01. Mimpi

223 28 34
                                    

"Setiap kali aku menatap mata mama, aku selalu merasa bahwa dia pantas mendapatkan anak laki-laki yang lebih baik dariku." -Shaga Arsenio.

______

"Mengapa kau ingin memasuki jurusan kedokteran? Hal itu tak akan berguna untukmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mengapa kau ingin memasuki jurusan kedokteran? Hal itu tak akan berguna untukmu. Lagi pula, kau satu-satunya anak lelaki di keluarga ini. Mama ingin kau menjadi penerus perusahaan ayahmu, itu saja."

Terlihat seorang wanita paruh baya tengah berbincang dengan anak laki-lakinya. Ia mengenakan kebaya berwarna biru tua yang tampak elegan seraya menatap matanya dengan tatapan tajam seolah ingin menembus jiwa anak laki-lakinya. Tubuh tegap dengan rambut yang mulai memutih di beberapa bagian. Kerutan halus menghiasi sudut matanya. Setelah mengatakan itu, bibirnya yang tipis terkatup rapat, seolah menyimpan segudang kata-kata yang belum terucap.

"Akan tetapi, aku tidak mau menuruti perintahmu terus-menerus. Memangnya kenapa jika memasuki jurusan kedokteran? Apakah itu hal yang hina bagi kalian?" Sentakan itu keluar dari mulutnya. Nada suaranya yang biasanya lembut, kini bergetar dengan emosi yang terpendam. Matanya yang biasanya berbinar ceria, sekarang memancarkan api perlawanan.

"Aku juga ingin hidup bebas seperti anak laki-laki pada umumnya, Ma. Aku tak mau hidup dalam kekangan kalian, terkekang oleh harapan dan keinginan yang bukan berasal dari diriku sendiri, ini sama saja seperti mencoba membunuhku dengan pisau secara perlahan, menghancurkan mimpi dan ambisiku sedikit demi sedikit."

"Jangan berlagak seperti anak paling menderita, Shaga Arsenio!" pekik sang ibu, suaranya bergema di ruangan tersebut.

"Kau ingin tahu apa yang membuatku ingin sekali menjadi seorang dokter, 'kan? Baiklah, akan kujelaskan. Di bumi ini banyak sekali orang yang membutuhkan bantuan, bahkan para pahlawan pun begitu. Jika orang lain menderita, pahlawan akan datang dan melindunginya. Namun, bagaimana jika sebaliknya? Saat pahlawan merasa sedih karena tak bisa menyelamatkan manusia yang mati akibat para iblis, siapa yang akan menghiburnya? Pahlawan memang selalu disukai oleh banyak orang, tetapi jika dia melakukan satu kesalahan, semua akan langsung membencinya dan melupakan kebaikan yang telah dilakukan oleh pahlawan tersebut. Hanya dokter yang bisa menyembuhkannya. Melihat orang kembali tersenyum dengan lebar, itu membuatku senang. Apalagi jika membayangkannya, ketika mereka gembira itu terlihat sangat imut bak boneka beruang putih, lalu mereka berkata 'terima kasih' seraya tersenyum dengan manis," jelas anak itu.

"Kau bahkan tak pantas menjadi seorang dokter," desis sang ibu, suaranya dingin dan menusuk. Kata-kata itu seperti racun, menghantam hati Shaga. Rasa sakit yang teramat sangat bak ditusuk belati.

"Memangnya kau layak menjadi seorang ibu? Pintar menghina, tapi tak mau berkaca. Terkadang manusia terlalu kuno dalam bermain logika, mengukur segala sesuatu dengan standar yang usang dan picik." Ia beranjak dari sofa yang tadi ia duduki. Langkahnya terasa berat, memasuki kamar tidur yang dihiasi dengan lampu kuning menyala, cahaya redup yang seolah menggambarkan suasana hatinya saat ini. Menutup pintu kamar dengan rapat, membentengi dirinya dari amarah yang terus-menerus menggerogoti jiwanya.

Luka Jubah Putih Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang