2

747 115 4
                                    

Warning!

Cerita ini hanyalah fiksi belaka, tidak ada sangkut paut secara nyata untuk nama-nama yang digunakan.

Dilarang keras menyebar luaskan isi dari cerita terutama pada bagian sensitif.

Tidak disarankan untuk para homophobia.

Tidak untuk ditiru!

Rate 17+

Jangan lupa like & komen

~ Selamat Menikmati ~


Thia telah mempersiapkan diri untuk pertemuan pertamanya dengan para pemeran. Sejauh ini, dia hanya mempelajari teks yang ada dalam naskah, mencoba memahami setiap alur dan emosi yang harus dia keluarkan serta memikirkan bagaimana gesture yang tepat untuk teks tersebut. Namun, belum ada waktu untuk benar-benar mengenal para pemeran lainnya. Flo, asisten pribadinya yang setia, sudah menyiapkan segala hal yang perlu dibawa oleh Thia selama syuting. Kini, tim siap membawanya ke lokasi syuting.

"Ini teksnya, jangan lupa dihafal," kata Flo sambil menyodorkan kertas naskah yang sudah mulai usang karena sering dibuka-tutup.

"Jujur, aku masih agak kesulitan membayangkan adegan ini nanti," Thia mengeluh sambil memegang naskah itu erat. "Mungkin karena aku belum pernah ketemu sama lawan mainku, ya?"

"Bisa jadi," jawab Flo singkat, mencoba menenangkan Thia. Sesekali tangannya mengusap tangan Thia, berharap Thia bisa lebih tenang.

Setibanya di lokasi syuting, Thia langsung diarahkan ke sebuah ruangan besar di mana para pemeran lain sudah berkumpul. Suasana di dalam ruangan terasa hangat dan penuh dengan percakapan ringan. Satu per satu, para pemeran memperkenalkan diri dengan ramah tak jarang ada yang mengenalkan diri beserta peran yang dimiliki.

Namun, ada satu sosok yang tampak berbeda. Ia terlihat lebih mencolok dibanding yang lain dengan tatapannya. Hanya dia yang berdiam tanpa mengenalkan diri. Wanita itu hanya menatap Thia tajam tanpa sepatah kata pun, seolah ada sesuatu yang ingin dia sampaikan hanya lewat pandangan matanya yang menusuk.

Thia merasakan sesuatu yang aneh. Wajah wanita itu tampak familiar, tetapi dia tidak bisa mengingat di mana pernah melihatnya. Namun, sebelum Thia sempat merenung lebih jauh, wanita itu berbalik dan pergi, meninggalkan ruangan tanpa berkenalan terlebih dahulu dengannya.

"Thia, kita mulai briefing singkat ya," seru sang sutradara, memecah ketegangan. Tiba-tiba menghampiri Thia dan berkata dengan nada santai, "Oh ya, aku lupa kasih tahu. Yang baru saja pergi itu, dia lawan mainmu. Dia akan menjadi pasanganmu dalam cerita ini. Memang seperti itu gesture yang dia miliki dalam mendalami peran. Kamu sudah baca naskah pastinya, jadi tau dia berperan menjadi siapa,"

Jantung Thia berdegup kencang mendengar saat mengetahui hal itu. Tiba-tiba, semua rasa ragu dan ketidakpastian bercampur menjadi satu. Sosok itu yang akan menjadi lawan mainnya, orang yang akan menantangnya dalam setiap adegan. Kini ia mulai terbayang-bayang atmosfer mencekam yang akan membayangi pikirannya.

Thia berjalan kembali ke tempatnya, menghampiri Flo yang tengah mengobrol dengan MUA. Tanpa perlu banyak kata, Flo sudah bisa membaca situasi dari gerak-gerik Thia. Matanya yang selalu jernih kini tampak menyimpan keraguan yang luar biasa.

"Udah kenalan sama lawan main utama?" Tanya Flo hati-hati, Thia hanya menggelengkan kepala. "Dia bikin kamu tertekan?" Flo kembali bertanya tanpa basa-basi.

"Ah, nggak kok. Biasa aja," Thia mencoba tersenyum, meski jelas terbaca bahwa ia menyembunyikan sesuatu. "Cuma... dia kelihatan lebih jago aja. Aku belum sempat kenalan tadi, tapi sudah jelas dia lawan mainku. Kak Flo ingat kan beberapa adegan yang aku pelajari? Aku terbayang-bayang adegan dia menamparku nanti. Tatapannya tadi... mencekam, Kak. Seperti ingin membunuhku. Mungkin di set nanti aku benar-benar tewas karenanya." Thia mencoba bercanda, meski suaranya terdengar lebih cemas daripada lucu.

Scandalous 2 (Greesel x Cynthia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang