Setelah terbongkarnya penguntitan Revano dan Dwiki oleh Sabian sendiri, mood bungsu Aldana itu langsung berubah dan mengajak Sadewa keluar dari bioskop di tengah film yang padahal ingin sekali ditonton. Kedua temannya tentu saja mengejar, yang akhirnya, walaupun dengan susah payah, Sabian mau diajak duduk bersama di sebuah cafe.
Sembari asik menyeruput cookies and cream ice blend, mata Sabian terus bergerak tajam melirik kedua sahabat yang enggan menatap balik. Revano dan Dwiki terlihat gelisah juga merasa bersalah, tapi tak ada yang mau mengutarakan duluan.
"Bagus... Diem aja terus. Giliran gue yang diemin kalian, nangis nanti." ucap Sabian tajam. Wajah masamnya membuat Dwiki bergidig, yang akhirnya membuka suara.
"Sumpah, Yan. Ini ide Vano!" tembak Dwiki, menunjuk temannya yang berhadapan dengan Sabian.
Lirikan kesal Revano langsung tertuju pada Dwiki. "Inget, lu sendiri yang bilang ini ide bagus."
"Tapi bukan gua penggebraknya, yaaa..." Dwiki membela diri.
"Ya kalau lu gak nge-iyain juga gak akan gua lakuin, konyol." Dengus Revano kesal.
Dwiki mengerutkan dahi, merasakan amarah dari sang sahabat. Karena sepertinya baru kali ini Revano memiliki raut wajah yang begitu menyeramkan. "Kok lu jadi marah sama gua sih, Van? Kan lu juga yang bikin penyamaran kita kebongkar!" sungutnya.
"Siapa yang marah sama lu juga." Revano berdecak, kembali menatap ke arah lain selain orang-orang di dekatnya, apalagi tangan Sadewa yang sedang bergelung di belakang bahu Sabian dengan jari-jari bermain pada rambut si lebih muda. Saking kesalnya pada kedua orang di hadapan, Sabian tak menyadari hal tersebut, bahkan tak bereaksi.
Sabian menghela napas lantang, memutar bola matanya sebelum menaruh cup minuman di atas meja dengan sedikit menggebrak. Dwiki dan Revano langsung terlonjak kaget, sementara Sadewa malah merasa gemas dengan sikap si manis.
Sabian mencondongkan tubuh menempel pada sudut meja dengan menaruh dagu di tangan. Membuat tangan Sadewa terlepas dari hobi barunya. Kini tangan yang terbebas itu menyapu pelan rambutnya sendiri ke belakang, membuat beberapa orang yang tak sengaja menatap, memuji keindahan laki-laki itu dalam hati.
"Bodo amat lu berdua mau saling salah-salahan sampai kapan. Yang gue permasalahin sekarang, maksud kalian itu apa?"
Dwiki melirik Sadewa takut-takut, tapi bibirnya terkatup. Sementara Revano masih enggan berpaling dari menatap keluar jendela cafe.
"Mas Dewa—"
Brak!
Gebrakan meja dari Sabian dan tatapan tajamnya kembali membuat Dwiki tersentak dan terhenti bicara.
"—maksud gua, OM Dewa..." Dwiki menekan kata panggilan itu, membuat Sadewa mendengus menahan tawa. "Gua harus manggil apa sih, Yan??" tanya Dwiki kesal.
Sadewa tersenyum tipis pada Dwiki sebelum berkata, "Panggil Mas juga gak apa, Ki—"
"Gak mau, ih!" Sabian langsung menoleh protes dengan alis yang saling bertautan dan bibir mengerucut lucu membuat Sadewa tertawa gemas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Little Dandelions
Fiksi PenggemarGara-gara disuruh Mama anter kue ke tetangga sebelah, Ian jadi ketemu cowok super ganteng yang selama satu bulan ini dia ga tau kalau ada manusia kayak gitu hidup di bumi. Padahal yang Ian tau, rumah itu cuma dihuni Nakula (temen nongkrong abangnya)...