Seringaian menyeramkan terulas dari bibir hitam seorang pria yang wajahnya penuh dengan codet dipipi. Bibir yang mengapit tusuk gigi kayu itu tersenyum melihat layar tablet yang menampilkan berita hilangnya anak dari mendiang jaksa Helena Liam dan Jendral polisi Benny Winata. Diruangan berbau asap rokok berukuran sedang itu, menjadi tempatnya memantau Heranatha Liam Winata selama ini. Tablet yang digunakan untuk melihat aktivitas dan segala hal kecil tentang Heranatha yang dikirimkan oleh anak buahnya. Namun sialnya dimalam itu semua koneksi internet serta aluran Listrik di tempatnya padam tanpa sebab hampir selama satu jam. Kejadian itu membuatnya dan anak anak buahnya kehilangan jejak Hera.
Tapi kini seperti pepatah 'pucuk dicinta ulatpun datang'. Informasi mengenai gadis itu muncul setelah satu minggu lebih menghilang tak berjejak. Siara berita yang memampangkan wajah Hera sebagai orang hilang. Artikel artikel yang dirilis oleh media ternama juga menerbitkan berita tersebut.
"Lihat anak gadis. Banyak sekali yang menginginkanmu untuk balas dendam," gumamnya sambil tertawa senang.
Kaki yang bertengger diatas meja diturunkan bersama dengan tubuhnya yang bangkit dari kursi empuk berkulit coklat.
"Oy!"
"OY!"
Pintu ruangannya terbuka kencang. Dua anak buah kepercayaannya datang tergesa, siap menerima perintah untuk mendapat uang.
Pria itu melempar tablet ditangannya kearah dua anak buahnya yang sudah berdiri diseberang meja. Salah satu dari dua orang itu dengan gesit menangkap tablet mahal itu sebelum menyentuh lantai atau mungkin jangan sampai menyentuh lantai.
"Cari tahu siapa orang yang menculik gadis itu," perintahnya penuh otoriter membuat dua orang itu mengangguk paham. "Jika sudah ketemu kabari dan kita buat penawaran kerja sama untuk orang itu."
Lagi lagi. Dua pria berbadan kekar itu mengangguk patuh. "Baikk, Boss." Kemudian serempak menjawab.
Bibir kering yang agak menghitam karena kebiasaan merokok itu tersenyum menyeramkan. "Kita lihat pakcdetektif, dan bu jaksa. Bagaimana caranya kalian akan menolong anak kalian itu." Seringainya semakin berubah menjadi tawa nyaring.
Ia bahagia sekali mendengar kabar hilangnya anak itu. Hampir sepuluh tahun mendekam dipenjara dan akhirnya bebas bersyarat. Kehilangan anak buah dan organisasi yang ia jalani hampir lantak hancur tidak tersisa karena kedua orang yang sok pahlawan itu. Kini saatnya membalas dendam, balasan yang akan membuat Benny dan Helena menyesal telah ikut campur dalam urusannya.
|||
Hera terbangun dari tidur nyenyaknya diwaktu yang entah sedang menunjukkan pukul berapa, namun yang ia sadari saat ingin menganti posisi tidur adalah ketidak hadiran Gesang disisi tempat tidurnya. Hanya ada guling yang berada disana. Hera membuka matanya lebih lebar, melihat sekeliling sebelum duduk diatas ranjang.
Pintu kamar tertutup rapat namun tidak lama kemudian suara pecahan beling terdengar nyaring menembus pintu kayu itu. Hera terlonjak dan bangkit seketika. Berjalan cepat menuju luar kamar tanpa alas kaki. Begitu melihat kearah dapur dimana Gesang tengah berjongkok memunggungi didekat meja makan. Pria berkaos putih itu tidak menyadari kehadiran Hera karena saking sibuknya membersihkan pecahan gelas.
"Kau terluka?" Suara serak khas bangun tidur milik Hera memecah keheningan sembari berjalan mendekati Gesang dengan kaki telanjang.
Gesang menoleh kemudian matanya langsung tertuju pada kaki telanjang milik Hera yang mulai mendekat kearahnya.
"Berhenti!" sergah Gesang tepat saat Hera sudah hanya hinggal tiga langkah menujunya.
"Berhenti disana, kau tidak mengenakan sandal. Aku tidak tahu kemana saja pecahan belingnya menyebar," lanjut Gesang dengan mata yang menatap wajah terkejut Hera.
KAMU SEDANG MEMBACA
93 Days With You
Fiksi RemajaSetelah kematian orangtuanya 4 tahun lalu karena kecelakaan, Hera mencoba untuk menjalankan hidupnya yang sekarang hanya sebatang kara. Hidupnya berjalan senormal mungkin selama 4 tahun, sampai disuatu malam yang tidak terduga seorang pria yang tida...