Chapter 7 - Jembatan & Kita

5 3 0
                                    

   Pelajaran telah usai, sore telah datang menelan siang. Perasaanku yang kacau perlahan membaik. Aku tidak langsung pulang melainkan pergi ke sungai dengan jembatan di tengah kota. Suasananya sepi, sangat sepi, aku suka.

Tidak lupa aku membawa makanan bungkus yang bisa dimakan dimana saja. Yah sebungkus nasi kepal yang berisi ayam rica-rica. Perutku lapar, aku memakannya dengan perlahan agar tidak tersedak.

“Maaf.” Aku mendengar suara ini dengan sangat jelas. Perlahan kepalaku bergerak untuk menoleh kesamping. Mulutku yang tengah mengunyah seketika berhenti, mataku yang mengantuk langsung melotot, dan pada akhirnya mulutku terbuka karena terkejut.
“K-kau! Kenapa malah disini? Kau sadar kan kalau kau sudah tidak masuk 1 hari! Tidak ada surat, tidak ada informasi, dan tidak ada alasan yang jelas. Kau ku beri A.” Mulutku seketika berbicara cepat, tak peduli dengan rasa kecewa yang sampai sekarang masih membelengguku.

“Maaf, Thalassa.” Tangan besar dan hangat itu, perlahan menggenggam tangan kecil milikku. Hatiku terasa sesak. Aku yang sibuk mengunyah kini menangis sambil masih menggenggam nasi kepal. Thelonius mengambil nasi kepal milikku, menutup bungkusnya dan meletakkannya di pegangan jembatan. Dia memelukku dengan sangat erat, elusan juga dia berikan disela pelukan eratnya.

“Kenapa tidak mengabari?” Aku memukul dadanya saat bicara.

“Maaf aku tidak punya waktu. Kumohon tunggu aku 2 minggu saja.” Aku mengerutkan kening milikku.

   Kenapa harus 2 minggu? Lama sekali.

   “K-kau…, kau mau pergi kemana?” tanyaku pelan menatapnya.
“Ke suatu tempat, tidak lama Thala, hanya 2 minggu. Aku berjanji.” Aku meragukan dia, sangat ragu.

“Kau tau, aku tidak pernah percaya padamu. Apapun yang kau katakan bagiku semuanya bohong.” Dia tertunduk diam mendengar ucapanku. Kenapa harus menunduk kalau semuanya baik-baik saja?

“Kau tau, kau itu terlalu dekat untuk tidak diketahui, namun apa yang sekarang sedang kau sembunyikan dariku?” Mataku menatap tajam padanya, mencari jawaban yang selama ini ku cari-cari.

“Maaf kalau aku pembohong bagimu, maaf kalau aku belum bisa jadi t-teman yang baik bagimu. Maaf.” Thelonius berteriak dengan pelan. Teriakan laki-laki ini terdengar begitu pilu, aku tidak sanggup mendengarnya. Tangannya meraba tengkukku, menarik ke pelukan eratnya.

“Maaf kalau melukaimu, tapi itu yang aku rasakan. K-kumohon mengertilah.” Laki-laki ini masih mengusap rambutku, entah apa yang dia cari dari pelukan ini, namun yang pasti adalah kenyamanan.

“Aku hanya berharap agar aku bisa seperti ini selamanya denganmu Thala. Banyak hal yang belum bisa aku jelaskan, namun suatu saat kamu akan mengerti setelah waktunya tiba.” Usapan terasa jelas di pipiku, tangan hangatnya menyentuh pipiku dengan sangat hati-hati. Perasaan ini menghantuiku, aku membencinya.

“Kenapa harus menunggu waktu sih? Sesulit itu bicara padaku?” Aku masih memperjuangkan soal jawaban yang ku nanti sejak lama.

🕐

When The Time Takes You - Thessalonians Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang