Hari Hujan

45 3 1
                                    


Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Anya dan Binta bergegas buat beresin meja mereka karena langit kelihatan mendung. Hari ini rencananya, mereka mau nonton sepulang sekolah. Jam 3.30 filmnya mulai, tapi dua bocah ini belum beli tiket. Alhasil tercepot-cepotlah mereka menuju mall yang letaknya nggak begitu jauh dari sekolah. Tapi yaa namanya lari-lari pasti capek juga, apalagi udah mulai gerimis. Bisa aja sebenarnya Anya dan Binta keluar naik motor, tapi sialnya tadi pagi motor Anya nggak bisa nyala. Karena buru-buru diapun ke sekolah naik ojol dan nggak sempat bilang Binta. Daripada naik angkot yang jaraknya terlalu dekat, mereka sepakat untuk jalan kaki aja.

Untungnya hujan baru turun deras waktu mereka sampai di pintu mall. "Pake duit lo dulu, Nya," kata Binta saat mereka antre. Filmnya udah mulai 1 menit yang lalu, tapi biasanya masih mutar iklan rokok, kan?

Anya memincingkan matanya ke arah Binta, "bayar tapi ye, jangan pura-pura lupa lo," Binta mencubit kecil lengan Anya, "iye setan" katanya. Singkat, padat, malas ribut.

Binta lagi asik melihat sekitar saat Anya memesan tiket. Pandangannya berhenti pada kerumunan anak cowok yang familiar bagi dia. "Nya, itu temen lu bukan? anak SMA 2 tuh!" serunya. Anya menoleh ke arah yang ditunjuk Binta. Benar, itu temen Anya. Benar juga, itu anak SMA 2. Tapi Anya gak expect kalau salah satu dari anak disana adalah


Jefri...


dan teman tongkrongannya yang pernah Anya lihat sekilas. Mungkin saat mereka main ke rumah Jefri, Anya pernah berpapasan. Tapi nggak ada yang Anya kenal. "Iya lagi," raut muka Anya mulai suram. "Diem-diem aja nta," kata Anya pada akhirnya. Setelah mendapat tiket, mereka berdua langsung cabut ke teater 2 untuk nonton.

🏡🎈🧩

Selama film berlangsung, Anya dan Binta nggak menikmati sama sekali. Pasalnya, Anya mendadak flu didalam teater. Mungkin efek kehujanan dan AC bioskop yang kayaknya bisa buat bikin es kristal itu. Alhasil Anya hanya bisa menahan hidung melernya pakai tisu. 

Begitu selesai nonton, Binta dikabarin Mamanya kalau dia sudah dijemput. Kebetulan, orangtua Binta termasuk strict parents, jadi dia dibatasi untuk pergi keluar sama teman. Tapi Mamanya masih toleran kalau perginya sama Anya, karena mereka udah kenal dan bersahabat sejak SMP. Cuma ya gini, suka tiba-tiba jemput aja. Gara-gara kehujanan tadi, Anya jadi risih mau pulang dan mandi. Tapi nampaknya hujan masih enjoy aja mengguyur jalanan walau udah nggak seberapa deras. Masalahnya, tarif ojol di berbagai aplikasi mendadak jadi nggak masuk akal. Anya jadi serba salah. 

Asik memainkan handphonenya bikin Anya nggak sadar kalau dibelekanganya ada seseorang yang mengawasinya. Siapa lagi kalo bukan Jefri. "Heh, Anya!" sapanya tanpa rasa bersalah. Anya yang sejak tadi menghindar, merasa kalau upayanya sia-sia. "eh" respon Anya kayak orang setengah sadar, abis kena gendam. "kok lu disini sih?!" kesalnya.

"Lah ya suka-suka gue lah" Iya juga sih. Jefri mengintip ke arah handphone Anya yang menampilkan aplikasi hijau. "Bareng gue aja pulangnya, mau gak?" tanya Jefri sembari memakai bomber hijau army yang tadi dia sampirin di pundak. "Lumayan, gratis" lanjutnya.

Semalas-malasnya Anya ketemu Jefri, otaknya masih waras dan logis. "Iyadah, nebeng ya Jef,".

🏡🎈🧩

Rasanya kalau begini, hidung Anya pengen dicopot aja deh. Kenapa pula, ini pilek harus muncul sekarang?! Dan yang bikin dia nggak kuat adalah Jefri lagi mandangin dia lewat spion. Tatapan matanya menyiratkan rasa..kasihan?

"Apaan Jef?" Anya mulai risih dipandangin begitu. "You okay?" tanya Jefri, nadanya biasa aja tapi entah kenapa Anya kesel dengernya. "Lo sama siapa tadi? kok ditinggal sendirian?" tanya Jefri. Kepo dia. "Sama temen gue, tapi dia dijemput duluan," Anya pun jawab sebisa mungkin karena hidungnya mulai meler lagi. "Kalau lo?" basa-basi aja daripada diem-dieman. Bukannya menjawab Anya, Jefri malah menepikan motornya dan berhenti didepan apotek. 

Anya refleks turun dari motor dan mengikuti Jefri yang masuk duluan. "Ngapain woi?" Anya takut dibeliin tespack. Jefri melihat dia sebentar dan menahan ketawa. Paniknya Anya macam anak kecil yang mau disuntik. "Mbak mau panadol hijau 1 strip," kata Jefri. Sontak Anya kaget kecil, Jefri terkikik. "Tuh idung udah macem badut sulap coy, merah banget. Nanti lu pulang gaada yang ngenalin lagi," ini manusia dari bayi emang hobinya ngeledek apa gimana sih. Anya cuma bisa nyubit pinggangnya Jefri, dia malah makin ngakak. 

🏡🎈🧩

Jefri melirik ke arah tangan Anya yang menumpu di pundaknya ketika dia turun dari motor. Setelah memastikan gadis itu bisa turun dengan aman, Jefri membuka kaca helmnya. "Makasih ya, Jef," kata Anya. "Ohiya, jaketnya gue balikin besok ya, gue cuci dulu" lanjutnya. "Boleh, pake deterjen, jangan sabun kodok ya" respon Jefri selalu bikin Anya pengen nampol. "Bawel" sewot Anya sambil menuju pagar rumahnya. Jefri ketawa-ketiwi lagi. 

Anya langsung cepat-cepat masuk, meninggalkan Jefri gitu aja. Ya walaupun Jefri juga langsung tancap gas ke rumahnya. Sesampainya di kamar Anya gak sadar kalau dia memandangi jaket yang dia pegang sambil senyum-senyum. Episode Jefri langsung bergegas ke apotek buat beliin dia obat terputar di otaknya. 'Kayaknya Jefri nggak seburuk itu'. 

🏡🎈🧩

Hi! :)

Maaf sempat vakum wakakaka life doesn't go as planned and I have prioritize some things. Semoga kalian bisa mengerti hehehe. I will try my best to keep this story updated ya.

Sekali lagi mohon maaf, sehat-sehat buat kalian yg setia nungguin Voisinage🫰

xoxo!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VoisinageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang