Pulang

1 0 0
                                    


"Aku sungguh kecewa sama kamu, Gara! Pokoknya, pilih aku atau ibumu. Titik!"

Dalam perjalanan pulang dari rumah Bu Diana, Nirmala masih kuasa untuk menuliskan kalimat putus asanya di layar ponsel dan mengirimnya pada sang kekasih. Tangisnya yang tadi sempat berhenti, mendadak berderai kembali. Ia sungguh tidak mempedulikan banyak pasang mata yang menatap penuh pertanyaan dan nyinyiran. Harapannya hanya satu, yaitu segera tiba di rumah Fitonia. Dirinya perlu untuk curhat dan meluapkan segala rasa kecewa hari ini. Jika tidak, jiwanya yang hancur berkeping-keping meminta tumbal mahal, sebagaimana dulu pernah ia lakukan.

###

Anggara masih terpaku menatap layar ponsel. Sebuah pesan dari kekasih membuat dirinya sangat terbebani. Tiba-tiba saja lamunannya buyar oleh tepukan tangan di punggung kanan.

"Heh, malah nglamun. Itu ibumu perlu dirujuk ke rumah sakit. Tensinya tinggi. Tiba-tiba down dan berhalusinasi," suara sepupunya mengagetkan.

Tanpa menunggu, Anggara langsung masuk ke kamar. Ia menatap sang ibu yang terlihat sangat murung. Dalam batinnya, pria baby face itu sangat sakit. Pesan singkat Nirmala kembali memenuhi pikiran. Sungguh, ia tidak mau ibunya sakit-sakitan seperti dulu saat awal-awal ditinggalkan sang suami—bapaknya.

Tak lama kemudian, suara klakson mobil di depan rumah melengking. Anggara yang sempat terbengong langsung tersadar dan membopong sang ibu ke mobil yang telah disediakan sepupunya menuju rumah sakit.

###

Fitonia langsung ke luar rumah begitu melihat Nirmala berlari ke rumahnya sambil menangis. "Sesuatu pasti terjadi padanya," batin Fitonia. Dengan sigap, wanita manis itu langsung memeluk sang sahabat.

"Anggara benar-benar keterlaluan, Ni. Jahat banget. Pengecut!" Tangis Nirmala semakin menjadi-jadi. "Kau tau? Ibunya lebih parah lagi. Dia sangat angkuh dan nyebelin banget! Huhuhu." Benar saja. Begitu melihat sang sahabat berlari ke arahnya, mulutnya langsung meluncurkan kata-kata bernada kecewa dengan sangat lancar.

"Sssttt. Tenang, sayang, tenang. Masuk dulu, yuk." Fitonia membantu sahabatnya itu masuk ke rumah.

Begitu masuk ke rumah, Nirmala yang masih belum bisa move on dari kejadian yang baru saja ia alami harus bertambah syok. Ternyata sang ibu sudah ada di rumah Fitonia. Wanita yang selalu menutup kepala dengan kerudung khas era 90-an itu menampakkan senyum yang sangat terlihat begitu berat.

Dengan tatapan penuh pertanyaan, Nirmala menatap sahabatnya. Fitonia sangat tahu arti tatapan itu. Semenjak prahara tuntutan pernikahan meledak, Fitonia berseteru hebat dengan sang bapak dan memilih kabur ke rumahnya. Jika saat ini di rumahnya telah hadir sang ibu, maka sesuatu besar dan mencurigakan sedang terjadi.

Orang tua Nirmala sedari dulu tidak pernah perduli si anak bontot mau kabur ke mana dan berapa lama. Selama ini, jika sedang kabur pun tidak pernah dijemput. Namun, kali ini sungguh berbeda. Ada sang ibu di rumah sahabat baiknya.

Nirmala menatap sang ibu yang tampak pucat.

"Ibu, kenapa ada di sini?" Sebenarnya, Nirmala ingin menanyakan bagaimana ibunya tau di mana tempat ia kabur dan siapa yang memberi tahu alamat rumah Fitonia ini, tapi urung. Tubuh wanita yang beberapa hari ini tidak ia lihat, kini tampak lebih ringkih dari biasanya. Sesekali, suara batuk terdengar dari mulut sang ibu.

"Pulang, yuk, Nduk." Hanya kalimat ajakan itu yang terlontar dari bibir wanita ayu berpakaian kebaya berlengan panjang. Senyuman sengaja ia keluarkan untuk menyembunyikan rasa sakit dan panik dalam batin.

"Tidak mau! Buat apa pulang kalau dipaksa kawin sama orang yang sama sekali nggak aku suka." Seperti anak kecil yang manja pada sang ibu, Nirmala jutek dan manyun. "Ibu ke sini pasti disuruh bapak, 'kan?" Selidik Nirmala penuh kecurigaan.

Nikahi Aku atau Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang