VI

53 9 18
                                    

Ragnarok, walaupun hanya berisikan empat orang, fraksi tersebut telah menjadi momok bagi semua orang yang berada di dunia itu. Tidak ada yang mengetahui di mana markas mereka ataupun kapan mereka akan datang,  selalu bergerak dalam bayangan.

Ragnarok memang hanya berempat, namun kehadiran mereka mampu membuat semua pihak sampai harus bersatu demi bertahan hidup.

Megi dan Kirman sendiri masih belum terlalu dipercaya oleh Ubi, karena itu pria itu selalu berpergian bersama Jerry saat ada hal-hal penting.

"Ini sulit, Megi," ucap Kirman membuka percakapan di antara mereka, dirinya menghela napas sebelum menatap ke arah langit-langit ruangan yang terbuat dari batu yang dipahat itu. "Tidak ada informasi yang bisa kita dapatkan di sini, Ubi menyimpan rapat-rapat hal tersebut bersama Jerry."

"Aku tahu," balas Megi, dirinya kemudian berdecak. "Namun, kita juga tidak bisa pergi ke Aliansi sekarang. Noya mungkin akan mempercayai kita, namun bagaimana dengan yang lainnya?"

"Sepertinya ... untuk saat ini kita memang tidak memiliki pilihan," keluh Kirman sebelum merebahkan diri di atas ranjang. "Mau tidak mau, kita harus berada di sini."

Markas Ragnarok sendiri berada di bawah tanah, tepatnya di sebuah gua. Di dalam gua tersebut, terdapat beberapa ruangan yang dibuat dari dinding gua yang dilubangi, di antaranya adalah kamar-kamar yang berada di sana.

Ruangan milik Jerry adalah satu-satunya ruangan yang berada di permukaan tanah, yang mana menghadap langsung ke arah sungai yang mengalir di depan gua tersebut.

Ruangan milik Ubi sendiri merupakan ruangan yang paling jauh dari ruangan lainnya. Kirman yang membangun tempat itu hanya pernah pergi ke sana hingga ruangan tersebut selesai, setelah itu dirinya tidak berani mendekat dari jarak 30 meter sekalipun.

Ruangan Megi bersebelahan dengan ruangan Kirman, yang mana kedua ruangan tersebut berada di dekat ruangan utama di markas tersebut.

Saat ini keduanya tengah berada di ruangan Kirman, dengan sang empunya ruangan tengah asyik merebahkan diri di atas ranjang miliknya.

Megi yang tengah duduk di atas kursi tidak jauh dari pria itu pun menghela napas. "Sudahlah, ini adalah pilihan yang kita ambil. Jika kesempatan itu tiba, kita harus segera mengambilnya."

Kirman kemudian bangkit dari posisi dan mendekati pemuda itu. "Omong-omong, bagaimana kalau kita minum anggur bersama? Sepertinya itu cukup bagus untuk melepas penat."

Sebagai jawaban, Megi menggeleng. Bukan berarti dirinya tidak pernah meminum anggur, namun ia tidak mau mengambil resiko. "Aku takut aku tidak dapat mengontrol diriku, Kirman. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di saat mabuk, bisa saja hal itu malah menimbulkan malapetaka bagi kita."

Keduanya bukanlah sepasang kekasih meskipun terkadang mereka berperilaku demikian, namun mereka juga tidak akan mengelak dari perasaan mereka untuk satu sama lain.

Selain takut mereka tidak sengaja membongkar informasi mengenai rencana mereka, pemuda itu juga takut jika dirinya sampai melakukan hal tidak senonoh kepada Kirman.

Dirinya tidak mau kisah romansanya seperti itu, ia tidak mau merusak seseorang yang berharga dan yang ia sayangi di dunia ini. Tugasnya adalah menjaga pria itu, bukan merusaknya.

"Kau ada benarnya," kekeh Kirman, dirinya kemudian membuka peti penyimpanannya yang berisi makanan. "Bagaimana kalau kita makan bersama saja?"

"Ide bagus. Kau mau memasak? Kalau iya, aku tidak keberatan untuk membantumu," ujar Megi yang dibalas oleh gelengan kepala dari pria manis itu.

"Anak kecil sepertimu tidak boleh mendekati dapur. Lebih baik kau duduk diam saja di sana sembari menunggu diriku," tolak Kirman yang membuat Megi mendengus.

KLANDESTINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang