BAB 12 : I Hate My Fucking Life

210 21 44
                                    

[S W E E T H U R T ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[S W E E T H U R T ]

.
.
.

Beberapa jam,
Sebelumnya,-

Beberapa jam,Sebelumnya,-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cr. Pinterest

Satu tangannya memengang gelas collins yang berisikan sampanye terangkat ke udara, Gun mengangkat gelas itu dengan gerakan yang penuh gaya, matanya yang tajam mengarahkan perhatian kepada bartender yang berdiri di balik bar. Dengan anggukan halus dan senyum penuh karisma, Gun memberikan isyarat yang jelas untuk menuangkan lagi sampanye ke dalam gelasnya. Karismanya memancar jelas saat ia meneguk sampanye itu dengan penuh kesan.

Gun, dengan tipsy dan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan, terus menikmati sampanye-nya. Penampilannya mungkin acak-acakan, tetap Gun terlihat dominan atas kelakiannya begitu keluar. Ketika gelasnya hampir kosong, Gun mengangkatnya kembali ke arah bartender, yang segera merespons dengan senyuman ramah. Ruangan tersebut dipenuhi dengan suasana malam yang riuh, namun Gun tampak terserap dalam dunianya sendiri, menikmati keheningan yang relatif dari keramaian yang mengelilinginya.

"Another refill, please," ujar Gun dengan suara dalam dan menggoda, sambil mengedipkan mata penuh keyakinan. "Make it a generous one."

Bartender segera mengisi ulang gelas Collins-nya dengan sampanye yang berkilauan, sementara Gun melirik ke sekeliling bar dengan tatapan penuh perhitungan.

"Att ..."

Tanpa menyadari kehadiran Pat, Gun, yang masih tenggelam dalam kesenangannya, meneguk sampanye dan memiringkan gelasnya ke arah bartender untuk ditambah. Hanya setelah itu ia melirik ke samping dan melihat Pat. Ekspresi terkejut dan senyuman hangat langsung muncul di wajahnya.

"Chayanit, is that you? Is that really you?" Akal sehatnya mulai bekerja dan memberi sinyal ke pancainderanya begitu cepat. Gun, berdiri dan memajukan tubuhnya ingin mendekati Pat. Gun sumringah karena gembira. Dengan senyum lebar yang tak bisa disembunyikan, Gun berdiri dengan penuh semangat.

Langkahnya cepat dan mantap saat ia menyeberangi meja yang memisahkan mereka. Tanpa ragu, ia mendekati Pat dengan gerakan yang penuh keinginan. Dalam beberapa detik, Gun sudah berada di hadapan Pat, memposisikan dirinya sehingga wanita itu terjepit di ujung meja yang terletak di sudut ruangan. Matanya bersinar dengan kebahagiaan yang tak terbendung, sementara tangan-tangannya hampir tak sabar untuk meraih dan memeluk Pat.

✔ [8] Sweet Hurt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang