10 : Hanya Maag Biasa

92 22 5
                                    

Happy Reading 📚

Sabtu pagi itu adalah jadwal bagi Aksara untuk libur dari segala aktivitas kantornya. Jika biasanya ia akan menghabiskan hari liburnya dengan melanjutkan semua pekerjaan kantornya yang membuldak, maka kali ini berbeda. Pagi pukul sepuluh, Aksara sudah menginjakan kakinya di basement salah satu kawasan apartment elit Jakarta. Tujuannya hanya satu, menemui Jingga yang tidak ia dapati keberadaannya di galeri gadis itu.

Hari ini Aksara memang berniat bertemu dengan Jingga, namun ketika ia mendatangi Serenity Gallery, keberadaan Jingga tak ia temukan. Karyawan gadis itu mengatakan bahwa Jingga sedang tak mengunjungi kantor sejak dua hari lalu karena sedang sakit. Untuk itulah, dengan sedikit desakan darinya, alamat apartment Jingga berhasil Aksara dapatkan.

Aksara menekan bel beberapa kali, butuh sekitar dua menit lebih sampai pintu di hadapannya itu terbuka. Dari dalam sana, Jingga muncul dengan  keadaan yang tidak bisa dikatakan sedang baik-baik saja. Wajah cantiknya tampak pucat, rambutnya pun sedikit acak-acakan.

Aksara bisa melihat raut terkejut gadis itu yang menghiasi wajah pucatnya. Walau dengan keadaan lemasnya, Jingga tampak tak menerima keberadaan Aksara di depan pintu apartmentnya. Untuk itulah, tanpa butuh berpikir panjang gadis itu segera menutup pintu. Sayangnya Aksara terlalu cekatan, pemuda itu berhasil menahan pintu dan tanpa perlu repot meminta izin segera masuk ke dalam apartment Jingga.

Blam!

Pintu berhasil Aksara tutup.

Wajah Jingga tampak semakin tak bersahabat, keningnya tertaut jelas, wajah pucatnya tampak kian memerah.

"Kamu sakit?" Aksara bertanya dengan gerak bibir yang sengaja ia pelankan.

Ucapan Aksara berhasil Jingga baca, namun gadis itu tak berniat menjawab.

Lancang, Aksara meletakkan punggung tangannya pada kening Jingga yang seketika ditepis kasar oleh gadis itu.

Pemuda itu mengangguk kecil, "Sedikit hangat. Kamu sepertinya demam ringan ya?"

Jingga membuang muka. Enggan menjawab pertanyaan Aksara yang lagi-lagi berhasil ia baca.

Aksara mengulum senyum. Ia mencolek pelan bahu Jingga, membuat gadis itu lantas menoleh menatap garang ke arahnya.

"Sudah minum obat?"

Raut wajah Jingga kian masam, ia menunjuk ke arah pintu. Aksara tentu paham bahwa Jingga mengusirnya. Tapi saat ini pemuda itu sedang tak berniat menuruti gadis Adimanta tersebut.

"Saya cuma mau merawat kamu, sama sekali ngga ada maksud lain. Saya hanya khawatir dengan keadaan kalian." Lagi, Aksara memperlambat ucapannya ketika Jingga begitu fokus membaca gerak bibirnya.

Cukup lama gadis Adimanta tersebut menatapnya ketika ia selesai dengan ucapannya. Ia meletakkan tangannya pada bahu Jingga, menuntun gadis itu untuk beranjak dari depan pintu. Namun, belum selangkah ia menuntun Jingga, tangannya kembali ditepis kasar diikuti langkah gadis itu yang mundur menjauhinya.

Kontan Aksara mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah. "Oke-oke, saya minta maaf. Saya ngga akan menyentuh kamu lagi." Ujarnya yang kemudian mempersilahkan Jingga berjalan terlebih dahulu.

Jingga kembali menunjuk ke arah pintu yang tertutup, wajahnya tampak masih masam. Sangat konsisten.

"Astaga, susah banget bujuk nih cewek." Gumam Aksara pada dirinya sendiri.

Aksara menghela nafas, "Saya janji ngga akan macam-macam."

Jingga menatap jari kelingking Aksara yang pemuda itu acungkan ke depannya. Pemuda itu mengajaknya membuat pinky promise. Jingga tak menjawab uluran itu, ia memilih melenggang memasuki ruang tamu. Disisi lain, Aksara yang melihat hal tersebut praktis menarik senyum lebar. Ini artinya Jingga sudah menyerah mengusirnya keluar bukan?

Aksara Suara JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang