Tidak Bisa Diharapkan

3 0 0
                                    

Pintu kamar diketuk. Dengan malas, Nirmala bangkit dan membuka pintu. Terlebih, yang kini tengah berdiri di depannya adalah sosok yang membuat hidupnya nyaris hancur berkeping-keping, sempurna menciptakan kesuramaan suasana malam itu.

"Ada apa, Pak?" tanya Nirmala malas.

Mulutnya sengaja dibuka selebar mungkin, diikuti dengan liukan tubuh dan kedua mata dibuat merem, seolah tengah menanggung beban berat.

"Kita sudah sepakat kalau ..." Pak Harsono yang awalnya sangat antusias hendak menyampaikan sesuatu, harus menelan ludahnya secepat mungkin karena anak gadisnya langsung memotong pembicaran.

"Kita? Kita siapa, Pak?"

Nirmala sudah bisa menebak arah pembicaraan sang bapak. Gadis kelahiran wage itu ingin langsung menyudahi obrolan yang dianggapnya tidak penting dan berpotensi menambah ke-stressan otaknya.

"Kamu kebiasaan motong pembicaraan orang tua! Pokoknya secepat mungkin, dalam minggu-minggu ini kalian akan resmi bertunangan dan dalam bulan-bulan ini, kalian akan menikah!" seru Pak Harsono tersulut emosi dengan respon putrinya.

Bagai petir di siang bolong, Nirmala mendengar ucapan sang bapak. Kedua matanya yang tadi dalam kondisi hampir terkantuk-kantuk, langsung melebar mode maksimal. Ia hendak mengeluarkan kata-kata protes, tapi Pak Harsono yang sudah hafal kebiasaan sang anak yang sering berontak itu pun langsung membalikkan badan. Dalam dua langkahnya, laki-laki yang terlihat semakin kurus itu mengacungkan jari telunjuk dan menggoyang-goyangkannya, tanda tidak menerima protes apa pun.

Lengkap sudah penderitaan yang dirasa Nirmala malam ini. Dia mau berontak, dengan siapa? Pun, mulutnya tak kuasa mengeluarkan kata-kata protes, kecuali isakan tangis yang tak bisa dibendung. Di saat-saat begini, tidak lain yang mampu menemaninya selain sang sahabat dan kekasih. Namun, beberapa minggu ini, sahabatnya tidak bisa dihubungi sama sekali. Tinggallah sang kekasih tempat ia harus mencurahkan segala isi hati dan mencari solusi.

Tidak menunggu lama, saluran teleponnya sudah tersambung dengan nomor tujuan. Suara lembut Anggara menyambut. Kali ini lebih lirih dari biasanya. Hal ini bertentangan dengan suara keras dan tegas yang tiba-tiba menyahut tanpa permisi," matikan teleponnya, Gara. Ibu sedang bicara sama kamu!"

Mendengar suara itu, nyali Nirmala langsung menciut. Batinnya geram bukan kepalang. Baru kali ini teleponnya disahut oleh orang yang belakangan menambah daftar orang-orang yang ia pikirkan. Sementara itu, Anggara bingung di antara dua wanita, mana yang akan ia dahulukan kali ini.

Penasaran sama kelanjutannya?

Lanjut yuk, ke KBM atau Good Novel dengan judul yang sama 'Nikahi Aku atau Aku Mati' penulis Graviolla Coding.

Nikahi Aku atau Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang