Setelah malam kaburnya Sabian dari Sadewa dengan menaiki motor tukang martabak bule, a.k.a Revano, sampai saat ini ia belum secara langsung bertemu lagi si laki-laki jangkung tersebut.
Kalau boleh jujur, sebenarnya Sabian sesekali mengintip dari balik gorden jendela kamar untuk sekedar mengecek kamar laki-laki di seberang berpenghuni atau tidak. Gorden kamar si bungsu Aldana sekarang tak pernah ia buka lebar. Terlalu takut, terlebih malu, jika tidak sengaja bertemu pandang dengan Sadewa dari balik kaca jendela masing-masing.
Dan alasan dibalik kaburnya Sabian dari Sadewa malam itu, juga tak menjawab pertanyaan si yang lebih tua, hanya satu: SABIAN MALU.
Dadanya sesak juga saking cepatnya jantung Sabian berpacu, sampai mau pingsan aja rasanya. Ya gimana enggak, CRUSH-NYA ITU TERANG-TERANGAN BILANG INGIN PENDEKATAN DENGANNYA?? Rasanya ingin guling-guling aja gak sih?!
Walaupun Sabian sudah memiliki nomor WhatsApp Sadewa, tetapi tetap saja malu untuk sekedar menyapa atau meminta maaf akan kaburnya yang tiba-tiba tersebut.
Oh, ayolah... seorang Sabian Orion Aldana yang suka menjadi pusat perhatian orang dan memiliki hobi mengamuk-ngamuk di tengah lapangan sekolah menjadi seorang pemalu? Apa sebentar lagi dunia kiamat?
Sadewa benar-benar sudah membuat dunianya jungkir balik.
Sambil menyesap smoothies mangga kesukaannya, Sabian termenung di salah satu bangku kantin sekolah. Kedua sahabatnya sampai heran laki-laki manis itu tak juga mengucap sepatah katapun semenjak mereka berada di tempat ramai tersebut.
Revano dan Dwiki saling pandang, memberi kode dan bertanya satu sama lain tanpa suara apa yang sedang terjadi dengan teman mereka, tapi jawaban mereka berduapun sama tak tahunya.
Hingga sebuah ide jahil menghampiri si paling muda.
"Ian.. Iki mau dimsum. Minta uang dong.." ucap Dwiki mencoba memecah pikiran sang sahabat.
Tapi dugaannya tepat, bukannya tersadar dari lamunan, Sabian malah mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dari saku kemejanya dan memberikan uang tersebut pada Dwiki tanpa mengucap sepatah katapun.
Lagi-lagi Dwiki bersorak tanpa suara, dan bertanya pada Revano jika ia ingin sesuatu. Revano menggeleng, menunjuk sepiring siomaynya yang masih menggunung. Dengan itu Dwiki secepat kilat menuju penjual makanan favorit.
"Kenapa sih?" Tanya Revano akhirnya, ia mengusak rambut sang teman yang akhirnya tersadar bahwa di hadapan ada Revano yang sedang menyuap makan siang hari itu. "Ian ga mau cerita sama Vano?" tanyanya lagi setelah mengunyah dan menelan gumpalan daging bertepung.
Masih terdiam, Sabian memandang bingung sang sahabat.
"Cerita apa?" Suara Sabian terdengar lebih sendu dari biasanya.
"Itu.. cerita kenapa ngelamun terus?"
"Oh? Gak ada. Tiba-tiba kepikian mau lanjut kuliah dimana aja," bohong Sabian. Entah kenapa dia belum berani bercerita pada kedua temannya itu tentang sosok jangkung dan berotot tetangganya yang sedang mengganggu pikiran akhir-akhir ini.
Kalau Revano memang sudah tau orangnya, tapikan... kalau ceritanya sama dia doang, Iki nanti ngambek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Dandelions
FanfictionGara-gara disuruh Mama anter kue ke tetangga sebelah, Ian jadi ketemu cowok super ganteng yang selama satu bulan ini dia ga tau kalau ada manusia kayak gitu hidup di bumi. Padahal yang Ian tau, rumah itu cuma dihuni Nakula (temen nongkrong abangnya)...