"VANO! VANO! REVANOO! AAAAAA!"
Teriakan demi teriakan terlontar dari para fangirl cowok blesteran kucing dan batu tersebut. Itu kata Sabian ya, aslinya Revano keturunan Amerika-Bekasi, tapi sudah sejak umur lima tahun Revano tinggal di Ibu Kota. Jarak rumahnyapun tak begitu jauh dengan tempat tinggal Sabian kini. Itulah kenapa Revano menawarkan diri untuk menjemput Sabian akhir-akhir ini.
"HEH! Berisik kalian! Jadi nggak konsen nonton nih!"
Sahutan Sabian terdengar dari sudut lain lapangan basket. Si paling terkenal tukang marah-marah di sekolah itu kembali beraksi dan langsung membungkam mulut para siswi penggila Revano Damara Martin.
"Iki! Cepet rebut bolanya astaga!" Perhatian Sabian akhirnya kembali ke lapangan. "Dwiki Prambadhi! Itu kejar Vano, jangan diem aja di sana!"
Setelah pertandingan badminton Sabian selesai, yang tentu saja bungsu Aldana itu masuk dalam perempat final nanti, siang ini giliran pertandingan basket antar kelas. Dan sialnya, pertandingan pertama kelas Sabian harus melawan kelas Revano. Lebih sialnya lagi, Dwiki yang memang satu kelas dengan Sabian, jadi bulan-bulanan omelan temannya itu karena skor kelas mereka tertinggal.
Tak kaget, Revano memang salah satu ace di lapangan basket.
Priiitt.
Pluit wasit kembali ditiupkan. Karena lagi-lagi Revano mencetak gol.
Sorak-sorakan dari para fangirl pun kembali ricuh.
"Argh!! Ikiiiiiiii!" Sabian kembali meneriakan kekesalannya.
"Berisik! Lu aja sini yang main, Yan!" Balas Dwiki tak kalah kesal saat berlari kecil untuk kembali membuat pertahanan di wilayah timnya.
Revano yang mendengar pertengkaran kedua sahabatnya hanya tertawa. Lalu dengan sengaja melambai pada para penggemar dengan senyuman manis dan lebar. Teriakan kencang siswi-siswi tersebut langsung membuat Sabian terlonjak kaget. Hampir saja dia terjungkal dari tempat duduknya.
"Vano diem gak! Berisik tau! Malah disengajain! Banyak gaya banget!" Dengus dan pandangan melotot Sabian yang terarah pada Revano hanya menjadi tambahan tawa bagi sang teman.
"IAN!" Panggil Revano tiba-tiba dari tengah lapang sebelum pertandingan mereka dimulai kembali. Dengan wajah mengerut lucu dan keheranan akan panggilan tersebut, Sabian menoleh pada Revano. Siapa sangka, cowok yang digilai banyak siswi di sekolah mereka dan lebih banyak diam saat di luar lapangan basket, malah memberikan flying kiss pada Sabian.
Si bungsu Aldana itu membelalakan mata saking terkejutnya, tapi teriakan dari fangirls kembali terdengar yang membaut Revano tertawa lagi dan melambai pada mereka.
Dengan wajah merah padam yang kesal akan kelakuan tidak jelas dan tak terduga sang sahabat, langsung saja Sabian meneriakan amarahnya, "VANO JIJIK!!"
***
"Ga usah marah-marah. Salah gua emang kelas kita kalah.." Dengan bersimbah peluh, Dwiki akhirnya menghampiri Sabian di akhir pertandingan basket yang tak menguntungkan kelas mereka tersebut. Tentu saja kelas Revano yang menjadi pemenang. "Emangnya yang main basket satu tim itu isinya gua doang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Dandelions
FanfictionGara-gara disuruh Mama anter kue ke tetangga sebelah, Ian jadi ketemu cowok super ganteng yang selama satu bulan ini dia ga tau kalau ada manusia kayak gitu hidup di bumi. Padahal yang Ian tau, rumah itu cuma dihuni Nakula (temen nongkrong abangnya)...