(10) The World Where Katsuki Exists

109 12 5
                                    

Halo, Milo disini!

Sebelum mulai, aku mau kasih tau dulu buat yg belum begitu memahami mental issue.

Penyebutan perihal bun*h diri biasanya akan terasa biasa-biasa saja/tak berefek pada siapapun yg kondisi mentalnya sangat baik. Tp berbeda dgn mereka yg memiliki mental issue yg mencapai tahap ingin mengakhiri hidup (entah hanya baru berupa pikiran, sudah menjadi rencana atau bahkan sudah masuk ke dalam tindakan). Penyebutan bun*h diri akan sensitif saat didengar oleh mereka, beberapa akan merasa cemas dan ketakutan. Jadi untuk reaksi Izuku di chapter ini saat melihat gambar seseorang yg bun*h diri, itu tidak bisa dibilang berlebihan ya. Karena kondisi Izuku pun gak bagus secara mental. Mungkin kalian lupa kalau Izuku pernah melakukan percobaan bun*h diri hingga 3x.

Demikian. Karena aku udah warning soal penyebutan s*icide disini, harap kalian bisa bersikap bijak.

Terima kasih. Selamat membaca!


***

Izuku baru pulang dari kantor perusahaan milik Enji Todoroki, ayah Shoto, untuk memenuhi permintaannya membuatkan sebuah lukisan yang akan dipajang di lobi salah satu kantor cabang perusahaan miliknya. Ini termasuk proyek besar miliknya sejak bertahun-tahun lalu. Biasanya dia hanya menerima permintaan kecil untuk melukiskan objek yang lebih sederhana. Dan juga kebanyakan klien membayarnya hanya untuk koleksi pribadi, bukan untuk perusahaan raksasa seperti saat ini. Berterima kasihlah pada Shoto yang telah merekomendasikan Izuku pada ayahnya saat pria tua itu membutuhkan beberapa lukisan untuk dipajang di kantor cabang barunya.

Dia berjalan melewati sebuah gereja dan berhenti untuk menatapnya selama beberapa saat. Perasaan rumit muncul di hatinya setiap kali melihat tempat-tempat ibadah. Gereja itu tidak terlalu besar, namun tidak juga terlalu kecil. Bangunannya merupakan susunan dari bata merah pucat berplester putih. Dengan beberapa pohon di halaman dan juga berbagai tanaman hias yang terawat.

Kaki jenjang Izuku melangkah dengan sendirinya melewati pagar yang tak terlalu tinggi, masuk ke halaman yang terlihat jauh lebih asri ketika melihatnya secara langsung dari jarak yang dekat. Jantungnya berdetak cepat begitu kakinya semakin dekat ke arah pintu kayu jati berwarna cokelat yang menjulang setinggi kurang lebih tiga meter. Perasaan familiar begitu menyeruak ketika tangannya dengan perlahan membuka pintu yang tak terkunci itu. Aroma yang tercium seperti campuran kayu dan kertas usang memenuhi indera penciumannya. Entah kenapa aroma itu seperti mengandung sihir yang mampu menenangkannya dalam sekejap.

Dia mengedarkan pandangan ke setiap sudut. Lalu berjalan melewati bangku-bangku kayu yang berderet memenuhi hampir seluruh ruangan. Saat berhenti di tengah-tengah, tatapannya terpaku pada patung Yesus yang tersalib di atas. Hatinya merasa malu ketika menatap wujud dari Tuhan itu. Dia datang dengan memiliki lumpur dosa yang sulit dihilangkan di dirinya setelah bertahun-tahun. Entah apa yang mendorongnya untuk kembali masuk ke tempat yang telah lama tak ingin dia datangi itu.

Izuku berjalan mendekat ke salah satu bangku dan duduk disana, dengan tatapan yang tetap lekat pada patung salib. Sejenak menarik napas agak panjang sebelum memejamkan mata untuk menenangkan diri. Lalu membukanya kembali untuk hanya menatap lurus ke objek acak di depan.

Tidak ada yang dilakukannya selama duduk di sana, bahkan untuk menyatukan kedua tangan dan memanjatkan doa pun tidak. Izuku hanya duduk seraya memikirkan banyak hal mengenai kehidupannya. Naik dan turun, jatuh dan bangun, darah dan air mata, sedih dan kecewa. Meski memikirkan hal-hal menyenangkan yang dilaluinya, itu masihlah tertumpuk memori-memori yang menyakitkan.

"Tahun berikutnya kita akan berada disini untuk mengucapkan janji pernikahan."

Izuku mendengar suara dirinya yang datang dari masa lalu.

Bear Your PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang