Chapter 6 - CV Ta'aruf

443 87 62
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
.
.
.

Maaf lama ya, kemarin tiba2 kehilangan feel. Ini nulis juga udh agak lama cuma ngerasa kurang sreg jadi lama.

Maafkan yaa 😭

Baru keluar dari kafe ponsel Khaula berdering

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru keluar dari kafe ponsel Khaula berdering.

Dari ibunya.

"Iya, Bu?"

Langkah Khaula terhenti saat mendengar suara di seberang. Itu bukan suara ibunya, melainkan suara seorang lelaki, yang mengabarkan kabar buruk.

Karena ingin cepat sampai di lokasi Khaula memesan ojek online yang kebetulan hanya menunggu dua menit ojek pesanannya sudah tiba. Sepanjang perjalanan hatinya tidak tenang. Sesekali meminta sang sopir untuk ngebut. Khaula mendapat informasi kalau ibunya masuk rumah sakit karena kecelakaan.

Tadi pagi sang ibu meminta Khaula untuk diantar ke pasar karena ada sesuatu yang ingin dibeli. Kebetulan Khaula yang ada urusan di luar yaitu bertemu Kafka menyetujui dan mereka pergi ke pasar duluan. Khaula membiarkan motornya dipakai sang ibu untuk pulang, sementara dia ke kafe pakai transportasi umum.

Setelah turun dari ojek Khaula berlari memasuki UGD yang lumayan ramai dengan perasaan campur aduk.

Tatkala matanya menemukan sosok yang dikenal Khaula lekas menghampirinya.

"Mana ibu saya?"

Sang lelaki menengok ke samping, ke ruangan yang tirainya terbuka hingga Khaula bisa menemukan ibunya.

"Ibuuu ...." Khaula mendekati ibunya yang terbaring di brankar. "Ibu nggak papa?"

"Ibu nggak papa. Cuma lecet sedikit." Wanita itu berusaha untuk duduk, dibantu Khaula.

"Kok bisa gini, sih, Bu?"

"Namanya kecelakaan nggak tahu datangnya kapan."

"Aduh, kalau tahu begini tadi aku nggak usah biarin ibu naik motor."

"Tapi motor kamu rusak, Kha."

Khaula memukul pelan bahu ibunya. "Bodo amat sama motor, Bu!"

"Kan kamu sayang banget sama dia."

"Tapi Ibu jauh lebih penting!" Khaula memasang wajah kesal. "Udah cukup aku jadi anak yatim, Bu. Jangan tambah lagi jadi piatu. Ditinggal sebelah aja udah sakit apalagi dua-duanya. Amit-amit kalau sampai itu ...." Tiba-tiba Khaula mengerem kalimatnya. Sadar kalau di sana bukan hanya ada ibunya, melainkan orang lain.

Khaula menoleh ke arah tempat Kahfi berdiri. Ya, lelaki yang tadi menelponnya dan menunggu ibunya di sini adalah Kahfi. "Ma ... maaf," ucap Khaula pelan tapi masih terdengar. Tidak selayaknya Khaula mengatakan itu di dekat Kahfi yang punya status yatim-piatu.

Dear KahfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang