3. Apa Hubunganmu Dengan Ayahku?

61 12 10
                                    

Pupil mata Hera membesar begitu mengenali siapa pria yang berada disebelah Gesang muda didalam foto itu. Tangannya terangkat untuk meriah lembar foto itu namun Gesang lebih dulu menariknya sebelum Hera menggapainya.

"Puas? Kau sudah puas sekarang?"

Hera menggeleng mencoba meraih foto itu lagi namun Gesang tidak memberinya kesempatan.

"Itu...ayah? ayahku?"

Satu sudut bibir Gesang terangkat membentuk seringaian. "Kau masih tidak percaya?"

"Perlihatkan agar aku percaya!" Teriak Hera sambil mendorong tubuh Gesang lalu mengambil foto itu dari tangan sang pria.

Dilihatnya lamat lamat foto usang itu. Ia tidak menemukan kejanggalan difoto itu. Foto yang diambil disebuah halaman sekolah dengan Gesang yang mengenakan seragam sekolah dan sang ayah yang merangkul bahu Gesang dengan akrab. Bahkan sang ayah tersenyum senang sementara Gesang tersenyum kecil dengan kedua tangan yang tertaut didepan.

"Ibumu...yang mengambil fotonya."

Seolah belum percaya dengan apa yang ia lihat dari foto itu. Penuturan Gesang akan sebuah fakta lain membuat kepala Hera semakin pening.

"Apa maksudmu?" Tanya Hera menuntut.

"Jangan berani beraninya kau membohongiku," serunya marah.

"Untuk apa aku membohongimu," balas Gesang frustasi.

Pria itu menyugar rambutnya sambil menatap langit langit untuk mempertahankan kesabaran lalu kembali menatap Hera yang masih menuntut penjelasan.

"Apa gunanya aku membohongimu?" Gesang membasahi bibirnya, "foto itu diambil sembilan tahun lalu. Saat kelulusan SMA ku."

Gesang enggan untuk bercerita tentang masa lalu. Karena masa lalunya sungguh membuatnya jijik, namun jika tidak dijelaskan maka gadis itu tidak akan mengerti. Ia menyesali keputusannya dulu saat menolak tawaran Benny-Ayah Hera untuk dikenalkan oleh gadis dihadapannya sekarang.

Jika saja dulu Gesang menerima tawaran yang diberikan dengan cuma cuma, sekarang pasti ia tidak kesulitan untuk membuat Hera percaya kalau hanya bersamanya gadis itu akan aman. Setidaknya Hera mengenalnya dan mempercayainya.

"Aku tidak memiliki keluarga. Ayah dan ibumu membantuku."

Hera tertawa meremehkan. Ucapan pria itu terlalu dramatis dan klise untuk dijadikan penjelasan. "Untuk apa Ayah dan ibuku membantumu, mereka sangat sibuk bahkan hanya untuk berada dirumah dihari libur."

"Itu. Karena kesibukkan merekalah yang membantuku." Tenggorokan Gesang tercekat.

"BOHONG! JANGAN BERBOHONG TENTANG AYAH DAN IBUKU-"

"AKU ADALAH KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA."

Hera tercekat tanpa disadari kakinya melangkah mundur. Wajah memerah serta mata yang tertutup dan kedua tangan yang mengepal kuat. Hera terdiam mencerna.

"K-kau, k-kau apa?" Bibirnya terbatah berucap.

Gesang mengusap wajahnya kasar. Jantungnya berdebar karena ingatan masa lalu dengan kurang ajar menyusup masuk membuatnya merinding.

"KATAKAN?!" Hera kembali berteriak menuntut.

Bibir Gesang terbuka kecil lalu kembali tertutup karena tak kuasa kembali mengulang ucapannya. Seketika tatapan marah yang tadi menyelimuti pria itu kini telah sirna tergantikan dengan tatapan sendu yang tidak Hera mengerti.

"A-aku..." Gesang menelan saliva tanpa disadari, "korban perdagangan manusia yang diselamatkan oleh ayah dan ibumu."

Satu detik...

93 Days With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang