CH 08

196 18 2
                                    

Setelah berguling-guling di tempat tidur, Jaemin coba menenangkan dirinya dengan mengubur wajahnya ke dalam bantal. Bahkan jika dia melakukannya, tidak ada yang terjadi dan takkan merubah apapun. Dia memeriksa jam melalui ponselnya.

Pukul 02.00 Malam.

Sudal lewat dua jam sejak ia mulai berusaha tidur.

Matanya berontak meminta tidur, tapi pikiranya tanpa alasan yang jelas masih tetap terjaga. Kondisi ini tidak membuatnya tenang.

"Aku mohon kepadamu, anugerahkan kepadaku rasa kantuk.!"

Jaemin menutup mata untuk sesaat, namun dia sama sekali tak mengantuk. Akal sehatnya mencoba berpikir keras keluar dari kondisi ini. Setelah menghela napas, dia menggosok matanya.

Kenapa dia sampai saat ini belum bisa tidur meskipun dia sangat berat saat ingin membuka kedua matanya? Sudah sepekan setiap malam dia merasa sulit tidur. Bagaimana aku bisa tidur? Dan bagaimana biasanya aku tertidur?

Setelah merenungkan hal-hal konyol itu, pikiranya entah bagimana mulai bergerak kearah sebuah permasalahan.

Apakah dia benar-benar harus keluar dari Dream atau tidak?

Sadar bahwa persoalan ini takkan pernah bisa selesai hanya dengan melamun, dia mencoba masuk dunia mimpi, proses ini terjadi berulang-ulang.

"Ah Sial."

Tidak melakukan apapun akan membuatnya terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri dan memiliki efek buruk. Oleh karena itu setidaknya Jaemin harus melakukan sesuatu.

Dia mengambil tumpukan cucian, mengumpulkanya di atas tempat tidur.

Jaemin melipat seragam sekolah agar tak terlihat kusut. Dia juga merapikan kaos kaki sekolah, menyusunya berpasangan. Tanpa pikir panjang dia melipat pakaian dalam yang ia miliki, tetapi setelah selesai melipat beberapa helai, ia menatap celana dalam merah Renjun, wajah Jaemin berubah muram seolah tiba-tiba merasakan kekalahan.

Itu hanya potongan kain.

Bahkan jika Jaemin mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa dia tak dapat menahan nalurinya sebagai seorang pria, dia dengan bodoh membayangkan Renjun mamakainya.

Setelah mengumpulkan kesadaran, dia memeriksa dirinya sendiri.

"Jika seseorang mengintipku, kemungkinan mereka berpikir aku sangat cabul."

Jaemin bergegas melipat ujungnya dan menggulung celana dalam itu. Dia menyelupkan celana dalam diantara seragam sekolah dan handuk agar tidak terlihat.

Jaeminlah yang mengurus semuanya. Merapikan kamar juga tanggungjawab Jaemin karena dia yang mengemban Tugas Renjun.

Jika Jaemin keluar dari Dream, Jeno akan menjadi orang yang akan bertanggungjawab akan semua ini. Jeno sudah terbiasa menyentuh celana dalam dan semacamnya, dan dia takan pernah mengeluarkan keringat dingin seperti Jaemin.

Tidak peduli bagaimanapun situasinya, Jeno akan melewatinya dengan sigap. Jeno adalah tipe orang seperti itu. Namun dia tak bisa membayangkan orang seperti Jeno merawat Renjun.

"Apa yang sedang ku pikirkan.... Ini bukan..."

Yang Jaemin harus renungkan adalah apakah dia harus keluar dari Dream atau tidak.

Dia memang bertanggungjawab atas Renjun, tapi inikan urusannya sendiri, jadi Renjun pasti tidak akan mempengaruhi keputusanya.

Namun entah bagimana dia selalu memikirkan Renjun. Saat Jaemin menjelaskan bahwa dia akan pindah, Renjun tidak menunjukan ekspresi apapun. Apakah dia senang atau kecewa. Jadi dia tak tau apa yang dipikirkan anak itu.

DAYDREAMS - JAEMRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang