00 : Ranjang Aksara

235 25 0
                                    

Happy Reading

_______________________

HANGATNYA cahaya matahari menyinsing sang fajar, menyelipkan secercah cahaya terang yang malu-malu menyelinap diantara deretan gorden yang menjadi penghalang. Di atas ranjang besar yang tampak sudah tak rapi itu, terdapat deru nafas yang saling beradu serupa bisikan yang memecah kesunyian pagi.

Jam di atas nakas menunjukkan pukul 07.15, meski demikian dua insan yang tertidur di atas ranjang sana tak memberikan tanda-tanda akan terbangun dari tidur lelap mereka.

Samar-samar suara panggilan terdengar dari luar, sekali dua kali meneriaki nama yang sama. Tak berselang lima menit, derap langkah terdengar mendekat disertai gerutuan bagaikan naskah yang telah di hafal—tanpa jeda.

"Dasar anak ini..." Gerutuan itu terlantun sebelum pintu terbuka.

Cklek!

Pintu berwarna putih bersih itu terbuka, yang selanjutnya disahuti dengan omelan sarat akan kekesalan.

"Aksara Rajendra Praka! Sudah berapa kali Mama bilang untuk—"

Suara yang tadinya terdengar sangat lantang tiba-tiba tercekat di tenggorokan, wajah yang tak lagi muda namun memiliki kecantikan yang elegan itu tampak kaku memandang ke arah ranjang yang biasa dipakai putranya untuk melepas penat. Bibirnya tampak kelu bahkan untuk meloloskan satu kata pun sebagai reaksi atas apa yang ia lihat di depan matanya.

Putranya yang masih lajang itu tampak tertidur begitu lelap sembari merengkuh tubuh seorang gadis yang tak ia ketahui identitasnya.

Degup jantung sang puan kontan tertalu semakin cepat, apa yang sedang terjadi disini?

Seolah sadar dari keterkejutan yang membombardir suasana tenangnya di pagi hari, air muka wanita tersebut perlahan berubah. Guratan kecewa dan marah perlahan menguasai wajah cantiknya. Genggamannya pada pintu mengerat hingga buku-buku jarinya memutih.

"AKSARA!! APA YANG TERJADI DISINI?!"

Teriakan itu terdengar sangat menggelegar hingga mampu membuat 4 orang yang sedang berada di lantai bawah terkejut dan menengok ke sumber suara.

Ini kali pertamanya sejak menikah, Tanaya, berteriak marah hingga suaranya terdengar sampai ke penjuru rumah yang luasnya tak kecil itu. Sedangkan di atas ranjang sana, si pemilik nama yang menjadi objek kemarahan Tanaya tampak menggeliat dengan raut wajah yang menunjukkan bahwa ia sangat terganggu dengan teriakan itu.

Pemuda dengan nama Aksara Rajendra Praka itu lantas mencebik, matanya dengan enggan terbuka sembari melayangkan protesan. "Apa sih, Ma? Aksa libur kerja hari ini." Ujarnya begitu hafal dengan tujuan sang Mama setiap mengunjungi kamarnya di pagi hari.

Sayangnya, kemarahan Tanaya pagi ini tak sama dengan pagi-pagi sebelumnya. Dan Aksara masih belum sadar sepenuhnya untuk menyadari hal tersebut. Tatapan nyalang itu Tanaya layangkan pada putra sulungnya yang masih enggan membuka mata. Sedangkan dari arah lorong terdengar derap langkah yang saling berbalapan.

"Ada apa sayang?" Suara halus yang tidak menghilangkan kesan wibawanya, suara itu datang dari Rajendra Arispati, sang kepala keluarga.

Tak ada respon dari Tanaya, bahkan ia tak bergerak sedikitpun kala mendengar langkah kaki suaminya yang perlahan mendekat diikuti oleh 2 putrinya yang lain.

Melihat istrinya yang bergeming marah dengan mata yang berkaca-kaca, Arispati kontan menoleh ke arah ranjang di mana fokus istrinya berpusat. Praktis, dadanya bergemuruh marah, urat lehernya perlahan tercetak dengan gigi bergemeluk. Sungguh berengsek putranya ini. Batinnya tak bisa berkata-kata lagi.

Aksara Suara JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang