Chapter 2 - Izin Mengenalmu

492 100 44
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم
.
.
.

Minta support nya dengan kasih vote + komen, ya ✨

Minta support nya dengan kasih vote + komen, ya ✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ibuuu!"

"Bu, liat, deh, Bu. Sini, deeeh."

"Ada apa, sih, Kha?" Sang ibu keluar dan menghampiri Khaula di halaman.

"Liat, Bu, si putih kegores. Pasti gara-gara kemarin. Aku nggak sempet liat."

Sintia melirik badan motor sebelah kanan, ada beberapa goresan seperti apa yang Khaula katakan. "Cuma segitu, kok."

"Tapi sayang banget, Bu. Nggak enak diliat."

"Kamu ini kayak yang nggak pernah liat motormu kegores aja. Tinggal diamplas, kan?"

"Ya, tapi, kan kalau sering sayang aja."

"Udah, berangkat sana. Nanti kesiangan, lho," nasihat ibunya.

Jemari Khaula memegangi goresan itu. Si Putih adalah julukan Khaula kepada motor matic scoopy warna putihnya. Motor itu pemberian sang ayah saat Khaula masih SMA sebagai hadiah karena lulus dengan nilai memuaskan. Tujuannya supaya saat kuliah anaknya bisa bebas dan leluasa. Tidak perlu lagi merengek minta diantar-jemput ayahnya apalagi harus naik kendaraan umum. Jadi bila motornya ada kerusakan mesin atau hanya sekadar goresan kecil Khaula akan gelisah dan akan langsung membawanya ke bengkel untuk diperbaiki.

Kalau kebanyakan perempuan cuek dengan motornya, tidak dengan Khaula yang apik dan senang merawatnya. Di hari libur selalu menyempatkan diri untuk mencucinya di halaman rumah. Rutin mengganti oli. Isi bensin sebelum kosong. Motor itu sudah seperti sahabatnya sampai diberi nama. Yang menemani ke mana pun dia pergi, seolah ayahnya ikut membersamai.

Di mata Khaula ayahnya adalah sosok yang hebat sekali. Menjaga barang pemberiannya yang terakhir juga sebagai bentuk rasa sayangnya yang tak terhingga.

Sang ayah berhasil membuat Khaula percaya dengan kalimat bahwa ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Dia tidak galak, tapi tegas. Walaupun Khaula anak tunggal, tidak serta-merta membuat dia dimanja oleh orang tua. Jika Khaula punya keinginan, dia harus berusaha dulu. Entah dengan cara menabung, atau membantu pekerjaan ayah-ibunya.

Waktu SMP Khaula ingin dibelikan ponsel. Bukannya dituruti, dia malah dimarahi. Anak kecil mana boleh main hape. Fokus belajar. Begitu katanya. Tak lupa menyuruh Khaula menabung dari uang jajan sekolah.

Beberapa bulan kemudian tiba-tiba saja sang ayah menawari ponsel, ia menjelaskan secara spesifik model dan tipe ponselnya. Katanya, sih, ada teman ayah yang ingin menjualnya. Lalu tanpa disangka, ponsel yang masih berbungkus kardus dikeluarkan dari belakang punggung sang ayah ke hadapan Khaula.

Sang putri terkejut dan senang bukan kepalang. Ponsel itu baru, bukan barang bekas seperti yang diceritakan, memiliki kamera depan dan ukurannya lebih besar. Termasuk produk terbaru di zamannya. Ternyata sang ayah hanya ingin mempermainkannya dan memberikan kejutan. Khaula pun berterimakasih kepada ayahnya padahal uang yang dia kumpulkan belum seberapa.

Dear KahfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang