Hujan di luar. Dia membencinya dengan sangat. Hujan selalu mengingatkannya akan banyak luka yang harus dia tanggung sendiri. Rasanya menyakitkan. Dia tidak suka akan perasaan tak tenang yang terus menggelayuti hatinya. Merongrongnya terus-menerus hingga dia juga ikut membenci dirinya.
Tapi lebih dari semua itu, dia juga ikut membenci laki-laki yang kini duduk di sebelahnya. Ikut memandang ke arah hujan deras yang mulai membasahi taman kecil mereka.
"Sakura, maaf karena aku tidak bisa banyak membantu dan menemanimu." Katanya lembut sambil menyibak pelan anak-anak rambut yang menutupi wajahnya dengan tangannya yang besar.
Sakura tersenyum tipis. Sasuke dan kata maaf memang seperti sesuatu yang tidak bisa dipisahkan.
Maaf, aku terlambat.
Maaf, aku tidak bisa datang.
Maaf, aku harus pergi.
Maaf, aku tidak ada di sisimu.
Sejujurnya, dia sudah muak dengan kata-kata itu. Dia ingin marah dan mengeluarkan banyak kata kasar pada pria tampan yang rencananya akan menjadi suaminya kurang dari sebulan lagi.
Mereka akan menikah. Pernikahan yang sudah direncanakan sejak Sasuke melamarnya di hari ulangtahunnya. Hal yang membuat Sakura begitu bahagia dan berpikir akhirnya dia akan memiliki kehidupan bahagia seperti banyak dongeng putri raja yang mendiang ibunya sering bacakan saat dia masih kecil dulu.
"Lusa aku akan coba luangkan waktu untuk datang menemanimu melihat lokasi acaranya." Kata Sasuke lagi. Dia sekarang memang menjadi lebih banyak bicara daripada biasanya.
"Hmm... terima kasih. Tapi jangan memaksakan diri kalau tidak bisa." Jawab Sakura. Tatapannya masih lurus ke arah hujan yang dibencinya. Bayang-bayang kematian ibunya muncul di sana. Dia jadi merindukannya. Matanya menghangat. Namun dia tidak boleh menangis sekarang.
Dia tidak boleh lagi menangis di hadapan Sasuke. Itu hanya akan membuat pria itu semakin mengasihaninya.
"Tentu saja aku harus datang. Aku harus memastikan kalau tempatnya sesuai dengan yang kau inginkan, sayang." Ucap Sasuke yang terdengar begitu bersungguh-sungguh.
Dulu, ada masa di mana Sakura sangat menginginkan panggilan itu keluar dari mulut Sasuke. Dulu, ada masa di mana dia begitu bahagia hanya karena dipanggil seperti itu.
"Tidak apa-apa. Aku bisa memastikannya sendiri."
Sasuke menghela nafas. "Kau marah karena aku tidak pernah menemanimu kan? Aku benar-benar minta maaf, Sakura. Aku begitu sibuk."
Kata maaf lagi.
Apa Sasuke tidak bosan mengatakannya?
Suara alarm oven yang tadi dihidupkannya menyelamatkan mereka dari suasana canggung itu. Sakura cepat berjalan kembali ke dapur. Sasuke mengekor di belakangnya. Pasti masih menunggu hingga Sakura mengatakan kalau dia tidak marah padanya.
"Makanannya sudah siap, Sasuke. Kau tunggu saja di meja makan. Aku akan menyalinnya dulu." Ujarnya untuk mendorong Sasuke menjauh. Dia butuh jarak dari pria itu sekarang. Tapi tentu saja Sasuke tidak akan dengan mudah mengikuti permintaannya sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya.
"Aku tidak marah, Sasuke." Ucapnya lagi sambil memaksakan senyum.
"Terima kasih, Sakura."
***
Menikah dengan Sasuke bukan lagi sesuatu yang diinginkannya. Karena dia tahu perasaan sesak di dalam dadanya akan terus bermukim di sana jika dirinya bertahan dengan Sasuke.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART OF BLUE - ONESHOT VOL. VII
Fiksi PenggemarSASUSAKU ONESHOT COLLECTION VOL.VII