Bab 3

334 55 5
                                    

Galang tidak pernah menyangka perubahan yang terjadi pada Cara begitu drastis. Tidak ada lagi sisa-sisa gadis lugu berusia sembilan belas tahun yang ia lihat menangis di kamar pengantinnya empat tahun lalu. Tidak ada lagi gadis remaja naif yang wajahnya sering tersipu bila beradu pandang dengannya.

Sekarang, yang berdiri di depannya adalah seorang wanita dewasa berusia dua puluh tiga tahun. Dengan kecantikan luar biasa yang ia miliki, tubuh molek, sikap percaya diri dan ... aura selebriti terkenal yang menguar di tubuhnya.

Ada perbedaan besar antara orang biasa dan seorang selebriti. Seakan ada jurang yang memisahkan dunia mereka dengan orang lain pada umumnya. Dan aura yang terpancar pada diri Cara begitu ... mempesona. Nyaris membutakan mata Galang dan membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

Lelaki adalah makhluk visual. Galang mengakui itu. Sama seperti milyaran laki-laki di dunia ini yang selalu melihat seorang perempuan dari fisiknya. Saat pertama bertemu. Saat ini pun ia sedang melihat visual yang ditampilkan Cara di hadapannya dengan tercengang.

Melihat betapa cantiknya Cara saat ini, mau tidak mau Galang merasa tenggorokannya terasa kering. Nyaris tidak mempercayai penglihatannya sendiri bila Cara telah menjelma menjadi seorang wanita yang ... cantik jelita?

Dari dulu Cara memang sudah cantik. Tapi kecantikan yang tidak sampai membuat Galang terpesona. Sebab ia juga sudah terbiasa melihat perempuan cantik. Tapi sekarang ini, kecantikan yang ditampilkan Cara sangat berbeda. Kecantikan yang sanggup membuat pandangan Galang tidak bisa teralihkan darinya. Benarkah wanita yang kini berdiri di hadapannya ini adalah Cara, istrinya?

Ia sudah banyak melihat gambar-gambar Cara di internet. Dalam beragam sampul majalah mode kelas dunia. Di situ Cara memang cantik. Namun Galang pikir itu hanyalah trik kamera yang biasa digunakan fotografer untuk membuat modelnya terlihat luar biasa. Tapi siapa sangka bila aslinya, Cara jauh lebih cantik?

"Aku tidak punya banyak waktu untuk bicara." Begitu duduk berhadapan dengan Galang, Cara langsung buka suara. Ia setuju untuk pergi bersama Galang yang mengajaknya duduk di lounge hotel. Tapi menolak ketika Galang menawarinya untuk memesan kopi. "Kurang dari dua jam lagi aku harus mengejar penerbangan ke New York."

"Aku yakin ini tidak akan memakan waktu lama," ucap Galang yang masih belum mampu mengalihkan perhatiannya pada Cara. "Kalau kamu ketinggalan pesawat, kamu bisa menumpang private jet milikku. Itu masih terparkir di Bandara."

Cara hanya memberi tatapan datar mendengar ucapan Galang. Tidak ingin menanggapi nada pamer dalam ucapan Galang. Siapa yang lupa kalau keluarga Cipta Dharma termasuk dalam daftar keluarga terkaya di Indonesia? Memiliki jet pribadi tentu bukan merupakan hal yang aneh.

Galang mengernyitkan alisnya ketika tangan kiri Cara terulur ke depannya.

"What?" tanyanya bingung.

"Dokumen perceraian yang harus aku tanda tangani. Sudah kubilang aku tidak punya banyak waktu kan? Kamu berikan dokumen perceraian itu dan aku akan segera menanda tanganinya."

Galang nyaris tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan Cara yang begitu langsung. "Kamu menduga aku datang ke sini untuk memberimu dokumen perceraian?"

"Sure. Apalagi memangnya? Setelah empat tahun lamanya, bukankah perceraian merupakan prioritas utama kamu? Jadi untuk apa kamu datang jauh-jauh melintasi benua jika bukan untuk itu? Meski aku heran, kenapa kamu harus menunggu selama itu untuk menceraikan aku?"

"Kamu tidak berpikir aku datang ke sini mencarimu karena ... sesuatu yang lain?" Mendadak wajah Galang terlihat muram melihat reaksi Cara yang begitu acuh tak acuh padanya.

"Bisnis? Tapi itu bukan urusanku, kan? Yah ... meski sedikit heran bagaimana kamu tahu aku ada di sini. Dan bahkan tahu hotel tempat aku menginap. Tapi itu bukan hal yang sulit bagi Galang Cipta kan?"

"Kamu tidak ingin bertanya bagaimana kabarku?"

"Tanpa perlu bertanya sudah jelas terlihat kamu baik-baik saja kan?"

"Kamu pikir begitu? Apa menurutmu keadaan seorang suami yang ditinggal pergi istrinya begitu saja selama empat tahun itu baik-baik saja?"

"Tentu, sang istri meninggalkan suaminya bersama kekasih tercintanya kan? Jadi kenapa si suami tidak baik-baik saja? Jadi di mana dokumen perceraian itu? Cepatlah, aku harus kembali ke kamar untuk membantu Rosie bersiap-siap."

"Tidak akan ada perceraian. Tidak ada dokumen perceraian yang kubawa."

Cara mengangkat satu alisnya bingung. "Are you kidding me? No divorce? Ridiculous!"

Cara mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas meja, memandang Galang jengkel. Tidak ada perceraian katanya? Lalu untuk apa dia datang ke sini mencarinya? Membuat pertunjukkan sebagai figure seorang suami? Menggelikan. Melihat tatapan Cara yang penuh kebencian padanya, Galang malah balas menatapnya dengan tenang. Dengan sinar kebanggaan dan keangkuhan di sana, yang membuat Cara ingin sekali mencekiknya tanpa ampun.

"Kamu membuang waktuku!" Cara berdiri dari duduknya dengan hati kesal. "Fine. Kalau itu maumu, aku akan sewa pengacara dari Indonesia untuk mengurus perceraian kita. Kalau kamu tidak mau menceraikanku, maka aku yang akan menceraikanmu!"

Lalu dengan langkah cepat Cara meninggalkan lounge, berjalan cepat menuju lift yang terletak tidak jauh dari sana. Tapi Cara tidak pernah menduga Galang akan mengejarnya, mengikuti langkahnya.

"Cara, pembicaraan kita belum selesai!"

Cara hanya mengangkat tangannya dan membuat gestur terserah sambil satu tangannya memencet tombol lift.

Pintu lift terbuka. Kosong. Cara melangkah masuk diikuti Galang yang kini berdiri di sampingnya. Pintu lift tertutup bersamaan dengan Cara yang menekan tombol lift menuju lantai tempat ia menginap.

"Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Tujuan kamu ke sini memang untuk bercerai kan? Hanya yang mengherankan, kenapa harus kamu sendiri yang datang jauh-jauh untuk memberikan dokumen perceraian itu? Kenapa bukan Agam Mahatma? Atau kamu menyuruh orang lain? Kenapa harus repot-repot?"

"Agam Mahatma?"

"Kaget? Dia sudah menghubungi aku sebelumnya. Hanya saja tidak mengira kalau kamu yang bakal datang sendiri. Bukan orang perwakilan dari kantor pengacaranya." Cara tersenyum sinis. "Apa karena kamu takut aku akan menolak menanda tangani dokumen perceraian itu? Mempersulitmu? Jangan khawatir, itu tidak akan terjadi."

"Kenapa? Kenapa kamu setuju untuk bercerai denganku setelah empat tahun bertahan dalam pernikahan ini? Apa karena sudah mendapatkan penggantiku? Karena kekasih Yunanimu itu?"

"Bagaimana kalau ya?" Cara menantang.

"Kalau begitu aku menolak untuk bercerai!"

"Apa?" Belalak Cara kaget. "Jangan main-main! Menolak atau tidak. Kita tetap akan bercerai! Aku sudah muak denganmu!"

"Pria memuakkan ini masih berstatus suamimu, sayang."

Lift saat itu sudah hampir tiba di lantai tempat kamar Cara menginap berada. Sangat mengherankan. Sepanjang perjalanan di dalam lift, tidak ada satupun tamu yang masuk ke dalam lift. Jadi otomatis hanya ada mereka berdua di dalamnya. Meski merasa muak dengan Galang, tapi tak urung ada rasa tidak nyaman di hati Cara karena hanya berduaan dengan Galang di ruang sempit seperti ini. Hingga wangi parfum di tubuh Galang bisa tercium dengan jelas di hidungnya.

Galang yang menyadari kegelisahan Cara dan ketidak nyamanannya, menyeringai dalam hati. Lalu dengan sengaja makin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Cara. Terlambat untuk Cara menyadari bila tubuh Galang sudah menempel erat di belakangnya. Dia terpekik kaget ketika kedua tangan Galang merengkuh pinggang rampingnya dan bibir basah Galang mencium lehernya.

Cara memberontak, tapi Galang malah membalikkan tubuh Cara hingga menghadapnya. Mata Cara bergidik ngeri ketika Galang berhasil menciumi lehernya kembali. Pelukkannya makin erat di pinggang Cara dan ketika bibir Galang hendak mencium bibirnya, reflek lutut Cara naik dan menghantam perut Galang.

Posisi Galang yang kini membelakangi pintu lift menjadi goyah. Ia terhuyung ke belakang merasakan sakit di perutnya karena tendangan lutut Cara. Bersamaan dengan tubuhnya yang terhuyung kebelakang, pintu lift terbuka. Galang sukses terjerembat jatuh duduk di lantai marmer di luar pintu lift, disaksikan sepasang suami istri bule tua yang menyaksikan adegan itu dengan tercengang.

Tolong koreksi kalau ada typo ya. Makasih.

Love in the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang