start

70 14 5
                                    

Sooji terdiam, terjebak dalam kebingungan antara rasa sakit dan kerinduan yang menyelimuti hatinya. Bibir mereka terpisah sejenak, dan tatapan Harin yang tajam menembus jiwanya, seolah menguji seberapa dalam rasa yang masih tersisa di antara mereka.

"Kenapa kamu melakukannya, Harin? Kenapa kamu memilih jalan ini?" Suara Sooji bergetar, berusaha menahan air mata yang kembali mengancam akan keluar.

Harin mengangkat bahu, senyumnya yang sinis tidak pernah pudar. "Karena ini adalah satu-satunya cara untuk membuatmu merasakan apa yang aku rasakan. Kesakitan yang kamu ciptakan, penyesalan yang menggerogoti jiwa kita."

Sooji merasakan hatinya teriris. "Tapi kita bisa memperbaiki semuanya! Kita bisa mulai dari awal, tanpa dendam dan rasa sakit ini."

"Memperbaiki? Oh, Sooji, kamu benar-benar tidak mengerti," Harin mendekat lagi, suaranya kini berbisik lembut, "Kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Kita hanya bisa melanjutkan dari sini. Dan aku ingin melihat bagaimana kamu berjuang untuk mencintaiku lagi, meskipun aku telah menjadi monster."

Sooji merasa tercekik oleh kata-kata itu. Dia ingin berteriak, ingin melawan, tetapi hatinya berbisik sebaliknya. Dia merindukan Harin yang dulu, yang penuh tawa dan cinta. "Tapi, Harin, aku tidak bisa mencintai monster. Aku mencintaimu yang dulu."

"Dan itulah yang akan membuatmu tersiksa," Harin tertawa, suaranya menggema di dinding kamar mandi yang dingin. "Setiap kali kamu mencoba melupakan aku, aku akan selalu ada di sini, mengingatkanmu tentang siapa aku sekarang."

Sooji merasa terjebak dalam labirin emosinya sendiri. Dia ingin berlari, tetapi kakinya seolah terikat. "Apa yang harus aku lakukan?"

Harin mendekat lagi, wajah mereka hampir bersentuhan. "Cintai aku, Sooji. Cintai aku meskipun aku telah berubah. Cintai aku dengan seluruh hatimu, atau bunuh aku. Pilihan ada di tanganmu."

Sooji menatap mata Harin, yang kini dipenuhi dengan kilatan liar. Dia merasakan ketegangan yang mengalir di antara mereka, seolah dunia di sekitar mereka menghilang. "Tapi jika aku mencintaimu, apa yang akan terjadi pada diriku? Apa yang akan terjadi pada kita?"

Harin tersenyum, senyuman yang penuh dengan kepastian dan kegelapan. "Kita akan terjebak dalam lingkaran ini selamanya. Dan itu akan menjadi permainan yang menarik, bukan?"

Sooji menggigit bibirnya, berjuang melawan perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Dia tahu, di satu sisi, Harin benar. Mereka terjebak dalam siklus yang tak berujung, dan satu-satunya cara untuk memecahkannya adalah dengan menghadapi rasa sakit itu.

"Aku akan mencintaimu," Sooji akhirnya berkata, suaranya hampir tak terdengar. "Tapi aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan hidupku lagi."

Harin mengerutkan kening, tampak tertarik dengan tantangan itu. "Oh, Sooji, aku ingin melihat bagaimana kamu melakukannya. Mari kita mulai permainan ini."

Dengan itu, keduanya terjebak dalam permainan yang lebih besar dari diri mereka sendiri, di mana cinta dan kebencian saling bertabrakan, menciptakan api yang takkan pernah padam. Sooji tahu, setiap langkah yang diambilnya akan menentukan nasib mereka berdua, dan dia bersiap untuk menghadapi segala konsekuensi yang mungkin muncul.


Sooji menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat. "Jika ini adalah permainan, maka aku akan bermain dengan caraku sendiri," ujarnya tegas, meskipun hatinya bergetar.

Harin mengangkat alis, tampak terkesan dengan keberanian Sooji. "Bagus, aku suka semangat itu. Tapi ingat, aku tidak akan memberi ampun. Setiap langkahmu akan diawasi."

Sooji menatap Harin dengan penuh tekad. "Aku tidak takut. Aku akan menemukan cara untuk mengubah permainan ini. Aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan hidupku lagi."

"Ah, Sooji, kamu memang selalu penuh kejutan," Harin berkomentar, senyumnya kini lebih lembut, meskipun masih menyimpan misteri. "Tapi ingat, aku tahu semua kelemahanmu. Dan aku akan memanfaatkannya."

Sooji merasa seolah terjebak dalam jaring yang semakin mengikat. "Kelemahan? Atau mungkin itu adalah kekuatanku? Aku akan menemukan cara untuk mengubah kelemahan menjadi kekuatan."

Harin mendekat, wajahnya kini hanya beberapa inci dari wajah Sooji. "Kita lihat saja. Aku ingin melihat seberapa jauh kamu bisa pergi untuk mencintaiku, bahkan ketika aku menjadi monster."

Sooji merasakan ketegangan di antara mereka, seperti aliran listrik yang mengalir di udara. "Aku akan mencintaimu, Harin. Tapi aku juga akan melindungi diriku sendiri. Aku tidak akan membiarkan diriku terjebak dalam kegelapanmu."

Harin tertawa pelan, suaranya menggema di ruang sempit itu. "Kegelapan adalah bagian dari diriku, Sooji. Dan jika kamu ingin mencintaiku, kamu harus menerima kegelapan itu."

Sooji menggigit bibirnya, berjuang melawan perasaan yang membingungkan. "Aku akan berusaha, Harin. Tapi aku tidak bisa menjamin apa pun. Hatiku tidak bisa dipaksa."

"Dan itulah yang membuat permainan ini semakin menarik," Harin menjawab, matanya berkilau dengan semangat. "Mari kita lihat siapa yang akan bertahan lebih lama. Apakah kamu akan menyerah pada kegelapan, atau aku yang akan terjatuh pada cahaya yang kamu tawarkan?"

Dengan pernyataan itu, keduanya terjebak dalam tarian yang rumit antara cinta dan kebencian, di mana setiap langkah bisa membawa mereka lebih dekat atau lebih jauh dari satu sama lain. Sooji tahu, perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia siap menghadapi tantangan yang ada di depan.

Harin mengangguk, senyumnya kini lebih lembut, meskipun masih menyimpan misteri. "Baiklah, Sooji. Mari kita mulai permainan ini. Siapkan dirimu, karena ini baru permulaan."

Sooji menarik napas dalam-dalam, merasakan semangat yang membara di dalam hatinya. Dia tahu, apapun yang terjadi, dia tidak akan mundur. Dia akan berjuang , meskipun harus menghadapi monster yang kini berdiri di hadapannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 17 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Devil's TortureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang