Bab 4

39 6 2
                                    

Darhan yakin Serayu marah padanya. Pria itu juga sadar bila wajar Serayu merasa marah atau bahkan benci. Salah Darhan karena terlalu tak bisa mengendalikan diri.

Ia bisa apa? Darhan terlalu terbawa emosi. Mulanya lelaki itu panik, karena Serayu hampir jatuh. Beruntung perempuan itu jatuh di pangkuan, meski itulah awal ketidakbecusan Darhan.

Lega karena Serayu baik-baik saja, Darhan malah salah fokus pada punggung sempit si perempuan. Mengenakan kaus lengan panjang berwarna biru langit, Serayu tampak sangat lembut di mata Darhan. Membuat pria itu tak tahan untuk tak melabuhkan beberapa kecupan di punggung itu. Yang akhirnya menjadi petaka yang Darhan sesali.

Karena tingkahnya itu, Serayu menjauh. Perempuan. Itu pindah duduk ke depan, dengan alasan ingin duduk dekat supir. Darhan tebak, di mata Serayu, dirinya tak lebih dari seorang pria mesum kini.

Namun, Darhan tak mau menyerah.

Setengah jam berlalu, Darhan beranjak dari kursinya. Berpura mendatangi supir menanyai keadaan jalan yang akan mereka lewati, Darhan menemukan Serayu sudah tertidur.

Menyudahi basa-basinya dengan sang supir, Darhan kembali ke kursi. Ia ambil jaket dan botol air, sebelum kembali ke depan. Darhan tersenyum sekilas pada supir yang meniliknya dari kaca spion. Mungkin, supir itu penasaran kenapa ia pindah duduk.

Darhan mengabaikan si supir. Ia duduk di sebelah Serayu. Menyampirkan jaketnya di tubuh depan Serayu, lalu dengan hati-hati menggeser kepala perempuan itu agar bersandar padanya.

Serayu bergerak pelan. Kepala perempuan itu menggeliat seolah mencari posisi nyaman. Darhan puas ketika Serayu kembali tenang dengan posisi wajah bersembunyi di lehernya.

Darhan mengulum senyum. Deru napas yang menyepat, juga debar jantung yang menghentak heboh membuat lelaki itu makin yakin dengan prasangkanya. Harusnya, ia tak boleh melepaskan Serayu setelah ini, 'kan?

Darhan berhasil menggenggam tangan Serayu di pangkuan perempuan itu saat melihat Dani menghuni kursi kosong di sisi kiri bus. Si adik memicing, Darhan mengerjap malas.

"Siapa?" Terus-terang, tembak langsung Dani menyuarakan rasa penasaran yang tak hanya miliknya seorang.

Dani beserta istrinya. Nina dan suaminya. Juga Rafa dan sang istri. Ayah dan ibu mereka juga. Semua orang penasaran. Mereka bertanya-tanya siapa perempuan yang Darhan selipkan di liburan ini.

Tumben sekali Darhan mau mengajak orang luar di acara keluarga? Meski yang diajak enam orang, mereka tahu perempuan berkulit putih dengan gigi gingsul itulah yang istimewa.

Dani beberapa kali mendapati abangnya melirik tajam dan intens ke arah perempuan itu. Nina bahkan heran sebab tadi sempat memergoki Darhan memgambilkan air untuk perempuan itu semasih mereka menunggu bus datang. Jelas ada yang lain. Tak perlu jadi detektif untuk tahu bila Darhan menunjukkan sikap berbeda.

Darhan adalah pria pasif. Itu bukan penilaian satu orang. Seluruh anggota keluarga tahu jika tak diajak bicara duluan, maka Darhan sanggup mengunci mulutnya seharian. Pria itu juga termasuk manusia berhati dingin. Ia bisa melenggang santai, berlalu lalang tanpa ekspresi berarti saat Nina mengerang kesakitan ketika datang bulan.

Bukan hal sulit melihat sikap istimewa Darhan pada gadis asing itu. Tatapan mata, dan genggaman tangan yang kini Dani intip. Sudah pasti perempuan itu spesial. Karena itu Dani tak bisa menahan diri untuk tak bertanya.

"Berisik."

Dani terkekeh hambar saat abangnya menjawab dengan balas menegur. Ia sudah akan bertanya lagi, mengorek cerita lebih banyak, tetapi langsung menutup mulut usai Darhan bicara.

Serayu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang