1

32 4 0
                                    

Di sebuah lorong yang gelap, tampak seorang wanita sedang menatap sebuah pintu di depannya dengan gelisah. Ia mulai menggerakan tangan kanannya secara perlahan untuk memegang gagang pintu, namun tiba-tiba pintu itu terbuka dan menampakan seorang pria berperawakan tinggi dengan rambutnya yang sudah beruban banyak. "Angelica?", tanya pria itu pada wanita di depannya yang menggunakan sebuah kaos bewarna hitam dipadukan dengan celana jeans. "Pa, aku boleh masuk?", tanya Angelica pada sosok pria berperawakan tinggi itu yang merupakan orangtuanya. Pria itu memberikan jalan pada putrinya menandakan ia boleh memasuki kamar tidur yang ditempati kedua orangtuanya.

"Ma?" panggil Angelica pada seorang wanita berusia sekitar 50 tahun sedang duduk di sofa sambil membaca buku bersampul gelap. Wanita itu mendongakkan kepalanya dan melihat putri satu-satunya dengan wajah yang datar. "Ada apa?" tanya wanita yang merupakan ibu kandung Angelica.

Angelica terlihat takut dan gelisah. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, haruskah ia menyampaikan kata-kata yang ingin ia ucapkan atau selamanya berdiam diri mengikuti kemauan orangtuanya, bukan kemauannya.

"Kalau engga ada yang mau kamu sampaikan, kembali ke kamar", ucap Mamanya sambil membaca kembali buku yang masih ia genggam di kedua tangannya. Angelica mengepalkan tangannya dan kali pertama ini, ia akan memberanikan dirinya sampai akhir. "Ma, Pa, aku mau kerja di luar negeri, aku lolos interview" ucap Angelica dengan berani sambil menatap lurus ke Mamanya.

Mamanya menghentikan kegiatan membacanya dan menatap Angelica dengan tajam "Engga boleh, kamu ga perlu kerja di luar sana, cukup bantu usaha papa", ucap Mamanya sambil meletakan buku yang ia baca di atas meja di depannya.

"Engga ma, ini keputusanku. Aku udah cukup dewasa untuk menjalani kehidupanku sendiri. Aku mau mama dan papa support aku" ucap Angelica dengan tenang.

"Kamu udah merasa dewasa sekarang?", ucap Mamanya sambil menyilangkan kakinya. "Kalau gitu, kamu cepetan nikah sama pilihan mama" ucap lagi Mamanya. "Ma! Emangnya kedewasaan itu bisa dilihat dari aku udah nikah atau belom?" ucap Angelica dengan nada yang mulai meninggi. Ia mulai emosi, selalu saja seperti ini. Apa pun yang ingin ia lakukan secara mandiri, selalu ditentang Mamanya, sedangkan Papanya tidak berdaya dan selalu menyuruhnya untuk mengikuti perkataan Mamanya. Bukannya tidak mau mendengarkan nasehat orangtuanya namun, apakah di umurnya yang sudah menginjak 25 tahun, ia masih tidak boleh berpergian sendiri menggunakan kendaraan umum? Apakah ia masih harus pulang sebelum jam 7 malam? Mengapa semua hal dalam kehidupannya selalu dikendalikan oleh orangtuanya? Bukannya ingin membantah. Angelica selalu pergi dengan orang yang jelas yang dikenal kedua orangtuanya, merokok dan minum alcohol pun tidak pernah ia sentuh apa lagi pergaulan bebas lainnya.

"Aku engga mau tahu, aku tetap sama keputusanku. Terserah mama sama papa mau gimana, aku tetap sama jalanku. Tolong, aku mau lebih mandiri", ucap Angelica dengan tegas, ia membalikan diri untuk keluar dari kamar orangtuanya.

"Siapa yang pengaruhin kamu?", teriak Mamanya pada Angelica. "Kamu mau hidup sendiri supaya kamu bebas lakuin hal apa pun? Kurang beruntung apa kamu, selama ini semua kebutuhanmu selalu mama dan papa penuhi!".

Angelica membalikan badannya "Bukannya aku engga bersyukur ma! Aku cuman mau menjalani kehidupanku sendiri tanpa bantuan mama dan papa. Kalian juga engga selamanya ada di sisi Angelica kan? Gimana kalau suatu hari aku sendiri dan aku engga bisa apa-apa karena selalu ngandelin mama dan papa?" ucap Angelica dengan tenang.

"Makanya kamu nikah! Supaya mama sama papa juga tenang. Ga perlu urusin kamu lagi!" ucap Mamanya yang masih emosi.

Angelica sudah muak. Cukup sudah. "Nikah, nikah dan nikah. Memangnya kalau aku nikah bakal menjamin aku selalu aman? Mama jangan bikin aku bergantung sama siapa pun. Aku mau bergantung sama diriku sendiri, bukan orang lain!" teriak Angelica dengan muak.

Switch TurnsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang