Surprise di Kencan Pertama

5 0 0
                                    

Entah kenapa Anggara merasa keinginannya untuk bertemu dengan wanita yang baru beberapa minggu ia tembak itu begitu menggebu-gebu. Sedari ikrar cinta terucap, keduanya belum pernah jalan malam mingguan. Hal itu sudah dijelaskan oleh Anggara di awal hubungan keduanya terbentuk. Alasan tidak lain karena dirinya tidak punya freedom.

Ia harus menuruti semua perkataan dan aturan ibunya. Itu adalah janji dirinya pada sang ayah yang telah meninggalkan keluarga sewaktu duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan, status berpacaran sengaja ia tutupi dari sang ibu untuk menjaga perasaan wanita yang telah melahirkannya itu.

Malam Minggu kali ini berbeda. Sejak Sabtu siang, sang ibu ada acara di luar kota. Jika biasanya di mana ada sang ibu, di situ ada dirinya, kali ini berbeda. Bu Diana arisan bersama teman-temannya tanpa kehadiran sang putra semata wayang. Katanya, wanita over protective itu sekali-kali ingin bersenang-senang sembari bernostalgia di kota kenangan sewaktu menempuh pendidikan dulu—Jogja.

Dengan penuh semangat, Anggara membawa motor bebeknya ke arah radio tempat sang pacar magang. Ini adalah kali pertama dirinya ngapel malam minggu di umurnya yang ke-22 tahun. Dia memang bukan sosok pria romantis, tapi hatinya sungguh berbeda dari biasanya. Seperti ada bunga yang indah dan harum di setiap perjalanannya malam ini.

Sayang, begitu sampai di tempat tujuan, pemuda yang khas dengan kemeja motif kotak-kotak itu harus menelan kekecewaan. Pasalnya, tak ditemukan sang kekasih yang hendak diberinya setangkai bunga mawar lengkap dengan coklat batangan dan jajanan chiki-chiki kesukaan Nirmala.

"Anggara bukan, ya?" Siska yang melihat sosok pemuda seperti yang ada dalam foto dompet rekan kerjanya kini tengah berada di teras sambil celingukan, segera mendekat.

"I-iya, Mbak," jawab Anggara malu-malu.

"Nyari Nirmala?" Siska bertanya untuk memastikan bahwa tebakannya itu benar.

"I-iya, Mbak." Sekali lagi, pria yang terlihat rapi di hadapan DJ senior itu menjawab dengan kalimat yang sama.

Mendengar jawaban tersebut, Siska mengernyitkan kening. Ia memang baru mengenal Nirmala belum lama. Namun, dirinya sudah menganggap gadis penuh semangat yang kadang sangat lugu itu seperti adik sendiri. Bahkan, dirinya memiliki andil dalam pemilihan Nirmala sebagai DJ magang, menyisihkan beberapa kandidat.

Begitu juga dengan Nirmala. Gadis yang mengaku selama ini dikurung sang bapak dan bekerja adalah satu-satunya jalan ninja untuk bisa keluar dari sarang adalah sosok yang sangat terbuka. Bahkan dengan orang baru macam dirinya. Padahal, orang-orang menganggap Siska adalah sosok yang susah untuk didekati. Namun, tidak bagi Nirmala. Kenal baru beberapa hari, ia sudah blak-blakan mengenai kehidupan, dari mulai kisah keluarga, kuliah hingga asmara.

Nirmala sempat menunjukkan sosok pacar yang dikenalnya lewat mak comblang. Dan, sosok yang pernah ia lihat di foto dompet itu kini berada di depannya.

"Kalau boleh tau, Nirmala selesai siaran jam berapa ya, Mbak?" Pertanyaan Anggara membangunkan Siska dari lamunan. Diperhatikannya pemuda yang terlihat baik itu seksama, bahkan ia melirik ke gift yang dibawa.

Siska yang biasanya ceplas ceplos dan pintar memilah kata, kali ini bungkam sejenak. Wanita yang tingginya tidak lebih dari 157 sentimeter itu berfikir keras, "hem, ada dua kemungkinan ini, Nirmala membohongi pacarnya atau ini cowok terlalu lugu?" Siska membatin sambil terus mengamati sosok di hadapannya.

"Mbak?" Suara Anggara kembali mengagetkan wanita subur di hadapannya.

"Oh, sebenarnya dia tidak di sini," jawab Siska spontan. Entah bisikan apa yang membuatnya langsung mengatakan kalimat yang membuat lawan bicaranya mengernyitkan dahi.

"Maksud Mbak?" Anggara kaget sekaligus penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Meski dirinya dan sang pacar baru berucap ikrar belum lama ini, tapi menurut Fitonia—mak comblangnya—Nirmala sosok yang jujur dan setia. "maksud Mbak, Nirmala sudah pulang, begitukah?" Anggara masih berusaha berfikir positif.

"Maaf, ya, Mas. Kamu benar Anggara pacar Nirmala?" Siska memastikan. Gaya bahasanya yang biasanya lu-gue, berubah kamu, karena aura pemuda kalem itu.

Setelah pria yang mulai gelisah itu mengangguk, Siska kembali bingung antara hendak menjawab jujur atau tidak. Cukup lama keduanya diam, hanyut dalam pikiran masing-masing.

Pada menit ke sekian, akhirnya Siska memutuskan untuk berucap, "sepertinya Nirmala butuh bantuan, Mas. Dan, dia sedang tidak baik-baik saja." Susah payah Siska mencari kata-kata pas agar tidak menyinggung siapa pun.

"Maksud Mbak?" Anggara kembali kaget dan mengucapkan pertanyaan yang sama seperti beberapa menit yang lalu.

"Mas udah berusaha buat ngehubungi Nirmala by phone?" Siska justru balik tanya dan membuat Anggara kebingungan.

"Ya udah, Mbak. Saya di sini karena dia bilang lagi siaran," jawab Anggara polos.

Mendengar jawaban itu, Siska menghela napas dan membatin, "ini cowok bener-bener polos."

"Kalau sekarang, apa masih bisa dihubungi?" Siska semakin hanyut dalam rasa penasarannya. Aura positif yang terpancar dari sosok di hadapan itu menolaknya untuk tidak berkata jujur.

"Udah aku coba call pas baru nyampe sini, tadi. Tapi off hapenya. Saya pikir kalau pas siaran memang ponsel harus off, 'kan?" ucap Anggara, yang sontak membuat lawan bicaranya langsung menyakini bahwa Anggara memang sosok pemuda polos.

"Gimana, ya...sebenarnya saya bingung menjelaskannya. Tapi, karena jujur aku kasihan pada Nirmala, sebaiknya mas hubungi orang yang namanya Mister Dana. Mas tahu 'kan, sebutan itu?" Siska penuh kehati-hatinya mengucapkan nama yang dianggap konotasi itu. Meski ia tidak yakin jika pemuda polos di hadapannya tahu siapa Mister Dana, seperti sepolos Nirmala.

"Lucky Pradana?" Kali ini Anggara mengeluarkan nada tinggi, setelah mendengar nama seseorang yang diketahuinya sebagai sosok kontroversional di kampus.

"Yap!" Antara prihatin dan lega, Siska berucap. Dengan tatapan was-was ia mengawasi respon sang lawan bicara.

Memang, siapa yang tidak kenal dengan Lucky Pradana alias Mister Dana? Kecuali si polos Nirmala, tentunya. Anggara yang sekali pun terkenal pendiam, polos, dan culun, tapi tidak hanya sekali atau dua kali mendengar curhatan teman-temannya yang terpaksa harus berurusan dengan bank kampus itu.

Demi mengetahui pacarnya berurusan dengan lintah darat itu, pikirannya berkecamuk antara marah, kecewa dan takut. Ia takut jika terjadi sesuatu dengan wanita yang ia janjikan untuk dilindungi.

Penasaran sama kelanjutannya? Lanjut yuk, ke KBM atau Good Novel dengan judul yang sama 'Nikahi Aku atau Aku Mati' penulis Graviolla Coding.

Nikahi Aku atau Aku MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang