First Date

70 9 10
                                    

   


(Not a)Hiro

Adek dimana?

Kata Kula 

Adek lagi jalan sama Dewa?

Kemana?

Kapan pulang?

Dek?

Udah sore.

Abang jemput ya?

Dek?

Adek?

Jawab sih.

Adek gak lagi diculik Dewa, kan?

Adek 

pulang

sekarang.

Pulang nggak??

         


Sabian membelalakan mata saat ponselnya terus berdering karena pesan masuk yang bertubi-tubi dari Hiro, sang kakak kedua. Dahinya berkerut akan keanehan yang tak pernah terjadi itu. Seorang Sebastian Hiro Aldana yang hobinya menjahili sang adik bisa begitu khawatir dengan keberadaannya?


"Kenapa, Dek? Mukanya lucu gitu," tanya Sadewa lembut. Matanya hanya sekilas melirik Sabian di kursi samping yang kemudian kembali fokus menyetir mobil.


"Bang Hiro masa tumben banget nge-spam chat adek, Mas.." jawab Sabian sembari membuka pesan dari sang kakak tersebut.


"Apa kata Bang Hiro? Ada yang urgent?" tanya Sadewa lebih khawatir.


Sabian terkekeh, "Liat deh, Mas. Kira-kira Bang Hiro kesambet apa ya? Masa nyuruh adek pulang sampai segininya..." Sabian memperlihatkan layar ponsel pada yang lebih tua.


Sadewa menoleh, lalu membaca cepat isi pesan tersebut sebelum akhirnya kembali menatap jalanan di depan. "Wah itu sih Bang Hiro marahnya sama Mas, Dek." Kekeh Sadewa.


"Dih, ngapain juga dia marah? Kita kan cuma jalan-jalan. Biasanya kalau main sama Vano-Iki sampai malem pun, Bang Hiro gak pernah peduli. Nanya aja enggak..." Sabian mendengus, bibirnya mengerucut lucu. Menimbang apa yang harus ia balas pada sang kakak.


"Dek jangan gemes-gemes gitu, nanti Mas tambah suka mau tanggung jawab?" goda Sadewa.


Sabian langsung membeku. Matanya membelalak dengan napas yang tercekat. Sedetik kemudian pipinya pun terasa panas. Ingin rasanya ia menjerit saking tersipunya dengan kata-kata manis Sadewa, atau jika bisa, Sabian ingin sekali kabur seperti malam itu, saking malunya tak terbendung lagi.


"M—mas.. stop, please.." cicit Sabian.


"Stop apa sih, Dek? Bikin pipi adek merah?" Goda Sadewa lagi.


"Tuhkan, Ah!" Sabian langsung menutup wajah dengan kedua tangannya. Pipinya kini terasa lebih panas dari sebelumnya. Ia yakin, pasti wajahnya sudah seperti udang rebus. "Diem, ya Mas! Jangan ngomong sama Adek! Mau ngambek sama Mas Dewa pokoknya!"

Little DandelionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang