Gesang sengaja tidak kembali kedalam kamar dengan cepat setelah mengambil air untuk Hera agar gadis itu bisa memakan makananya dengan leluasa. Manik Hera yang masih menatapnya dengan sorot ketakutan itu sempat membuat hatinya nyeri. Lantas selagi menunggu perkiraan waktu Hera menghabiskan makanannya, Gesang membersihkan sisa peralatan masaknya.
Didapur yang menjadi satu dengan meja makan membuat dapurnya terlihat sedikit berantakan. Banyak sekali bahan bahan makanan yang ia beli dan belum sempat dirapikan. Dari banyaknya kantung belanjaan, semua isi bahan makanan serta makanan ringan itu hampir semua adalah makanan kesukaan Hera.
Disaat Gesang tengah sibuk mencuci peralatan masak yang habis digunakan, pria itu terlonjak saat berbalik dan mendapati Hera yang berdiri didekat meja makan sambil membawa nampan berisi peralatana makannya yang sudah kosong.
"Letakkan saja disana, nanti aku akan mencucinya," ujar Gesang setelah menetralisir rasa terkejutnya.
Pasalnya Hera hadir tanpa menimbulkan suara sedikitpun dan tau tau sudah berdiri diam disana dengan penampilan yang berantakkan. Sebenarnya salah Gesang juga karena belum sempat menyuruh Hera membersihkan diri sejak kemarin.
Selesai meletakkan peralatan masak yang sudah dicuci bersih, Gesang mengambil nampan makanan yang ada ditangan Hera karena gadis itu tidak mengikuti perintahnya tadi.
"Kau bisa membersihkan dirimu jika kau mau," tawar Gesang sebelum kembali berkutat ditempat cuci piring.
Sedangkan Hera tak beranjak sedikitpun dari tempatnya. Selama Gesang mencuci piring, Hera hanya berdiri ditempat sampai pria itu selesai dan kembali menghampirinya.
"Kau tidak ingin membersihkan diri?" Tanya Gesang Heran.
Gesang tahu Hera takut padanya namun tatapan gadis itu sekarang terlihat datar dari pada ketakutan,
"Minum," gumam Hera.
Dengan alis yang mengerut karena tak begitu mendengar Gesang mendekat. "Kau ingin apa?"
Bukannya semkain mendengar jelas suara Hera yang lemah. Justru jarak yang dikikis oleh Gesang membuat tubuh Hera gemetar.
"Minum, aku ingin minum." Tanpa bisa melihat mata Gesang, Hera bergumam sama sekecilnya seperti tadi.
Beruntungnya kali ini Gesang mendengarnya. Pria itu langsung tersadar dan beranjak untuk mengambil apa yang Hera inginkan. Kesempatan itu Hera gunakan untuk mengamati rumah yang tidak begitu besar ini. Melihat celah untuk dijadikan pintu keluar selain pintu utama yang sudah pastinya dijaga ketat oleh Gesang.
Sialnya tidak ada celah besar selain pintu untuk keluar. Terdapat jendela permanen besar yang tertutup goden diruang tamu membuat Hera yakin kini ia berada disalah satu bangunan tinggi.
Hanya sebentar kesempatan Hera sebelum akhirnya Gesang kembali dengan segelas air. Pria itu memberikannya pada Hera. Dengan senyum tipis pria itu menatap Hera yang sedang minum dengan gugup.
"Jika kau mencari jalan keluar, maka ku beritahu. Tidak ada jalan keluar lain selain pintu itu." Dagu Gesang bergedik kearah pintu baja umata itu.
"Itu satu satunya pintu. Dan kau tenang saja, rumah ini kedap suara. Seberapa keraspun kau teriak itu hanya akan membuat suaramu habis." Gesang semakin mendekat mengikis jarak lantas menangkup sebelah pipi Hera dengan tangan kanannya. Ibu jarinya bergerak mengusap pipi Hera, "Jadi satu satunya cara agar kau bisa keluar dari sini adalah dengan menurut padaku."
Jantung Hera berdegup kencang seperti orang gila. Wajahnyapun memucat seketika.
"K-kau, siapa kau sebenarnya?" Tanya Hera terbatah. Kali ini matanya berani menatap mata Gesang.
KAMU SEDANG MEMBACA
93 Days With You
Fiksi RemajaSetelah kematian orangtuanya 4 tahun lalu karena kecelakaan, Hera mencoba untuk menjalankan hidupnya yang sekarang hanya sebatang kara. Hidupnya berjalan senormal mungkin selama 4 tahun, sampai disuatu malam yang tidak terduga seorang pria yang tida...