Langit nampak mendung dan angin berhembus menerpa wajah juna yang nampak basah karna sedari dia sampai pada makam sang ayah tak hentinya menangis dan bercerita panjang mengenai kehidupannya dengan sang papa di desa.
Mereka sampai disaat hari sudah beranjak sore dan haksa memutuskan akan mengunjungi suatu rumah sebelum mereka memutuskan pulang kembali ke desa.
Cape pasti tapi kalau harus berhari-hari disini haksa tidak bisa, sebuah bayangan kejadian kejadian lalu terus saja berdatangan dan berputar bak kaset rusak di kepala haksa membuat dirinya hanya diam menatap kosong makam reza sedari tadi, bahkan dia hanya berdiri diam di belakang juna yang masih saja sibuk bercerita pada makam reza.
"juna seneng bisa banggain ayah sama papa karna hasil kerja juna, juna juga seneng banget bisa datang kesini buat ngobrol langsung sama ayah"
"maafin juna ya ayah, maaf karna juna baru bisa datang. Nanti ayah datang ya ke mimpi juna, juna kangen banget mau liat wajah ayah, juna ga inget betul sama wajah ayah karna udah lama" ucapnya dengan suara sedikit bergetar karna menahan tangis walaupun bibirnya tersenyum tapi tetap saja juna memendam rindu yang teramat pada sang ayah membuatnya ingin trus menangis untuk meluapkan semuanya.
Bahkan medali dan piala yang dia bawa dari jauh dengan hati-hati sekarang sudah ada di atas makam reza.
Juna kalungkan medalinya pada nisan sang ayah, inginnya dia tinggal disini saja medalinya tapi tidak. Nanti bisa hilang dan juna tak mau itu hilang, medali itu adalah medali keduanya dalam tim basket jadi dia harus jaga dengan baik, karna itu untuk orang tuanya kalau hilang itu sudah bukan lagi miliknya dan juna tak mau itu.
Kita kembali pada juna yang sekarang tengah berdoa dan kembali menabur bunga untuk sang ayah, dia tersenyum dan akan berpamitan untuk pulang tapi sebelum itu dia melihat dulu sang papa yang sedari tadi hanya diam.
Juna berdiri dan mengusap lengan haksa. "papa kenapa? Papa sakit?" tanya nya karna dia melihat wajah haksa pucat.
Karna memang haksa merasa pusing entah kenapa padahal tadi dia baik-baik saja. Setelahnya dia ambil tangan juna dan mencoba tersenyum dan menggeleng pada juna.
"papa gapapa, kamu sudah selesai? Kalau sudah ayo ikut papa kita mau ketemu seseorang. Setelah itu kita pulang"
Juna menghela nafasnya. "sudah pa juna juga sudah berdoa buat ayah, tapi papa gabohong kan? Papa gasakit?"
"engga kok sayang, jadi kalau udah setelah ayo kita pergi tapi sebentar ya papa pamitan dulu sama ayah, kamu tunggu di sana jangan jauh-jauh" tunjukknya pada pohon yang tak jauh dari makam reza.
Juna mengangguk dan dia mengambil medali serta pialanya kembali untuk di masukkan kedalam tas dan setelahnya pergi dari sana sesuai perintah sang papa.
Sedang haksa dia berjongkok dan mengelus nisan reza, suara tangis coba dia redam agar tidak terdengar oleh juna yang berdiri tak jauh di belangkanya.
Haksa tak banyak bicara dia hanya bilang. "aku tunggu kamu untuk kembali" dan setelahnya dia berdoa dan berpamitan pada reza untuk pulang.
Sebenarnya dia ingin sekali bercerita panjang pada reza tapi haksa tahan, dia tak mau kelepasan menangis keras di hadapan juna.
Dan haksa juga percaya keajaiban itu pasti ada, dia harap tuhan mendengar ucapannya dan mengembalikkan reza padanya walaupun kemungkinan itu terjadi sangat kecil menurutnya.
Akan tetapi dia tetap mempercayai itu semua dan minta pada tuhan.
Satu lagi, kalau bukan karna minpinya semalam dia taakan berani meminta seperti ini, dalam mimpinya satu orang pria mendatanginya dan mengatakan kalau haksa harus sedikit lebih bersabar lagi menunggu reza.
Haksa tahu itu bunga tidur tapi lagi-lagi dia percaya dengan keajaiban tuhan.
TBC.
Dikit banget ya? Tapi gapalah ya 😁✌