Bab 2

116 17 2
                                    

Pertemuan pertama mereka, itu murni sebuah kebetulan. Darhan sama sekali tak mengira akan melihat Serayu di resepsi pernikahan salah satu muridnya. Dengan kebaya merah gelap dan kain hitam motif batik, perempuan itu berhasil menarik perhatian Darhan, bahkan sebelum si pria tahu jika gadis itu pernah jadi muridnya.

Jujur saja, Darhan tak bisa mengingat semua siswa yang pernah ia ajar. Namun, Serayu tidak sepenuhnya tak meninggalkan kesan. Ia ingat gadis itu sebagai murid pintar dulunya. Namun, kemarin saat mereka bertemu, kesan itu tak begitu Darhan ingat. Yang mengisi pikirannya hanyalah, mengapa gadis dengan senyum kecil yang manis itu mampu mencuri detak jantungnya.

Entah mengapa, saat melihat Serayu kemarin, ketika menjabat tangan perempuan itu, seluruh tubuh Darhan seolah tersentak. Jiwanya serasa dibangunkan dari tidur panjang. Perempuan dengan tatapan mata malu, tetapi tajam itu seolah merayunya, membuatnya enggan berpaling dan ....  jatuh.

"Udah nikah?"

Sejujurnya Darhan malu bertanya soal ranah pribadi. Terlebih, Serayu pernah jadi muridnya, pun mereka baru bertemu lagi setelah bertahun-tahun. Namun, Darhan tak sanggup menahan diri. Kala dirinya dibuat begitu terkesima, terjebak, terjerat, Darhan merasa perlu memastikan bila perempuan yang membuatnya merasakan itu semua belumlah terikat dengan lelaki lain.

Darhan begitu lega ketika Serayu menjawab tidak. Dadanya membuncah, darahnya berdesir tanpa sebab. Entah bagaimana Darhan menjelaskan, Serayu yang ia temui kemarin sungguh menghantar debar yang asing.

Ia bukan anak kemarin sore. Tiga puluh tujuh tahun. Sudah pernah pacaran, bahkan nyaris menikah. Darhan yakin perasaan yang muncul akibat kehadiran Serayu kemarin begitu istimewa.

Lelaki itu menyadari sesuatu terjadi dengan hatinya. Namun, Darhan heran mengapa bisa secepat itu? Di perjumpaan pertama dan rasa itu sudah menggebu? Janggal, tetapi mengelak pun Darhan tak sanggup.

Ada sesuatu dari Serayu yang menggerakkan hatinya. Mempengaruhinya sebegitu besar, hingga nyaris melakukan sesuatu yang konyol kemarin. Beruntung pertahanan diri Darhan kuat, hingga ia hanya memberi usapan pelan di punggung tangan Serayu.

Hari ini mereka kembali bertemu. Di rumah salah seorang guru, teman sejawat Darhan dulu, semasih mengabdi di sekolah Serayu. Namanya Buk Tika, beliau berpulang tadi pagi.

Sama seperti kemarin, Serayu datang bersama Winda dan Ulfa. Tiga perempuan itu duduk di sudut, tampak khusyuk memanjatkan doa dan mengikuti acara, sampai jenazah buk Tika diantar ke liang lahat. Darhan tak ikut ke pemakaman, sama seperti Serayu.

Tak mau menjadi pasif dan membuang kesempatan, ia datangi gadis itu. Serayu tampak terkejut. Matanya yang agak bengkak membola. Darhan kembali merasakan gejolak aneh itu. Melihat Serayu bersedih akibat berpulangnya Buk Tika, Darhan ingin menenangkan gadis itu dengan memeluknya. Namun, bila melakukan hal tersebut, Darhan bisa dikatai aneh, 'kan?

Sama anehnya dengan keinginan Darhan untuk mencium Serayu di pertemuan pertama mereka dulu.

"Kamu pulang naik apa?" Darhan memberanikan diri bertanya. Meski sudah menebak perempuan itu akan pulang dengan Winda dan Ulfa, Darhan tetap mencoba peruntungan. Sungguh ia tak mau kehilangan kesempatan.

"Pesen taksi online, sih, Pak." Yang menjawab adalah Ulfa. Lengkap dengan tatapan curiga.

"Ya udah, bareng saya saja. Saya naik mobil."

Winda dan Ulfa setuju, Serayu yang merupakan incaran utama Darhan malah beralasan.

"Saya mau singgah ke tempat ... sepupuku." Mata Serayu menatap tak fokus.enghindari tatapan runcing Darhan.

"Ke mana? Nggak masalah, nanti saya drop di sana." Darhan belum mau menyerah. Ia mendapat firasat Serayu tengah menghindari dirinya.

"Itu ... di ...." Serayu kesulitan menyebut nama tempat.

Serayu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang