6

16 3 0
                                    

"Lama banget sih bocil!", ucap Harvey yang sedari tadi memperhatikan jam tangannya terus menerus. "Sabar, sabar! Lagian bisa-bisanya dia bawa tas makeup segede gajah!" ucap Reta sambil mengingat kejadian tadi.

"Ga salah, Gab?", tanya Reta pada Gabby yang membawa tas makeup yang bahkan cocok untuk dibawa oleh MUA.

Gabby menggelengkan kepalanya dengan mantap "Hari ini gua mau ngedate sama Leo!", ucapnya dengan girang sambil membayangkan yang tidak bisa dibayangkan oleh orang lain.

"Harus maksimal dong gua!", ucap Gabby sambil membuka tas makeupnya dan memeriksa keadaan kuas-kuas serta blush on yang ia bawa.

Reta merasa sahabatnya itu sedang tidak berada dalam kondisi yang benar. Memangnya boleh membawa makeup sebanyak itu ke sekolah?

"Tidak! Kamu ke ruang bapak nanti jam istirahat! Kalau kamu engga datang, jangan harap bapak kembalikan mainanmu ini!", ucap guru BK yang menyadarkan lamunan Reta.

"Baru aja dibilang", batin Reta. Sedangkan Gabby, ia terlihat panik melihat mainannya dibawa kabur.

"Baru juga lima menit, pii. Pasti lagi nawar-nawar dia", ucap Reta yang duduk di sebelah Harvey. Sambil menunggu Gabby datang, Harvey dan Reta memilih untuk menunggu sahabatnya itu di taman belakang sekolah, setelah sahabatnya itu datang barulah mereka akan pergi ke kantin untuk makan bersama. Untung saja jam istirahat diberikan selama 30 menit.

Harvey menghembuskan nafasnya, ia pikir anak tersebut tidak akan lama di ruang BK. Kalau sudah terlanjur menunggu seperti ini, mau bagaimana lagi?

Reta menatap Harvey yang sedang memejamkan matanya sambil menyender di bangku taman. Apa ia tanyakan saja mengenai Vale dan Theo? Entah mengapa Harvey terlihat seperti mengenal betul Vale dan Theo.

"Pi?", panggil Reta pada Harvey

"Hmm?", Harvey hanya bergumam dan masih setia memejamkan matanya.

"Lu udah lama kenal Theo sama Vale, ya?", ucap Reta seperti tidak yakin.

Harvey membuka kedua matanya dan membenarkan posisi duduknya menghadap ke arah Reta "Kenapa, Ta?", ucap Harvey dengan serius.

"Gua mau tahu, kenapa Theo kelihatan benci banget sama Vale", ucap Reta dengan yakin.

Harvey terdiam sejenak "Tanya Theo", ucapnya dengan singkat.

"Gua udah tanya dia, tapi gua rasa, kebencian dia sama Vale terlalu dalam", ucap Reta sambil menundukan wajahnya dan memainkan jarinya.

Harvey memperhatikan setiap hal yang dilakukan oleh Reta. Ia membuang nafasnya.

"Kita bertiga cukup deket dari SMP", ucap Harvey memulai cerita.

"Waktu itu, lu sekolah di tempat lain makanya bisa ketemu Gabby tapi engga kenal Theo sama Vale", ucapnya lagi dengan panjang.

Hubungan pertemanan kita baik-baik aja sampai akhir SMP karena setelah itu Vale berubah, dan dia berubah karena punya perasaan sama Theo. Tiap hari, Vale makin tunjukin perasaannya pada Theo, dimulai dari bawaiin bekal, perhatian berlebihan yang seharusnya sesama teman engga melewati batas itu sampai yang paling parah waktu valentine, Vale tulis surat cinta buat Theo yang bisa dibilang agak creepy isinya. Ada satu waktu, Vale juga nyatain perasaannya pada Theo namun sudah jelas ia ditolak, sedari awal sudah ada yang namanya batas yang tidak boleh dilewati, cuman Vale tidak menanggapi hal tersebut. Setelah Theo menolak Vale dan menjelaskan dengan baik bahwa pertemanannya dengan Vale tidak akan pernah berubah, Theo pikir Vale sudah mengerti. Namun Theo salah, satu hari Theo sedang bercanda gurau dengan teman peremuannya di kelas, hal tersebut membuat Vale naik pitam. Ia menjambak rambut perempuan itu dan mencakarnya. Pada akhirnya Theo murka dan memilih untuk menjauh dari Vale bahkan membencinya.

"Akhirnya sekarang sisa gua sama Theo", ucap Harvey sambil mengangkat kedua bahunya.

Reta menyimak betul ucapan Harvey "Rupanya ini cerita belakang dari cerita utama yang engga diketahui pembaca", batin Reta.

"GUYS!", teriak Gabby dari kejauhan sambil melambaikan tangannya dan tidak lupa mainan kesayangannya itu yang ia gantung di bahu kirinya.

Reta dan Harvey saling menatap dan tahu persis apa yang dilakukan oleh sahabat mereka itu. Dengan keahlian berbicaranya, sudah pasti ia dapat mengelabui siapa pun.

----------------------------------------------------------------------

"Hari yang membosankan", ucap seorang laki-laki yang sedang tiduran di sebuah bangku panjang yang berada di rooftop sekolah.

Pada akhirnya, laki-laki itu memejamkan matanya dan melipat tangannya di atas perutnya.

Baru saja, ia ingin menuju ke alam mimpi, dapat ia dengar suara pintu rooftop terbuka. Laki-laki itu masih setia dengan posisinya namun ia dengar dengan jelas suara langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya.

"Aku tahu kamu engga tidur kan?", ucap seorang perempuan yang ia kenal betul. Laki-laki itu mengeratkan pegangan tangannya.

"Aku kenal kamu, Theo", ucap perempuan yang bernama lengkap Valeria Elanora Celestine.

"Mau sampai kapan sih kamu kayak gini?", tanya Vale pada Theo yang tidak bergerak sedikitpun.

"Emangnya salah kalau aku punya perasaan sama kamu?", ucap Vale dengan frustasi.

"Apa karena Auretta kamu jadi kayak gini?", ucap Vale mulai emosi.

"Jawab Theodore! Bener karena perempuan itu?", ucapnya lagi dengan nada yang lebih tinggi.

"Perempuan sia-", maki Vale yang terpotong karena dengan memasang wajah yang terkejut ia baru saja dilempari botol minuman oleh Theo yang hampir mengenainya.

"T-Theo, k-kamu", ucap Vale dengan takut.

Theo bangun dari tempatnya dan berjalan melewati Vale sambil mengucapkan "Lain kali ga bakal meleset".

Vale membeku di tempatnya, ia tidak dapat melakukan apapun karena terkejut dengan perkataan Theo barusan.

Theo terus berjalan ke arah pintu sampai akhirnya sebelum membuka pintu ia mengucapkan kata-kata yang membuat Vale mengepalkan tangannya dengan kencang "Berani sentuh Reta, lo bener-bener abis kali ini".

Pintu tertutup dengan kencang menandakan kepergian Theo. Langit yang tampak begitu cerah hari ini, rupanya tidak dapat menyinari seorang Valeria. Ia berteriak dengan kencang untuk meluapkan kekesalannya. Tiba-tiba saja, Vale mendengar suara pintu terbuka, ia menghadap ke belakang dan melihat seorang gadis yang ia kenal.

"Mau gua bantu? Musuh kita sama", ucap gadis itu pada Vale yang masih berdiri pada tempatnya.

----------------------------------------------------------------------

Reta tersenyum manis berjalan ke arah lapangan parkir. "Akhirnya pulang sekolah!", batinnya. Kali ini ia berjalan sendirian karena seperti yang kita ketahui, Gabby ngedate dengan Leo, belum lagi Harvey yang dipanggil guru ekonomi untuk membantunya terlebih dahulu, maklum ketua kelas.

Reta melihat seseorang yang ia kenal sedang duduk diatas motor sambil memainkan handphonenya. Ia berjalan ke arah orang itu dan menyapanya "Raiden! Lagi main Rio's Farmer ya?", ucap Reta yang langsung berdiri disebelah Raiden dan mengintip handphonenya. Benar saja rupanya! Ia sedang memainkan game kesayangan Reta!

"Raiden, kalo engga repotin bagi pisang dong! Lama banget itu nanemnya!", ucap Reta sambil membuka juga game tersebut di handphonenya. Raiden mengangguk dan berangkatlah Reta dan Raiden menuju dunia mereka.

"Ret, ayo pulang! Sekalian temenin gua cobain toko pizza yang baru buka!", ucap Theo yang sudah berdiri di belakang Reta.

Reta mendengar salah satu makanan favoritnya disebutpun langsung setuju "Ayo!", ucapnya.

Baru saja Reta akan berjalan pergi, Raiden memegang pergelangan tangannya. "Tunggu", ucap Raiden sambil menatap Theo dengan datar. Theo melihat Raiden yang memegang tangan Reta pun langsung memasang raut wajah dingin. Reta melihat kedua laki-laki yang saling menatap itu. "Raiden mau pizza juga?", batinnya.

Switch TurnsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang