part 8

124 14 0
                                    

Happy reading.




Saat ini Chio tengah berjalan mengelilingi komplek perumahan dengan memanggil-manggil sang ayah, "Daddy hiks Chio tersesat. Daddy."

Sebelumnya Chio memang tengah di halaman depan rumah namun melihat kelinci yang lucu tengah melompat-lompat membuat Chio mengikuti kelinci itu dan berakhir dirinya tersesat walaupun masih dalam perkarangan komplek tetap saja Chio masih lah anak-anak yang dalam pengawasan orang tua.

Chio benar-benar takut karna hari mulai gelap, "Daddy Chio takut."

Dengan terisak Chio berjalan tak tentu arah dengan perasaan yang benar-benar takut. Bahkan Chio tak menyadari jalan di depan nya ada kubangan air yang membuat dirinya terjatuh berakhir kaki nya terluka.

Chio menangis menjerit karna kaki nya terluka, "Kaki Chio sakit huwee."

Terlihat mobil hitam berhenti tepat samping Chio yang sedang menangis dengan rintihan sakit.
Pintu mobil terbuka menampilkan pria dewasa dengan berjalan menghampiri Chio yang terduduk.

Pintu mobil terbuka menampilkan pria dewasa dengan berjalan menghampiri Chio yang terduduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria dewasa itu bersimpuh di hadapan Chio, Chio menatap pria dewasa itu dengan takut.

"Om hiks jangan culik Chio," ucap Chio dengan terisak.

Pria dewasa itu terkekeh geli, gemas karna melihat wajah Chio yang memerah karna menangis di sertai hidung yang memerah.

"Om tidak jahat, nama mu siapa?" tanya pria itu.

"Chio."

"Kaki Chio biar om obatin hm, ayo om gendong," ujar pria itu. Chio mengangguk kan kepalanya dan pria itu menggendong Chio dengan langkah berjalan ke arah mobil.

Chio menatap pria itu yang menggendong dirinya lalu bertanya, "Hum nama om siapa?"

Pria itu tersenyum lalu menjawab, "Mahendra panggil saja om mahen."

Chio mengangguk-angguk kecil. "Chio lucu mengingatkan om dengan seseorang," ucap Mahen dengan mendudukkan Chio di kursi mobil.

Chio penasaran siapa 'seseorang' itu, "Orang itu siapa?"

Mahen menatap sendu jalanan di depan nya, "Orang itu sangat cantik dan lemah lembut."

"Chio ikut ke rumah om saja mau? Om tidak tau rumah Chio dimana," tanya Mahen.

Chio mengangguk kan kepalanya, "Hum Chio mau tapi nanti Daddy khawatir karna Chio gak pulang."

"Besok om anter pulang," ucap Mahen.

"Oke."

.
.
.
.
.
.

Saat ini Maudy tengah menangis yang berada di pelukan Juan. "Mama tenang dulu. Aku yakin Chio masih di sekitaran komplek ini," ucap Juan.

"Cari Chio sampai ketemu Juan. Mama minta maaf Juan," ujar Maudy dengan terisak.

"Itu bukan salah mama. Mama masuk kamar, aku mau cari Chio," kata Juan.

Maudy mengangguk kan kepalanya lalu berjalan menuju kamarnya.

"Chio kamu dimana nak?" Juan memijat pelipisnya yang pusing.

Sepertinya ia harus meminta bantuan Julian. Julian teman nya sekaligus adik tingkat nya dulu, walaupun Julian memang belum lulus.

Juan sudah mencari-cari hingga tengah malam namun nihil tak kunjung bertemu dengan Chio. Dengan helaan nafas kasar dan memijat pelipisnya yang pusing, Juan memutar balik arah mobil nya menuju rumah nya. Esok hari ia lanjutkan mencari Chio dengan di bantu Julian.

Berbeda dengan Chio yang saat ini tengah tertidur pulas di ranjang milik Mahendra. Mahendra tinggal di apartemen yang tak jauh dari perkarangan komplek tempat tinggal Chio.

Mahendra memutar tubuh nya dengan menyamping menatap Chio yang pulas. Seulas senyum terbingkai di bibirnya, Mahendra mengelus pucuk kepala Chio dan mengecup kening Chio singkat. Entah lah seperti ada dorongan di dalam diri Mahendra untuk melakukan itu, hati nya terasa tenang melihat raut wajah Chio yang polos dan menggemaskan.

Mahendra menghela nafas gusar, ia merutuki dirinya yang terlalu bodoh dan brengsek. Andai waktu itu ia tak melakukan kesalahan yang fatal. Mungkin kah anak nya akan seumuran Chio?

Penyesalan di dalam dirinya membuat hidupnya di hantui rasa bersalah, hingga malu menunjukkan batang hidungnya pada keluarga nya. Ia jadi merindukan sosok ibu nya.

.
.
.
.
.
.

Hari senin adalah hari yang paling tidak di sukai oleh Giselle. Dengan jenjang kaki yang melangkah malas menuju lapangan untuk upacara. "Bolos yuk," ajak Giselle kepada teman seperjuangan nya.

Plak!

Karina memukul pelan lengan Giselle sehingga Giselle mengaduh sakit, "Kita udah di lapangan, yang ada di hukum sama guru BK."

Giselle menggaruk pipinya yang gatal dengan cengengesan.

Upacara di mulai dengan Giselle yang sedari tadi mengeluh membuat ketiga teman nya memutar bola matanya malas.

"Giselle," panggil Naomi.

"Apa?" tanya Giselle.

By the way, mereka berempat sudah di dalam kelas.

"Lo punya hubungan apa sama kak Jeno?" tanya Naomi.

"Lo pacaran ya?" tanya Winter.

"Atau jangan-jangan Lo simpanan kak Jeno?" tanya Karina dan langsung di dapatkan tatapan nyalang dan juga geplakan dari Giselle.

"Sembarangan ya Lo Karinul," kesal Giselle.

"Nama gue Karina, enak aja ganti-ganti," decak Karina.

"Udah ah kalian berdua kenapa jadi ribut? Jawab pertanyaan gue Giselle," ucap Naomi.

"Gue gak ada hubungan apa-apa cuma saling kenal doank," jawab Giselle sembari menyeruput air putih yang ia bawa di rumah.

Naomi memicingkan matanya, "Yang bener?"

"Gue gak percaya, kalau emang saling kenal masa Lo ngajak bapak nya si Chio ke mall. Main sama kita bertiga sekaligus ngedate kan Lo?" Ujar Winter.

"Nah bener tuh apa kata si Winter," sanggah Karina.

Giselle memutar bola matanya malas sekaligus berdecak, "Bodo amat lah males gue cerita nya."

"Dih," sinis Karina.

"Ouh iyah Lo utang cerita sama gue, sejak kapan Lo bisa deket sama Chio terus ketemu nya di mana?" ucap Karina.

Giselle benar-benar geram dengan ketiga temannya, mulut nya ini males cerita panjang lebar malah di tanya beruntun.

"Nanti aja lah, Bu Lilis udah masuk tuh. Yuk belajar yuk," kata Giselle sesekali menahan tawa melihat ketiga temannya yang di guncang penasaran.

TBC

Jangan lupa vote dan komen.

Badgirl & Mr. CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang