Pada malam itu, Renjun tak kunjung keluar dari kamarnya. Ia tetap terkunci dalam diam, menyendiri, tanpa ada tanda-tanda kehidupan dari balik pintu yang tertutup rapat. Bahkan pada hari terakhir semester, ketika Jaemin datang untuk membangunkannya, tak ada jawaban yang terdengar.
Jaemin hanya bisa pasrah, meninggalkan Renjun dan keluar dari asrama sendirian. Ini adalah kali pertama dia pergi ke sekolah tanpa Renjun di sisinya sejak Renjun datang. Ada sesuatu yang terasa hilang, seolah-olah dia meninggalkan bagian penting dari dirinya sendiri.
Dibawa oleh arus teman-temannya, Jaemin ikut ke karaoke, tetapi suasana hatinya sama sekali tak selaras dengan keriuhan di sekitarnya. Tak sampai setengah jam, ia memutuskan untuk pergi. Tanpa arah dan tujuan, Jaemin memilih jalan panjang saat kembali ke Dream.
Sore itu, matahari masih tinggi meski sudah lewat pukul tiga. Udara terasa menyengat, membuat keringatnya mengalir deras. Saat dia melepas sepatu dengan lelah, tiba-tiba Haechan berlari menghampirinya dengan penuh kegelisahan.
"Hey, hey, Renjun belum keluar dari kamarnya."
Jaemin hanya bisa menatap Haechan tanpa daya. "Meski kau bilang begitu..."
"Jaemin kan yang bertanggung jawab soal Renjun!"
Jika saja Jaemin bisa melakukan sesuatu, tentu ia sudah melakukannya sejak tadi. Namun, kenyataannya, ia juga tak tahu harus berbuat apa.
"Kalau dia terus terkurung di dalam tanpa makan, dia bisa mati! Renjun terlalu kurus! Dia lemah!"
"Ok."
Jaemin menjawab dengan singkat, kemudian berjalan naik ke atas tanpa mengganti pakaian. Haechan, menyadari betapa beratnya suasana, memilih untuk tidak mengikutinya.
Pintu kamar Renjun terasa seperti tembok dingin yang tak ramah. Jaemin berhenti sejenak di depan pintu itu. Tangannya yang hendak mengetuk mendadak kaku, begitu juga bibirnya yang ingin bicara. Apa yang seharusnya dia katakan? Bagaimana dia bisa memulai percakapan? Meski ia mencoba berpikir keras, tak ada kata-kata yang terasa tepat. Semuanya menguap, meninggalkan kehampaan yang tak terjawab.
Renjun, sejak mendengar hasil yang tak diharapkan, mengurung diri dalam diam. Tapi Jaemin tahu, di balik diamnya itu, Renjun pasti marah. Begitu banyak yang telah dikorbankannya—waktu, tenaga, bahkan tidur. Renjun begitu yakin bahwa ia bisa meraih kemenangan, terlebih setelah dengan penuh keyakinan ia berkata saat Chilseok, bahwa ia mampu melakukannya dengan kekuatan sendiri. Dan sekarang, setelah harapan itu pupus, kemarahan dan kekecewaan pasti menyelimuti hatinya.
Semakin besar usaha yang dilakukan, semakin dalam pula luka saat gagal. Waktu yang dicurahkan, perhatian yang diberikan, semuanya runtuh ketika hasil tak sejalan dengan harapan. Hanya mereka yang berani menanggung risiko besar yang layak menggapai puncak. Mereka yang takut gagal, yang enggan menghadapi kenyataan dan meragukan batasan diri, tak akan pernah berdiri di panggung yang sama dengan seseorang seperti Renjun.
Jika seseorang melakukan sesuatu dengan setengah hati, setidaknya ia punya alasan untuk membela diri ketika gagal. Tapi Renjun, ia menutup segala jalan untuk mundur. Tak ada alasan yang bisa dia buat jika gagal, kecuali menyalahkan dirinya sendiri. Meski ia tahu risiko itu, Renjun tetap berjuang, tetap menggenggam harapan akan kemenangan. Namun, dunia tak mengenal dua pemenang. Hanya ada satu yang bisa berdiri di posisi pertama, dan kali ini bukan Renjun.
Jaemin, yang hanya menjadi penonton, tahu bahwa dirinya tak punya hak untuk berkata apa-apa. Apa yang bisa dikatakan oleh seorang yang hanya menonton? Pura-pura memahami atau berpura-pura bersimpati hanya akan terdengar bodoh dan tak tulus. Kalimat seperti Kamu sudah berusaha sebaik mungkin, atau Kamu bisa mencoba lagi nanti, tidak akan membantu. Renjun sudah tahu itu, lebih dari siapa pun. Ia sudah memahami nilai dari kegagalan dan rasa sakitnya, dan tak akan membagikan rasa itu pada Jaemin. Kegagalan ini adalah milik Renjun sepenuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAYDREAMS - JAEMREN
RomansaAsrama Dream adalah tempat di mana keanehan dan bakat bertemu. Dikenal sebagai asrama eksklusif untuk murid-murid yang bermasalah. Na Jaemin, seorang siswa SMA Neo High yang baru saja dikeluarkan dari asrama reguler karena melanggar aturan, terpaksa...