luna menatap ke seliling, berharap hanya ia yang ada di sini.

Tanpa merasa ragu lagi Luna mendekat dan menatap genangan air di bawah sumur. Nuansanya terasa berbeda seperti Luna berada di atmosfer lain.

Luna meneteskan darahnya setelah beberpa menit berusah menusuk telunjuknya dengan jarum pentul.

"Aku ingin tahu siapa Lana dan ke mana dia?" ucap Luna. Sepertinya gadis itu lebih memilih mengatakan hal ini di depan sumur daripada di depan Darman yang selalu menjawabnya dengan jawaban yang sama setiap saat.

Tak terjadi apa-apa membuat Luna tersadar, untuk apa ia kembali dan untuk apa ia meminta kembali. Luna benar-benar merasa hilang kendali dari pikirannya. Seharusnya Luna tak berada di sini, mengingat Laura yang sembuh dan kembali tetapi terlihat berbeda.

Tidak ada bisikan.
Tidak ada teriakan.

Luna bergegas pulang ke rumah dengan sedikit berlari karena ia seperti di kejar seseorang  padahal tadi kakinya terasa berat saat di sana. Luna menoleh berulang kali hanya untuk memastikan tak ada siapa-siapa yang mengikutinya. Tiba-tiba tubuhnya berhenti bergerak, ia mematung. Tubuhnya perlahan terangkat ke udara. Lehernya seperti ada yang menggenggam, matanya tiba-tiba memutih lalu Luna merasa tubuhnya seperti ditarik oleh sesuatu yang tak terlihat.

Dalam alam bawah sadar, Luna terbangun di dalam mobil yang sedang melaju. Ia menoleh melihat gadis di sebelahnya. Luna melotot, gadis itu mirip dengannya. Hanya saja gadis itu memiliki bibir yang lebih tipis darinya.

"Sudah kubilang itu punyaku!" kata gadis itu menunjuk kotak musik yang ada di tangan Luna.

"Lana," panggil Laura yang duduk di samping Darman yang mengemudi.

Panggilan itu tak digubris Lana, ia malah memilih untuk bertengkar dengan Luna. Hingga tiba-tiba Luna merasa semuanya menjadi gelap.

****

Jangan lupa untuk vote, komen, kritik, atau pun saran ya kawan-kawan. Terima kasih🥰

Make A WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang