12 : Keseriusan Pemuda Rajendra

52 15 2
                                    

Happy Reading 📚

"JINGGA, ayo menikah."

PLAK!

"Kemala...?"

Suara lirihan itu berasal dari Dilan, pemuda itu kaget melihat tindakan Kemala yang menampar pipinya sendiri. Wajah Kemala melongo kaget melihat Aksara yang menggunakan bahasa isyarat secara tiba-tiba untuk berkomunikasi dengan Jingga. Terlebih ketika membaca apa yang pemuda Rajendra itu katakan dalam bahasa isyarat. Dilan yang juga mampu berkomunikasi dengan bahasa isyarat itu pun juga sama kagetnya dengan Kemala.

Di sisi lain, ada Jingga yang masih bergeming tak memberi respon. Gadis Adimanta itu masih diam di posisi duduknya, menatap Aksara yang kini mengerjap menunggu respon darinya. Sama seperti dua temannya yang lain, Jingga pun kaget. Pertama, karena ini adalah kali pertama ia melihat Aksara berkomunikasi dalam bahasa isyarat. Dan kedua, arti bahasa isyarat pemuda itu yang mengajaknya untuk menikah.

Jingga tak menampik bahwa jantungnya kini bekerja ekstra.

Tak kunjung menerima respon, membuat Aksara sedikit panik. Pemuda itu meraih ponselnya, mengetik dengah cepat di sana.

"Apa kamu ngga paham dengan bahasa isyarat yang saya lakukan tadi?"

Aksara menyodorkan ponselnya pada Jingga, respon gadis itu pun lagi-lagi sama. Hanya diam setelah membaca kalimat yang Aksara ketik di sana.

Aksara menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia kembali mengetik. "Jadi beneran salah ya? Aduhh, padahal saya sudah belajar itu dari tiga hari yang lalu. Lain kali saya coba ulangi, supaya sempurna."

Aksara menyodorkan ponselnya, memberi akses untuk Jingga membacanya. Ada perasaan kecewa pada dirinya sendiri mengetahui bahwa kalimat yang ia pelajari dalam tiga hari terakhir ini tak tersampaikan dengan sempurna kepada Jingga. 

Kali ini Jingga meraih ponsel Aksara, mengetik jawabannya di sana. "Saya sudah bilang kalau saya ngga hamil. Kenapa kamu masih ingin mengajak saya menikah?"

Mata Aksara terbelalak membaca kalimat Jingga. Pemuda itu lantas mengangkat pandangannya, menatap gadis di hadapannya itu. "Kamu ngerti?" Tanyanya bersuara.

Jingga mengangguk dengan wajah tenangnya.

Aksara mengerjap ketika melihat respon Jingga. Pemuda itu kembali mengetik kalimatnya dengan cepat. "Saya juga ngga tau alasan pastinya. Tapi yang saya tau, saya menginginkan kamu."

Wajah Jingga masih tetap tenang ketika membaca deretan kalimat itu. Gadis tersebut menghela nafas pelan, lalu menjawab.

"Maaf, tapi saya ngga ingin menikah dengan kamu."

Membaca satu kalimat balasan dari Jingga terasa menohok relung hati Aksara. Bahu pemuda itu meluruh, raut kecewa tergambar di wajahnya. Aksara kembali mengetik di layar ponselnya.

"Kenapa?"

Jingga menarik nafas dalam. Ada banyak alasan kenapa dirinya tak ingin menikah dengan Aksara.

Gadis itu menarikan jemarinya pada layar ponsel. "Karena kamu adalah laki-laki yang melecehkan saya. Apa kamu pikir saya mengharapkan tanggung jawab seperti pernikahan dengan kamu? Hal yang sudah kamu lakukan pada saya masih sangat membekas, saya mengalami trauma. Jangan kamu pikir rasa trauma saya akan kamu sudah hilang hanya karena akhir-akhir ini saya cukup menerima kehadiran kamu di sini."

Seperti teriris ribuan belati, perasaan sakit Jingga akan pelecehan yang Aksara lakukan juga turut pemuda itu rasakan. Sedari awal Aksara adalah si penjahat, sedangkan Jingga hanya berusaha bersikap baik karena status Aksara adalah sponsor untuk pameran galeri gadis itu.

Aksara Suara JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang