3

667 99 4
                                    

Warning!

Cerita ini hanyalah fiksi belaka, tidak ada sangkut paut secara nyata untuk nama-nama yang digunakan.

Dilarang keras menyebar luaskan isi dari cerita terutama pada bagian sensitif.

Tidak disarankan untuk para homophobia.

Tidak untuk ditiru!

Rate 17+

Jangan lupa like & komen

~ Selamat Menikmati ~


Suara gemericik air dari keran yang tak ditutup rapat memecah keheningan. Di sana, seorang wanita berdiri terpaku, menatap bayangan dirinya di depan cermin. Wajahnya pucat, bibirnya bergetar tipis, dan sorot matanya tampak hampa. Tatapan itu tak lepas dari cermin, seolah mencari suatu kebenaran dari bayangan yang terpantul di sana. Ia masih tidak percaya dengan keadaan yang saat ini sedang terjadi. Tubuhnya melemas beberapa saat, ia menghela nafasnya dengan kasar.

Wajahnya tampak seperti sosok asing bagi dirinya sendir, penuh dengan kebingungan serta kesedihan yang dalam. Tangan kanannya terangkat, ia memandang jemarinya sendiri yang tadi hendak ia gunakan untuk menampar seseorang walau hanya sebatas akting. Ia tak seperti biasanya kali ini.

Ada getaran yang menjalar dalam tubuhnya. Perlahan ia menghela napas panjang, matanya terpejam, dan setitik air mata jatuh perlahan melewati pipi. Namun, sebelum air mata itu mencapai dagunya, ia segera mengusapnya dengan punggung tangan, seakan ingin menghapus jejak dari air mata itu. Ia harus kuat.

Suara dari ponsel yang ia letakkan di atas wastafel mengalihkan perhatiannya. Nada notifikasi yang singkat namun intens, memecah keheningan. Ia segera meraih ponselnya, menatap layar yang menampilkan pesan baru.

Frey: Sel, udah belom?

Wanita itu menggigit bibirnya sendiri, tidak segera menjawab. Namun, hanya beberapa detik berselang, sebuah pesan lain masuk dari kontak yang sama.

Frey: Sella... Kalo emang itu cewe yang Lo maksud dari dulu, please... stay calm.

Frey: Udah ditungguin nih, profesional dulu, okey?

Membaca pesan itu, Sella kembali menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gemuruh di dalam dadanya. Jari-jarinya sempat melayang di atas layar ponsel, tetapi tak ada kata-kata yang keluar. Akhirnya, ia hanya mengunci kembali ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas dengan gerakan yang kaku. Ia tahu harus kembali ke set, tetapi langkahnya terasa berat. Ada sesuatu yang menahannya, kenangan pahit yang tak ingin ia hadapi lagi, namun tak bisa dihindari.

Saat kembali ke set, tatapannya tertuju pada Thia yang tengah bersiap untuk pengambilan gambar berikutnya. Thia tampak tenang, tak sedikitpun menunjukkan tanda-tanda mengenali wanita yang kini berdiri tak jauh darinya itu. Tapi, Sella mengenal Thia dengan baik. Wajah oriental Thia dengan mata fox-eye-nya yang indah masih terekam jelas dalam ingatannya, membawa kembali rasa sakit yang coba ia pendam selama ini. Ada keindahan yang tak bisa Sella lupakan, tetapi juga kepahitan yang tak mungkin hilang begitu saja.

Thia, yang menyadari kehadirannya, segera menatapnya dengan sedikit keberanian. Ada kekhawatiran yang tergurat di wajah Thia. "Kamu gapapa kan?" tanya Thia dengan lembut.

Wanita jangkung itu hanya mengangguk sekilas, tidak banyak bicara. Baginya, kata-kata terasa terlalu berat untuk diucapkan saat ini, terlalu menyakitkan untuk dikeluarkan jug. Ia memilih diam, membiarkan perasaannya tersembunyi di balik tatapan kosong miliknya. Gestur tubuhnya menunjukkan dia hendak bersiap untuk kegiatan selanjutnya.

Scandalous 2 (Greesel x Cynthia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang