"Ret.. Tolongin gua..", ucap Gabby dengan lesu. Wali kelas mereka baru saja mengumumkan suatu hal yang paling dibenci oleh seluruh siswa/I. Apalagi kalau bukan ujian akhir sekolah? Sedari tadi di belakang sana, Gabby sudah mulai meminta tolong pada Reta. Harvey membalikan badannya ke belakang dan menghadap pada Gabby "Kata gua sih, engga ketolong", ucapnya dengan serius dan membuat Gabby murung seketika. Ia begitu khawatir dengan ujian sebelum kenaikan kelas ini. Ujian sebelumnya saja, nilainya sudah pas-pasan. Bagaimana dengan kali ini?
Reta menghadap ke belakang dan menatap Gabby dan Harvey bergantian "Gimana kalau kita bikin study group aja?", usul Reta. Gabby dengan semangat yang entah datang dari mana langsung menganggukan kepalanya dengan antusias "Setuju banget!". Reta dan Gabby melirik ke arah Harvey, laki-laki itu tampak menimang-nimang usul Reta. "Please piii", ucap Gabby dengan penuh mohon pada sahabat laki-lakinya itu. "Oke, tapi...", ucap Harvey. "Iyaaa, gua traktir deh kalau nanti gua fix aman!", ucap Gabby dengan pasrah. "Ya itu juga boleh. Maksud gua, bertiga aja?", ucapnya dengan santai sambil meledek ke arah Gabby. Rupanya Gabby telah masuk ke jebakan Harvey karena maksud laki-laki itu bukanlah untuk meminta imbalan.
"Emang kenapa, pii?", tanya Reta. "Maksud gua, tambah satu orang lagi gitu biar genap.", ucapnya sambil memutarkan pen yang ia pegang sedari tadi. "Lu udah kepikiran satu orang itu?", tanya lagi Reta. Harvey menganggukan kepalanya. "Ya boleh aja sih, ga masalah", ucap Reta. Sedangkan Gabby hanya pasrah dengan usul para gurunya itu. "Yauda gua bikin grup ya sekarang!", ucap Harvey sambil mengeluarkan handphonenya dari kantong. Kebetulan sekarang ini tidak ada kegiatan mengajar dikarenakan para guru sedang mempersiapkan diri untuk mengadakan rapat untuk ujian beberapa minggu lagi. Setelah inipun para siswa/I hanya mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru mereka untuk dikumpulkan, baru setelah mengumpulkannya mereka sudah boleh pulang ke rumah masing-masing. Seperti itulah kira-kira kegiatan hari ini di sekolah, untuk hari esok kegiatan belajar mengajar akan kembali seperti semula sampai seminggu sebelum ujian.
Reta dan Gabby ikut mengeluarkan handphone mereka dari kantong. Sedangkan Harvey dari tadi telah selesai membuat study group yang ia buat tadi. Reta membuka group tersebut dan melihat siapa member terakhir di groupnya itu.
"Theo?", ucap Gabby yang terdengar seperti pertanyaan. Harvey menganggukan kepalanya. Tidak heran Harvey mengajak Theo dikarenakan kedekatan mereka sedari SMP. Sedangkan Reta sedang berpikir, apa yang akan terjadi dengan study group ini apabila ada Theo di dalamnya?
------------------------------------------------------------------------------
"Gua pergi bimbel dulu ya gaes", ucap Gabby melambaikan tangannya dengan sedih pada Reta dan Harvey. Reta terkekeh geli melihat tingkah Gabby yang seperti anak kecil. "Lu langsung pulang, Ta?", tanya Harvey. Kini hanya tersisa Harvey dan Reta.
Reta menganggukan kepalanya, mereka berdua jalan sampai ke lorong koridor lantai dua. "Gua duluan ya! Udah ditungguin mama di rumah", ucap Harvey sambil mengacak rambur Reta dan pergi meninggalkan Reta di arena loker.
"Auretta?", ucap seseorang yang Reta kenal suaranya. Gadis itu menutup lokernya dan melihat Raiden yang menggunakan seragamnya dengan rapi.
"Eh, Raiden! Halo", sapa Reta pada Raiden.
Raiden tersenyum "Udah mau pulang ya, R-Reta?", ucap Raiden dengan gugup. "Iya nih! Kenapa, den?", ucap Reta yang dapat merasakan Raiden gugup berbicara dengannya. Entah ada apa dengan laki-laki ini.
"Gua mau ngomong sebentar, boleh?", tanya Raiden
Reta menyelediki Raiden dengan seksama. Apa yang ingin laki-laki ini bicarakan? Reta menganggukan kepalanya "Ngomong aja, den!" ucap Reta.
"Di taman belakang aja g-gimana?", ucap Raiden masih dengan kegugupannya.
Apakah Reta harus khawatir? Setelah kejadian kemarin, Reta menjadi lebih waspada. Gadis itu tampak berpikir-pikir.
"Sebentar aja, Reta. Taman belakang juga masih banyak orang kok!", ucap Raiden yang sepertinya dapat memahami apa yang dipikirkan oleh gadis itu.
Pada akhirnya Reta menyetujui perkataan Raiden dan mereka berjalan bersama menuju taman belakang.
"Wahh, gemoy banget!", ucap Reta dengan antusias. Setelah mereka berdua sampai di taman belakang, Raiden izin untuk mengambil sesuatu untuk ditujukan pada Reta, awalnya ia tampak curiga namun setalah Raiden membawa seekor anak kucing, buyar sudah semua kecurigaannya.
"Namanya siapa, den? Kok bisa nyasar kesini?", tanya Reta sambil menggendong anak kucing bewarna putih itu ke pangkuannya.
"Kizu namanya. Dia emang tinggal disini, dirawat sama satpam", ucap Raiden. Laki-laki itu menatap ke arah Reta, membuatnya teringat akan kejadian satu tahun yang lalu di lapangan indoor sekolah. Dirinya, Reta dan senyuman manisnya itu yang membuat siapa saja tidak dapat berkedip.
"Lucu naaa", ucap Reta sambil mengelus anak kucing itu dengan lembut.
"Reta, lu gapapa kan?", tanya Raiden tiba-tiba. Reta menatap bingung ke arah Raiden, ia tidak mengerti maksud perkataan laki-laki itu sampai akhirnya ia mengerti alasan Raiden membawanya kemari dan obrolan apa yang ia maksud.
Reta tersenyum "Gapapa kok, den! Makasih ya udah ngehibur gua!", ucap Reta. Raiden terkejut melihat Reta dengan begitu mudah mengerti maksudnya.
"Gua boleh tanya, den?", ucap Reta. Sepertinya ini kesempatan emas untuk dirinya menanyakan langsung hal yang ingin ia ketahui ini.
Raiden menatap Reta seolah menunggu pertanyaannya itu. "Tipe cewek lu yang kayak gimana, den?", ucap Reta dengan antusias namun di satu sisi telinga laki-laki itu begitu merah.
"Lu demam, den?", ucap Reta yang melihat warna telinga Raiden yang tidak wajar. Apakah ia sakit? Atau marah karena pertanyaanya terlalu mendadak?
Raiden menatap ke arah Reta yang asik dengan sugestinya sendiri, ia berdeham.
Reta menatap ke Raiden, baru saja ia ingin meminta maaf "Rambutnya terurai panjang, senyumnya manis, dia baik dan ramah", ucap Raiden sambil membayangkan gadis itu di benaknya.
Tiba-tiba kucing itu rewel dan membuat Reta menjadi salah fokus dan bingung apa yang akan dilakukan kucing yang berada di pangkuannya ini.
"Gua suka sama lo, Auretta", ucap Raiden dengan pelan.
-----------------------------------------------------------------------------------
Seorang laki-laki sedang memainkan gitar di kamarnya, ia memainkan gitar tersebut dengan handal, alunan sinar gitar itu terdengar merdu. Tiba-tiba, permainannya terhenti karena ia mengingat kejadian beberapa hari ini.
Bagi Theo, Reta berbeda dengan gadis lainnya terutama pada saat awal perjumpaan mereka. Sifatnya yang unik selalu membuat Theo penasaran dan ingin melihat setiap tingkahnya setiap hari.
Theo tersenyum "Auretta", ucapnya. Laki-laki itu merasakan jantungnya berdebar begitu kencang. Pikirannya entah mengapa langsung menggambarkan rupa gadis itu yang sedang tersenyum manis dengan pipinya yang merona.
Theo menutup wajahnya. Apakah ini jatuh cinta? Jika benar, sepertinya ia juga memiliki saingan. Sepertinya ia harus mendekati Reta terlebih dahulu sebelum ia kecolongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Switch Turns
FantasyValeria Elanora Celestine, seorang remaja perempuan yang sedang mengalami fase jatuh cinta kepada seorang laki-laki di sekolahnya yang bernama Theodore Wilder Brixton. Valeria tidak berani mengungkapkan cintanya sampai ia bertemu dengan Raiden Wins...