"Lucky?" Saking kagetnya, mulut Nirmala menganga sembari mengucapkan sebuah nama yang akhir-akhir ini wira-wiri di telinga.
"Tidak nyangka, ya. Setelah sekian tahun tidak bertemu sama sekali. Tuhan mempertemukan kita bertiga di sini dengan formasi yang lengkap. Kalau kemarin malam tidak lengkap, mungkin itu karena keluarga kamu lupa mengundang. Bukan begitu, Kumalasari?" Lucky Pradana tersenyum meledek. Bola matanya yang tajam menatap Anggara dengan kesan meledek.
Melihat sang lintah darat yang hampir memangsa kekasihnya beberapa tahun yang lalu, Anggara tersulut emosi. Namun, pria kalem itu mampu menahan diri. Meski tidak bisa menyembunyikan rasa kaget dan cemburu, ia masih bisa menunjukkan ke-elegant-nya.
"Lucky, ngapain kamu di sini?" Pertanyaan itu langsung meluncur tanpa kompromi. Mulutnya tidak bisa menahan rasa ingin tahu.
"Diminta calon bapak mertua suruh jemput calon istriku. Katanya sedang mencari angin segar. Tapi, tak tahunya sedang bersama calon mantan," jawab Lucky penuh rasa percaya diri. Senyumnya yang penuh rasa kemenangan dan ledekan terus berkembang di bibir yang hampir tidak lepas dari kretek.
Mendengar kalimat tersebut, Nirmala panik bukan main. Wajahnya semakin menunjukkan kegelisahan. Dipandanginya sang kekasih yang kali ini terlihat cemas dan bingung.
"Jangan mengada-ada kamu." Nirmala mencoba menatap mata lawan bicara untuk menganalisa kebenaran dari pancaran sinar. Belum juga berhasil menyimpulkan analisanya, laki-laki necis itu tertawa renyah.
"Loh, fakta. Mau aku telfon sekarang juga?" Lucky mengambil ponsel dari salah satu sakunya, siap untuk memencet salah satu nomor di kontak.
"Nggak perlu. Lagian aku juga udah mau pulang." Nirmala kikuk dan serba salah. Wanita berjaket rajut itu menatap sang kekasih yang masih diam mematung tanpa sepatah kata.
"Lho, pulangnya sama aku, dong. Kan, aku ke sini emang diutus untuk jemput calon istriku." Lucky menghalangi langkah Nirmala yang siap untuk melajukan kakinya pergi. "Nggak mau?" Alis Lucky bergerak ke atas. Sementara salah satu tangannya yang masih memegang gawai sudah siap di telinga untuk berbicara dengan seseorang.
Nirmala jengkel setengah mati dengan orang bergaya sok gentle di hadapannya. Mau tak mau, suka tak suka, seberapa muaknya dia, akhirnya nurut juga saat Lucky membukakan pintu mobil yang terparkir tidak jauh dari sana.
Nirmala sempat menoleh ke arah Anggara yang masih terpaku menatap ke arahnya. Ada gurat kecewa, sedih dan malu di wajah pemuda baby face itu. Sebelum benar-benar melajukan mobil, Lucky Pradana sempat melambaikan tangan. Kini, tinggallah Anggara dalam kebimbangannya yang semakin menjadi-jadi.
Sebagai seorang pria dewasa, melihat kekasih yang telah lama bersama dengannya pergi bersama pria lain, tentu membuat jiwanya serasa tak punya harga diri. Terlebih, dirinya sama sekali tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun tadi. Bukan insecure atau pun tidak punya nyali, tapi karena benar-benar kaget yang berkepanjangan, dari mulai cerita tentang perjodohan, hutang calon mertua, hingga kehadiran pria 'saingan'nya secara tiba-tiba. Dengan langkah bagai raga kehilangan tulang-tulang, Anggara menuju ke motornya, membeli sebungkus rokok, lalu pulang.
###
"Nggak nyangka banget beneran! Bisa-bisanya aku lagi lewat dan seperti melihat calon istriku sedang bersama mantannya. Hoho. Rezeki memang tidak akan kemana," celoteh pria yang sibuk menyetir itu kegirangan. Padahal, wanita di sebelahnya terlihat sangat bad mood.
"Jadi, bukan karena bapak yang nyariin aku?" Nirmala melotot, karena merasa dibohongi. Sementra pria di sampingnya cengengesan.
"Cowok tadi itu benar pacar kamu, 'kan? Cowok sama yang dulu pernah nebus hutangan kamu ke aku?"
Dari gerak gerik yang sempat ia intai sebelum akhirnya mendekati Nirmala dan teman lelakinya, Lucky sudah bisa menilai jika keduanya memiliki hubungan khusus. Terlebih lagi, dengan memorinya yang tajam, ia masih sangat ingat dengan sesosok pria yang pernah merusak dinner Saturday night-nya dengan klien. Karena itu adalah satu-satunya kenangan buruk yang pernah dia alami selama menjalankan bisnis sewaktu menjadi mahasiswa.
Nirmala yang selalu kemana-mana tidak pernah lupa membawa earphone itu memasang benda kesayangan di telinga. Ia tidak sudi menanggapi ocehan orang yang paling dibenci saat ini, setelah bapaknya. Namun, pertanyaan Lucky berhasil mengurungkan niatnya untuk mem-play sebuah lagu.
"Atau jangan-jangan kalian ketemuan ini mbahas bagaimana cara melunasi hutang om Harsono ke papa?" Lucky bertanya diikuti gelak tawa yang membahana, membuat telinga Nirmala panas. Ia ingin mengeluarkan segala jurus dan kemampuannya dalam berkata-kata, tapi mulutnya tiba-tiba beku. Dia hanya bisa membatin, "Nih orang bener-bener kelewatan pede. Tapi kenapa bisa bener sih, yang diucapkannya? Lagian, kenapa juga dia tau masalah sebab perjodohan? Ah, ya iyalah, Nirmala, 'kan keluarga." Nirmala mendumel sendiri.
"Kenapa? Kamu kaget ya, denger fakta ini? Atau pura-pura kaget?" Lagi-lagi Lucky berlagak meledek. Kali ini tangannya sembari menyalakan musik, sehingga badannya yang kini telah menjadi lebih berisi dari dulu itu meliuk-liuk.
"Denger, ya. Hutang bapakmu itu banyak. Jadi, jangan mimpi bisa melunasinya, kecuali kamu jadi istriku. Hahaha. "
Kalau sifat gilanya kumat, Nirmala bisa saja mencopot sepatu ketsnya dan memasukkan ke mulut besar pria di sebelah yang tampak sangat puas dengan segala kata-katanya. Faktanya, Nirmala sedang dalam mode sadar diri. Jadi, dia tetap diam tanpa berkata-kata.
"Kenapa diam? Ayo, dong, ngomong. Katanya kamu itu cerewet. Aku suka kok dengan cewek cerewet. Jadi, nanti ada yang akan menceramahi kalau misal aku keblabasan. Ya, tau sendiri, lah. Aku yang bergelimang harta ini banyak cewek-cewek cantik yang antri. Hahaha."
Tawa Lucky kali ini benar-benar memuakkan. Hampir enam tahun hidup dengan pria kalem dan cuek macam Anggara dan kali ini bertemu dengan pria bergaya perlente tapi mulut seperti tante-tante yang sedang ghibah serasa berada di dunia lain.
"Sudah tau punya banyak cewek cantik, kenapa mau dijodohkan sama aku? " Tiba-tiba saja pertanyaan itu meluncur tanpa sadar ketika Nirmala ingat moment pertama kenal dan mengatakan bahwa dia adalah klient yang tak cantik.
"Hahaha. Pertanyaan yang bagus. Hem, apa kau pernah mendengar ungkapan bahwa senakal-nakalnya pria yang punya banyak cewek, tapi dia tetaplah pria yang ingin menikah dengan wanita baik-baik? "
Nirmala pura-pura budeg. Sengaja ia melengos ke arah samping sembari menikmati rintik hujan di sepanjang perjalanan. Pikirannya justru melayang ke sang kekasih yang pasti sedang berat memikirkan nasib hubungan mereka. Terlihat jelas bagaiman roman wajah Anggara yang muram sewaktu berpisah tadi.
Merasa dicuekin, Lucky memutar otak. Dia yang terbiasa dimanja, dihormati, dikelilingi anak buah dan koleksi wanita cantik merasa sangat tidak dihargai. Maka, pria necis itu berdehem untuk mencairkan suasana.
"Kamu tau, mulai pertemuan malam itu, Om Harsono sudah menitipkan kamu padaku. Jadi, aku berhak tau kamu di mana dan dengan siapa. Kuharap tidak lagi melihat yang seperti tadi setelah ini. Kalau sampai bapakmu tau, wah, pasti akan sangat seru." Lucky tersenyum licik. Sifat aslinya mulai tampak.
Mendengar kalimat pria di sebelahnya yang bernada ancaman, nyalinya yang biasa besar dalam kondisi apa pun, kini menciut. Ia tidak sanggup membayangkan jika bapaknya tau dia sudah berbohong demi bertemu dengan sang kekasih yang tidak direstui, maka sudah dipastikan dirinya akan dikrangkeng kembali.
Nirmala semakin malas untuk berkomunikasi. Hanya sorot mata tajam ia sodorkan ke lawan bicara. Sementara senyum penuh kepuasan mengembang di bibir sang pengemudi. Batinnya bersorak senang, karena targetnya bisa dilumpuhkan dengan sangat mudah.
Mobil warna merah menyala itu mulai masuk dekat rumah Nirmala. Jantung wanita muda itu dag dig dug sembari batinnya tak lepas dari doa semoga bapaknya belum pulang. Sayang, pria yang dimaksud justru sedang mondar mandir di teras sembari berkacak pinggang. Raut wajahnya cemas seperti sedang kehilangan barang berharga. Begitu sorot lampu mobil mengenai ke sekeliling teras, dan yakin bahwa pria yang sedang mengemudi itu adalah anak sahabat baiknya, senyumnya mengembang ceria. Sementara putrinya sedang berperang dengan rasa cemas dan was-was.
"Kau turuti permainan dan permintaanku atau akan kubeberkan apa yang kulihat tadi." Senyum licik menghiasi wajah pria dewasa yang setelah mematikan mesin, turun dan berlagak membukakan pintu untuk Nirmala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikahi Aku atau Aku Mati
RomanceSiapa sih yang mau jadi seperti Nirmala? Terlahir di keluarga toxic dengan kepala rumah tangga yang ringan tangan dan egois, setelah dewasa menemukan tambatan hati spek malaikat yang bisa menjadi sosok orang tua, kakak, sekaligus teman, tapi, sialny...