Prolog

17.7K 1.3K 70
                                    

Tidak ada suara alarm atau suara gedoran pintu kamar membuat seorang perempuan masih nyaman dalam tidurnya. Setelah beberapa tahun lulus kuliah, sudah tidak ada kewajiban baginya untuk bangun pagi dan harus menghadiri kelas jam tujuh pagi. Kalau tidak ada yang mengganggunya, perempuan itu bisa tidur sampai siang.

Perempuan itu adalah Tsabitha Alisha Mahawira, atau biasa dikenal dengan nama Bitha. Seorang anak perempuan yang lahir dari pasangan Barir Mahawira dan Sania Wijaya. Kedua orang tua Bitha adalah sepasang pengusaha sukses.

Kesuksesan orang tua Bitha tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Hasan Mahawira, Opa dari pihak Papinya yang merupakan seorang politikus terkenal. Sebelum menjadi politikus, Opa berprofesi sebagai pengusaha terkenal yang mempunyai gelar sarjana hukum. Setelah sukses dengan usahanya, barulah Opa beralih profesi menjadi politikus yang memiliki citra baik di mata masyarakat.

Sejak kecil Bitha selalu mendapat satu pengawal yang senantiasa mengikuti kemana pun dia pergi. Selain demi keamanan karena ia adalah anak perempuan satu-satunya, tentu saja karena orang tuanya tidak mau dirinya membuat ulah sekecil apa pun.

Bitha memiliki dua kakak laki-laki. Dibandingkan kedua kakaknya, tentu saja Bitha yang paling lincah dan seperti kutu loncat. Tidak heran kalau orang tuanya menempatkan satu pengawal di dekatnya. Karena kalau boleh jujur, di luar rumah sering kali Bitha terlibat masalah. Karena statusnya sebagai cucu politikus, masalah sekecil apa pun pasti akan diendus oleh wartawan. Kalau sudah begitu, keluarganya menjadi garda terdepan untuknya. Beberapa kali Papinya membayar wartawan demi menghilangkan berita buruk tentangnya. Untung saja selama ini masalah yang dibuat oleh Bitha hanya masalah-masalah kecil.

Sekitar pukul satu siang akhirnya Bitha membuka matanya lantaran suara ponsel yang terus berbunyi. Ketika melihat nama temannya muncul di layar ponsel, tak lantas membuatnya langsung menjawab panggilan itu. Dia turun dari kasur dan berjalan ke kamar mandi untuk cuci muka dan sikat gigi. Setelah itu, barulah ia mengambil ponselnya dan menelepon kembali temannya.

"Kamu pulang dari party-nya Omin beneran nabrak?" tanya Salsa, teman baik Bitha begitu panggilan tersambung.

"Hah? Kok tau?" tanya Bitha terkejut. Pasalnya kejadian tabrakan yang terjadi padanya berlangsung jam tiga pagi. Belum ada teman-temannya yang ia kabari soal kejadian ini. Kebetulan saat kejadian, tidak banyak kendaraan yang melintas di jalan raya. Bitha juga tidak terlalu khawatir karena beberapa meter di belakang mobilnya ada mobil yang dikendarai pengawalnya, Eran.

"Iyalah, anjir. Beritanya udah ramai banget di sosial media. Bahkan ada fotomu lagi bersandar di pintu mobil sementara keadaan lagi ramai. Dibilang kamu nggak punya simpati habis nabrak warung orang."

Bitha berdecak. "Ramai karena beberapa warga sekitar keluar dari rumah. Bahkan pemilik warung juga ikut keluar dari rumah karena Mas Eran lagi diskusi menyelesaikan masalah sama mereka."

"Gila ya. Kamu gak takut?"

"Slow aja sih. Lagian aku udah minta maaf dan bilang akan tanggung jawab. Kejadian ini nggak ada korbannya kok. Aku juga nggak kenapa-napa. Emang kondisi mobil aja yang rusak parah. Aku nabrak emang murni gara-gara ngantuk."

"Ngantuk? Di berita ditulisnya kalo kamu nabrak gara-gara mabuk."

"What? No!" seru Bitha. "Bahkan semalam aku nggak nyentuh alkohol sama sekali. Gimana caranya aku bisa mabuk kalo nggak minum?"

"Gila berita tentang kamu nabrak ramai banget. Ditulis kalo kamu mabuk dan diduga lagi mengkonsumsi narkoba."

Bitha menggeram kesal. "Emang wartawan sialan! Seenaknya aja kalo bikin berita."

"Kali ini orang tuamu harus bertindak cepat. Karena beritanya udah gila-gilaan banget."

Tangan Bitha mengambil iPad-nya dan mencari berita tentang kecelakaan yang terjadi hari ini. Beberapa platform berita berani mengeluarkan pernyataan kalau ia menabrak karena mabuk dan sedang memakai narkoba.

Setelah Bitha mengakhiri panggilannya, ia yang tengah kelaparan memilih keluar kamar dan turun ke lantai bawah. Perkara berita tentangnya biarlah ia pikirkan nanti. Di ruang makan ada Bi Atun, asisten rumah tangganya yang sedang bersih-bersih.

"Mau makan sekarang, Non?" tanya Bi Atun saat melihat anak majikannya memasuki area ruang makan.

"Boleh deh, Bi," jawab Bitha menarik salah satu kursi dan mendudukinya. "Nasinya jangan banyak-banyak. Tiga sendok aja ya."

"Iya, Non."

"Menunya apa hari ini?"

"Ada ayam kecap, Non."

"Nggak ada tulangnya, kan?"

"Nggak ada, Non. Ayamnya sudah di-fillet."

"Potongan ayamnya besar atau kecil?"

"Sedang, Non."

"Pakai bagian paha atau dada?"

"Paha, Non."

Bita berdecak pelan. "Kalo paha kalorinya lebih besar dari dada."

"Jadi mau diambilin berapa potong ayamnya, Non?" tanya Bi Atun dengan sabar.

"Tolong ambilin tiga aja deh, Bi."

"Sayurnya, Non?"

"Apa sayurnya, Bi?"

"Tumis brokoli dicampur wortel."

"Aku mau brokoli aja. Nggak mau wortelnya."

"Iya, Non."

Baru juga Bi Atun meletakkan piring di depan Bitha, terdengar suara keras Papinya yang meneriakkan nama lengkap Bitha dengan nada marah.

"TSABITHA ALISHA MAHAWIRA! KAMU BUAT MASALAH APA LAGI KALI INI?"

"Astaga, mati aku." Wajah Bitha sontak berubah pucat. Sebentar lagi waktunya penghakiman untuk dirinya.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Karena Happiness udah mau tamat, ini aku kasih cerita baru buat kalian. Semoga kalian suka ya sama ceritanya.

Jangan berharap ada masalah berat yang berlarut-larut dari cerita ini. Kalau ada masalah, biasanya cuma masalah ringan dan cepat terselesaikan. Jangan bosen baca ceritaku yang ringan ini yaaa...

Bitha for the BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang