11 : Untuk Pertama Kalinya

81 19 6
                                    

Happy Reading 📚

BHUGH!

"Kamu selalu saja bertindak sesukamu, Aksa! Apa susahnya menuruti ucapan Papa, hah?! Lagi pula perempuan itu tidak hamil."

Bentakan itu mengalun tajam di telinga Aksara tepat ketika Arispasti melayangkan satu pukulan keras pada pipinya. Aksara mengangkat pandangannya, menatap sangsi ke arah sang ayah.

"Dari mana Papa tau kalau Jingga ngga hamil?"

Arispati berdecih, membuang muka. Respon tersebut membuat Aksara mengetatkan rahangnya, kedua tangannya tampak mengepal.

"Papa menemui Jingga? Apa yang Papa bilang ke dia? Apa Papa mengancam dia?" Aksara bertanya tak sabaran.

Arispati menatap putranya dengan tajam. "Kenapa? Apa dia mengadu ke kamu?'

Aksara menatap ayahnya dengan tampang tak percaya. "Kenapa Papa mengancam dia? Dia ngga salah, di sini Aksa yang berengsek!"

"Papa hanya memberi tau posisinya."

Aksara menatap nyalang, "Aksa nggak nyangka kalau Papa bisa bertindak serendah ini. Kalau Papa memang sangat ingin menjadikan Claudia bagian dari keluarga ini, kenapa tidak Papa saja yang menikahi dia?"

"Lancang sekali kamu, Aksara!" Geram Arispati begitu tajam mendengar penuturan anaknya.

Aksara akui bahwa dirinya memang sudah berlebihan, namun sulit mengontrol lisannya di tengah keadaan seperti ini. Mengetahui bahwa ayahnya menemui Jingga dan mengancam gadis Adimanta itu cukup mampu membuat amarahnya tersulut.

"Aksa udah cukup nurut sama Papa selama ini. Jadi anak baik dan penurut sampai-sampai Aksa harus buang mimpi Aksa karena perintah Papa. Kali ini kenapa Papa masih memaksa kehendak Papa pada Aksa? Aksa hanya ingin menikah dengan perempuan yang sudah Aksa rebut paksa kesuciannya. Aksa cuma mau jadi laki-laki bertanggung jawab." Ujar pemuda Rajendra itu dengan sedikit nelangsa.

Arispati memandang tajam. "Menikah dengan yang lain, asal tidak dengan gadis Adimanta itu. Saya tidak sudi punya menantu tuli!"

Gepalan tangan Aksara semakin mengerat, buku-buku jarinya tampak kian memutih. Sekuat tenaga ia menahan desakan emosinya untuk tidak membogem ayahnya sendiri.

"Aksa tau, bukan tuli yang Papa permasalahkan dalam hal ini. Melainkan statusnya yang berasal dari Adimanta. Proyek itu sudah berlalu satu tahun lamanya, tapi Papa masih menyimpan dendam pada Adimanta? Lagi pula mereka memang pantas mendapatkan proyek itu, Papa bisa liat sendiri bagaimana progressnya yang berjalan sangat signifikan dalam satu tahun terakhir." Balas Aksara, menghujam telak perasaan marah yang membelenggu Arispati.

Satu tahun lalu, Adimanta dan Rajendra terlibat persaingan untuk memperebutkan proyek besar milik negara. Arispati adalah perwakilan Rajendra yang diberikan kepercayaan oleh Wibisana untuk mendapatkan proyek tersebut. Kala itu Arispati sangat bersemangat, semua ia siapkan sebaik dan sematang mungkin, ia sangat percaya diri bahwa proyek tersebut akan jatuh ke tangannya. Namun di saat yang bersamaan, Adimanta hadir dengan semua iming-iming manis dan rancangan yang berada di satu tingkat dari yang telah Rajendra siapkan.

Kala itu, Rajendra telah memberi kesepakatan terbaiknya. Namun, Adimanta mampu memberi yang lebih baik dari yang bisa Rajendra tawarkan. Sampai pada akhirnya, proyek besar itu jatuh di tangan Adimanta. Sedangkan Rajendra hanya diberi kuasa sebanyak 23% untuk berkontribusi dalam proyek tersebut.

Hal tersebut mendatangkan amarah Wibisana, dan samsak kemarahannya adalah Arispati. Kala itu, Arispati berada dalam titik terendahnya. Memang tak banyak dari Rajendra yang ikut menyudutkannya, namun kalimat sindiran yang berhasil tertangkap di telinganya tak pernah bisa Arispati lupakan hingga saat ini.

Aksara Suara JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang