Prolog

1.1K 137 70
                                    


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
.
.
.
.

"Ibu itu nggak bakal selamanya sama kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ibu itu nggak bakal selamanya sama kamu. Jadi ibu berharap, kalau nanti ibu ninggalin kamu, kamu udah punya pendamping hidup."

Kalimat menakutkan itu mendorong Khaula untuk datang ke tempat ini karena bukan hanya sekali dua kali mampir di telinganya hingga meninggalkan rasa gelisah tak berkesudahan. Pada akhirnya, alasan ia memutuskan untuk menikah adalah semata-mata karena dikejar oleh umur ibunya.

Cinta? Apalah cinta itu. Khaula sudah tidak peduli. Mungkin memang sebagaimana agama telah mengajarkan, bahwa menikah dengan yang dicintai itu harapan, sedangkan mencintai yang dinikahi adalah kewajiban.

Diparkirkannya motor di parkiran depan sebuah kafe. Gadis itu melepas helm dan meletakkannya di stang motor. Hidup sebagai gadis yatim membuatnya harus mandiri, salah satunya dengan menggunakan motor sebagai alat transportasi ke mana pun ia pergi.

Sebelum masuk dia berkaca dulu di spion untuk membenarkan letak jilbab. Kendati bukan keinginannya, tetap saja Khaula harus menjaga penampilan. Bukan apa-apa, hanya ingin terlihat bahwa ia terdidik menjadi perempuan rapi dan sopan.

Khaula mengeluarkan ponsel. Pesan yang ia kirim sebelum mengendarai motor sudah dibalas oleh orang yang akan ia temui sekarang juga. Dia mengabari bahwa dirinya sudah ada dalam kafe.

Membuka pintu kafe, pandangan Khaula menyapu seluruh tempat.

Kafe ini tidak terlalu ramai. Jadi pasti gampang untuk menemui keberadaan si cowok. Ada dua pasang lelaki dan perempuan di meja masing-masing. Di sebelahnya ada tiga perempuan dalam satu meja, lantas di ujung ada satu pelanggan perempuan, sementara kursi lain kosong.

Kemudian di dekat kaca, seorang lelaki sedang duduk yang saat bersamaan pula pandangan mereka bertemu.

Dia menunjukkan gestur seolah mengenalnya.

Apa dia orangnya? Khaula membatin. Namun, perlahan, ia melangkah, ragu. Pasalnya, meskipun dari kejauhan, penampilan si cowok jelas beda jauh dengan ada yang di foto.

Namun, ketika tepat sampai di meja, cowok itu mempersilakan Khaula untuk duduk di depannya. Jadi sepertinya ia tidak salah orang. Ditambah tidak ada lelaki yang duduk sendirian lagi. Mau tak mau Khaula duduk di sana. Di samping kursi si cowok ada sebuah koper berukuran cukup besar. Apa dia habis berpergian jauh? Ada satu gelas minuman rasa macha di meja. Dia cuma pesan satu minuman, gitu? Padahal Khaula juga haus.

Akan tetapi sepertinya rasa haus tertelan oleh rasa penasaran soal wajah. "Kok beda, ya? Nggak sama kayak di foto?" tanya Khaula to the point.

"Lebih ganteng mana?"

Membulat mata Khaula mendengar pertanyaan yang terdengar kurang pantas di situasi canggung ini. "Maksudnya ... beda wajahnya. Bukan masalah lebih ganteng atau enggak." Gadis itu menjawab seadanya.

Dear KahfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang